BERITA JAKARTA – Raja Sapta Oktohari figur dibalik penipuan dana masyarakat illegal senilai Rp7,5 triliun melalui PT. Mahkota Properti Indo Permata (MPIP), berhasil memperdaya ribuan korban melalui penjualan Medium Term Note (MTM).
Dalam acara “Mahkota Extravaganza” akhir 2019 di Kota Malang, Okto panggilan akrab Raja Sapta Oktohari (RSO) menyampaikan “Saya Raja Sapta Oktohari mengundang saudara, jika sebelumnya menikmati bunga maka akan menikmati dividen dari perusahaan mulai Rp50 juta hingga triliunan rupiah,” kata Okto.
Namun, malang pula nasib para pengunjung “Mahkota Extravaganza” akhir 2019 di Kota Malang yang menaruh uang bukannya dapat bunga dan dividen sesuai janji Okto, justru modal mereka 2 bulan setelah acara bahkan hingga kini tidak bisa ditarik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Majalah Gatra dalam tulisannya menyebut Skema Ponzi besutan Raja Sapta Oktohari putra dari Ketua Umum (Ketum) Partai Hanura, Oesman Sapta Oedang (OSO) itu, dimana diduga uang tersebut digelapkan dan mengunakan skema ponzi untuk membayar bunga kepada peserta-peserta awal.
OJK Nyatakan PT. Mahkota Illegal Menghimpun Dana Masyarakat
Para korban ditemani Kuasa Kukum LQ Indonesia Law Firm mendatangi kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menanyakan perihal perijinan PT. Mahkota Properti Indo Permata (MPIP) atau Mahkota dalam menghimpun dana masyarakat dalam bentuk Medium Term Note atau MTN.
Keterangan pihak OJK bahwa PT. Mahkota Properti Indo Permata (MPIP) besutan Raja Sapta Oktohari (RSO) tersebut, tidak ada ijin keuangan maupun izin menghimpun dana masyarakat alias illegal. Sebab, dari Company Profile usahanya sebagai Properti, Developer Real Estate, bukan usaha keuangan.
“Company Profil usahanya Property, Developer Real Estate jadi tidak mungkin ada ijin OJK. Jika penyidik Kepolisian butuh surat resmi atau keterangan bisa menghubungi kami langsung,” kata Alvin Lim yang juga sebagai Ketua Pengurus LQ Indonesia Law Firm, Selasa (31/5/2022).
Dikatakan Alvin, pihaknya mendatangi OJK langsung dijawab tapi kenapa pihak penyidik Polda Metro Jaya (PMJ) sampai saat ini belum memintakan keterangan saksi ahli OJK padahal pasal yang disangkakan Pasal 46 Perbankan dan unsur pidananya adalah tidak adanya ijin OJK.
“Ini salah satu bukti hukum tumpul keatas. Kepolisian takut dalam membasmi penjahat kerah putih selevel Raja Sapta Oktohari. Polri sudah kalah melawan penjahat. 2 tahun lebih, hanya muter-muter saja penyidikan ngak jelas penyidik digaji uang masyarakat malah mengkhianati masyarakat,” sindir Alvin.
Para Korban Yang Terkena Rayuan Raja Sapta Oktohari
Para korban PT. MPIP yang terkena rayuan Raja Sapta Oktohari mengungkapkan, kekecewaannya kepada kinerja aparat kepolisian, karena setelah menjadi korban Raja Sapta Oktohari, sekarang malah pihak kepolisian ingin mempermainkan kami sebagai masyarakat korban.
“Kanit, Kasat dan Penyidik memaksa kami untuk cabut laporan polisi dan terima tanah di Cikande. Tanah sawah seharga Rp300 ribu permeter, malah dijual harga Rp2,5 juta permeter. Nantinya cuma pegang PPJB yang bukan bukti kepemilikan seperti sertifikat,” keluhnya.
“Bagaimana kalo ternyata terhadap tanah yang sama diberikan PPJB ke banyak pihak? Bisa-bisa jadi sengketa lagi nanti kan, siapa bisa jamin? Kami tidak mau ditipu dua kali,” tambah korban mengakhiri dengan penuh kecewa terhadap kinerja Kepolisian.
LQ Indonesia Law Firm Akan Terus Vokal Menyuarakan Jeritan Korban
LQ Indonesia Law Firm, Kantor Hukum yang vokal dan berani menyuarakan hati para korban investasi bodong, terus mengulik nurani hati para pemimpin Kapolri yang tampak tumpul dan tidak perduli kepada keadilan masyarakat.
Para korban terus berdatangan dan menghubungi LQ Indonesia Law Firm di 0817-489-0999 untuk meminta pendampingan Hukum.
Sebelumnya, Raja Sapta Oktohari dilaporkan para korban di Polda Metro Jaya dengan LP No B/2228/IV/2020/YAN 2.5/SPKT PMJ atas dugaan penipuan, penggelapan, pidana Perbankan dan pencucian uang dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.
Namun sayangnya, sudah 2 tahun berjalan laporan polisi tersebut belum juga mendapatkan kepastian hukum. Korban dan pelapor pun hanya bisa berkeluh kesah apakah benar hukum bukan lagi panglima tertinggi karena sudah digantikan uang yang bisa mengatur semuanya, termasuk hukum.
“Saya sudah whatsapp Kapolri berkali-kali namun tidak pernah 1 kali pun dibalas, apakah Kapolri perduli dalam memberikan pelayanan kepada para pelapor ataukah hanya pencitraan saja?,” pungkas korban. (Sofyan)
Dalam presentasinya di depan panggung, dalam video yang tersebar di Kanal Youtube LQ Lawfirm: https://youtu.be/R1wXdpd_5AY