BERITA BEKASI – Gugatan perkara perdata yang dilayangkan Dato Djenawa tahun 2019 melalui kuasa hukumnya, Subur Saputra ke Pengadilan Negeri (PN) Cikarang, Kabupaten Bekasi, terkait penerbitan Surat Perjanjian Pemanfataan Lahan Non Pertanian atau SPPL-NP ganda dilahan yang sama dipertanyakan.
“Karena persoalan ini, sudah masuk ranah PN Cikarang dan sudah masuk agenda saksi, maka kami berharap Majelis Hakim PN Cikarang dapat memutus persoalan gugatan klien kami secara obyektif,” kata Subur kepada Matafakta.com, Selasa (1/12/2020).
Dijelaskan Subur, perselisihan antara kliennya dengan PJT II terjadi tahun 2018 berawal dari pemagaran lahan seluas 770 M2 yang terletak di Kampung Kempes, Desa Sukamulya oleh salah seorang tergugat Suryadi atas lahan yang sebelumnya sudah diperoleh izin penggunaan lahan berupa SPPL-NP atas nama, Dato Djenawa No:13/DII/450/SPPL-NP/2018.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Terungkap dalam persidangan telah keluar pula surat SPPL-P dari PJT II diatas obyek yang sama. Padahal, obyek tanah tersebut sebelumnya milik Dato Djenawa yang sudah mendapatkan izin lebih dulu dari PJT II, tapi tergugat yang belum memiliki SPPL-P malah melakukan pemagaran diatas lahan tersebut,” jelasnya.
Kami, lanjut Subur, sangat menyayangkan tindakan yang dilakukan turut tergugat dalam hal ini, PJT II yang dengan arogansinya mengeluarkan kembali izin SPPL-P ganda kepada pihak tergugat, Suryadi tanpa melakukan klarifikasi terlebih dahulu atas keadaan yang terjadi dilapangan.
“Kondisi obyek tanah tersebut diketahui terdapat masalah dan itu pernah dikeluarkan surat teguran oleh PJT II selaku turut tergugat kepada tergugat. Suryadi saat itu yang tidak memiliki izin SPPL-P, karena melakukan pemagaran lahan milik penggugat,” tegasnya.
“Teguran itu agar mematuhi aturan-aturan yang berlaku. Artinya, pihak PJT II mengetahui apa yang dilakukan tergugat itu salah. Namun Faktanya itu diabaikan malah membuat izin SPPL-P yang baru kepada pihak tergugat Suryadi,” tambahnya.
Masih kata Subur, pihaknya sangat menyayangkan tindakan yang dilakukan penggugat dan turut tergugat, sehingga sebagai masyarakat kami menuntut sebuah keadilan yang hakiki agar persoalan ini menjadi pembelajaran besar bagi kita semua.
“Kita mengetahui bahwa PJT II adalah Badan Usaha Milik Negara atau BUMN, maka kami melihat secara administrasi tentu sangat memiliki profesionalitas dalam pengamanan aset negara,” imbuhnya.
Keadaan saat ini, menunjukan tidak berjalannya sistem yang ada di PJT II. Selaku BUMN, seharusnya pihak PJT sebagai turut tergugat memanggil kami dan pihak lainnya untuk mengurai masalah yang terjadi, namun hal itu tidak dilakukan turut tergugat.
“Maka atas persoalan tersebut kami berharap Majelis Hakim dapat memutus persoalan yang dihadapi klien kami secara obyek,” pungkasnya. (Lam)