BERITA JAKARTA – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman rencananya akan melakukan uji materi Undang-Undang (UU) No.39 Tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
Upaya uji materi disebabkan mangkirnya Ketua KPK Firli Bahuri dari panggilan Komnas HAM soal aduan dugaan pelanggaran HAM, terkait Tes Wawasan Kebangsaan alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Boyamin Saiman mengemukakan, maksud dan tujuan menguji efektifitas Komnas HAM dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, termasuk kewenangan memanggil seseorang untuk diklarifikasi atau didengar keterangannya terkait aduan dugaan pelanggaran HAM.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bahan materi uji materi pasal-pasal yang diatur UU No.39 Tahun 1999, tentang HAM terhadap UUD 1945 yakni, Pertma, Pasal 89 Ayat (3) huruf c UU No.39 Tahun 1999, tentang HAM berbunyi:
“Komnas HAM berwenang melakukan pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya, bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai berlaku terhadap semua WNI, instansi Pemerintah dan Badan Hukum Swasta kecuali terhadap, Ketua KPK Firli Bahuri atau Pimpinan KPK lainnya”.
Kedua, Pasal 94 Ayat (1) UU No.39 Tahun 1999, tentang HAM berbunyi:
“Pihak pengadu, korban, saksi atau pihak lainnya yang terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 Ayat (3) huruf c dan d wajib memenuhi permintaan Komnas HAM, bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai berlaku terhadap semua WNI, instansi Pemerintah dan Badan Hukum Swasta, kecuali terhadap Ketua KPK, Firli Bahuri atau Pimpinan KPK lainnya”
Ketiga, Pasal 95 UU No.39 Tahun 1999, tentang HAM:
Apabila seseorang yang dipanggil tidak datang menghadap atau menolak memberikan keterangannya, Komnas HAM dapat meminta bantuan Ketua Pengadilan untuk pemenuhan panggilan secara paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai, berlaku terhadap semua WNI, instansi Pemerintah dan Badan Hukum Swasta, kecuali terhadap Ketua KPK, Firli Bahuri atau Pimpinan KPK lainnya.
Boyamin mengemukakan, alasan mangkir dituangkan dalam surat yang dikirim KPK kepada Komnas HAM berupa permintaan penjelasan jenis pelanggaran HAM dari TWK.
Kami memahami, tambah Boyamin, panggilan Komnas HAM berlaku bagi semua Warga Negara Indonesia atau WNI secara pribadi atau dari instansi Pemerintah atau lembaga swasta tanpa kecuali, sehingga penolakan Firli Bahuri Ketua KPK atas panggilan Komnas HAM adalah bentuk imunitas atau kekebalan istimewa, sehingga perlu diatur khusus dalam UU HAM.
“Sekali lagi, ini untuk memberikan hak istimewa kepada Firli Bahuri dari Panggilan Komnas HAM,” pungkasnya. (Sofyan)