BERITA JAKARTA – Penyidik Pidana Khusus (Pidsus), Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat, kembali menahan satu tersangka berinisial ARL.
Penyidik Pidsus menetapkan ARL menjadi tersangka terkait kasus dugaan korupsi anggaran Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua Barat senilai Rp4,38 miliar.
Kepala Kejati Papua Barat, Harli Siregar di Manokwari mengatakan, tersangka ARL merupakan pemilik dua perusahaan yang bekerja sama dengan tersangka FKM mantan Sekretaris DPR Papua Barat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tersangka ARL mengajukan dokumen pencairan senilai Rp2,2 miliar lebih atas beberapa item pekerjaan seperti pemeliharaan sekretariat, belanja bahan pembersih, konsumsi pimpinan dan anggota dewan serta tamu.
“ARL bekerja sama dengan FKM yang telah ditahan sebelumnya. Anggaran itu sudah dicairkan, nyatanya pekerjaan tersebut tidak dilakukan,” ucap Harli Siregar.
Ia menjelaskan, tersangka ARL ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Manokwari selama 20 hari ke depan, sembari menunggu penyidik Kejaksaan merampungkan berkas perkara.
Setelah berkas perkara rampung, tersangka ARL akan dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Manokwari untuk menjalani proses persidangan.
Ia pun menegaskan bahwa penyidik Kejaksaan tetap berlandaskan pada bukti bukan asumsi bahkan desakan pihak tertentu dalam pengungkapan perkara dugaan tindak pidana korupsi.
Oleh sebab itu, katanya, pengembangan terhadap kasus dugaan korupsi anggaran pemeliharaan Sekretariat DPR Papua Barat berlandaskan dengan bukti permulaan penyalahgunaan anggaran tersebut.
“Tentu dalam konteks ini, ada bukti permulaan yang cukup baik dari keterangan saksi maupun bukti lainnya,” jelas Harli.
Sebelumnya, Kejati Papua Barat menahan FKM mantan Sekretaris DPR pada Kamis 27 Juli 2023 malam, karena melakukan penyalahgunaan anggaran pemeliharaan yang bersumber dari APBD Perubahan Provinsi Papua Barat tahun 2021.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Papua Barat Abu Hasbullah menjelaskan, bahwa tersangka FKM menggunakan strategi pemecahan paket pekerjaan menjadi tujuh bagian guna menghindari mekanisme pelelangan yang semestinya diterapkan.
Tersangka FKM kemudian menggunakan profil perusahaan penyedia jasa milik ARL selaku pihak ketiga untuk memenangkan tujuh paket pekerjaan yang dimaksud.
“Penyedia jasa tidak diverifikasi. Setelah dana cair ke rekening penyedia jasa, uang itu langsung diserahkan ke tersangka. Jadi tersangka hanya pinjam bendera perusahaan lain,” ucap dia.
Aspidsus melanjutkan tersangka FKM melibatkan sejumlah staf dan petugas keamanan (satpam) di Sekretariat DPR Papua Barat untuk melaksanakan pekerjaan pemeliharaan halaman kantor.
Pelaksanaan tujuh paket pekerjaan itu baru dimulai tahun 2022, padahal anggarannya sudah dicairkan dan diterima tersangka FKM setahun sebelumnya.
Harli menambahkan, penyidik Kejaksaan menjerat tersangka dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999, juncto Pasal 55 ayat (1 ke 1) subsider Pasal 3 KUH Pidana. (Sofyan)