BERITA JAKARTA – Melihat carut marutnya Polri menangani penyidikan terutama kasus investasi bodong, LQ Indonesia Law Firm memberikan solusi agar tugas penyidikan diberikan kepada Kejaksaan agar polisi fokus dalam pengamanan dan pelayanan masyarakat serta penyelidikan.
LQ Indonesia Law Firm dalam pemberitaan sebelumnya membongkar borok-borok penyidikan Polri, dimana dalam kasus Indosurya ada dugaan barang sitaan hilang dan tidak maksimalnya penyidikan. Terlebih lagi, dalam kasus investasi bodong PT. SPI, AKP Anang terbukti divonis bersalah mengelapkan uang aset sitaan milik korban investasi bodong.
“Seharusnya tugas kepolisian, ada pada penahanan, penangkapan dan penyekidikan sebuah kasus, dalam tahap penyidikan seharusnya diserahkan saja kepada Kejaksaan. Di negara-negara maju juga seperti itu,” kata Advokat Alvin Lim, SH, MSc, CFP, CLA selaku Ketua Pengurus LQ Indonesia Law Firm, Jumat (8/4/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dikatakan Alvin, Jaksa diketahui lebih mampu dalam menangani penyidikan serta nantinya Jaksa pula yang harus mempertahankan dalil dan dakwaan sehingga seharusnya tugas Jaksa dalam penyidikan untuk pemeriksaan saksi dan mengumpulkan alat bukti untuk nantinya dapat dilakukan penuntutan.
“Banyak kasus tidak bisa dilimpahkan ke Kejaksaan karena Jaksa tidak sependapat dengan kepolisian, dan bahkan sering kali tersangkanya sudah ditahan, namun kasus tidak dapat dilanjutkan ke penuntutan,” ucapnya.
Selain faktor pendidikan dan ilmu para penyidik Polri yang kadang bukan lulusan Sarjana Hukum juga penyidik Polri sering kali terbentur faktor konflik kepentingan, sehingga kasus yang seharusnya bisa lanjut dihentikan dalam penyidikan dan sebaliknya.
“Untuk meraih ini, harus di buat legal standing dalam undang-undang yang memperbolehkan Jaksa menangani perkara Pidum dan Pidsus agar maksimal dan memperkecil permainan oknum penyidik,” jelasnya.
Dia yakin dengan fokus melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat tanpa harus melakukan penyidikan sudah sejalan dengan wewenang Polri sebagaimana tercantum pada Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002, tentang Kepolisian. Polri yang lebih fokus pelayanan masyarakat, agar Polri dicintai dan dipercaya masyarakat.
Masih kata Alvin, dilihat dalam penanganan kasus gagal bayar, Kejaksaan sangat berprestasi dimana Heru Hidayat dan Benny Tjokro divonis seumur hidup. Bandingkan dengan kasus gagal bayar yang penyidikan dilakukan Polri seperti Indosterling, tersangka William Henley sempat bebas demi hukum atau BDH di kepolisian dan di Pengadilan divonis lepas dianggap bukan pidana.
“Hal ini terjadi karena oknum Polri bermain dan dalam berkas bisa membuat lemahnya pembuktian dan unsur yang dituduhkan tidak digali,” tegas Alvin, Advokat Cerdas yang menjalani S1 di University of California, Berkeley ini.
Menjawab pertanyaan yang masuk ke Hotline LQ Indonesia Law Firm di 0818-0489-0999, tentang Robot Trading. Jika tidak diperbaiki, nantinya banyak permainan dimana aset korban-korban Robot Trading tidak disita secara maksimal, bahkan bisa digelapkan oknum tertentu. Apalagi penyidik bahkan di Mabes Polri.
“Banyak yang tidak tahu apa itu Repo, Options dan Instrumen Perbankan, kebanyakan penyidik bukan SH melainkan Sarjana Ilmu Kepolisian, SIK. Sehingga mereka tidak paham harus bagaimana, disinilah tidak efektifnya proses penyidikan yang berujung pada lepasnya terdakwa dan tidak maksimalnya proses penyitaan dan penuntutan,” tuturnya.
Nantinya Negara, tambah Alvin, bisa memperkuat kewenangan Kejaksaan dalam penyidikan agar Sumber Daya Manusia (SDM) Kejaksaan ditambah supaya mampu menangani kewenangan penyidikan diseluruh wilayah Indonesia.
“Di Amerika dan negara maju lainnya, juga kewenangan penyidikan ada di Kejaksaan (District Attorney). Jika bidang Hukum dibenahi, maka Indonesia akan menjadi Maju seperti keinginan Presiden Jokowi,” pungkasnya. (Sofyan)