IPW Apresiasi Gerindra Dorong Pegawai KPK Berstatus ASN

- Jurnalis

Jumat, 7 Agustus 2020 - 14:33 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ketua Presidium IPW: Neta S Pane

Ketua Presidium IPW: Neta S Pane

BERITA JAKARTA – Ketua Presidium Ind Police Watch (IPW) Neta S Pane memberi apresiasi pada Partai Gerindra yang mendorong agar status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Sebab itu, IPW mendesak Presiden Jokowi (Jokowi) agar segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang penjabaran UU KPK mengenai status ASN pegawai KPK.

Menurut Neta, dengan keluarnya PP tersebut, jenjang karir pegawai KPK semakin jelas dan masa depannya pun semakin jelas. Tidak seperti sekarang, jenjang karir pegawai KPK tidak jelas juntrungannya. Ada pegawai yang sudah 10 tahun atau sejak KPK berdiri, bertugas ditempat yang sama hingga kini. Akibatnya, jenjang karirnya tidak jelas dan pegawai tersebut cenderung “membangun kerajaan sendiri” di tubuh KPK.

Dorongan Partai Gerindra terhadap status ASN pegawai KPK ini, disampaikan Wakil Ketua Umum DPP Gerindra, Arief Poyuono kepada awak media, Kamis 6 Agustus 2020.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Arief mengatakan, dengan berstatus ASN, maka ASN KPK bisa jadi percontohan bagi ASN di lembaga dan institusi negara yang lainnya. Setidaknya, bisa menciptakan institusi yang clean governance dan bebas korupsi serta menularkan budaya antikorupsi kepada instusi negara.

Baca Juga :  Ibu Ronald Tannur dan Pengacara Penyuap Hakim PN Surabaya Segera Diadili

“Apa yang disampaikan tokoh Gerindra ini adalah sesuatu yang sangat tepat dan perlu dicermati semua pihak, terutama oleh Presiden Jokowi,” tegas Neta kepada Matafakta.com, Jumat (7/8/2020).

IPW menilai, dengan keluarnya PP ASN KPK para pegawai lembaga anti rasuha tersebut, bisa digeser ke berbagai departemen dan institusi Pemerintah untuk menggetok tularkan semangat anti korupsi. Pergeseran ini, berdampak positif bagi KPK, karena lembaga anti rasuha itu bisa segera dikonsolidasikan oleh para pimpinannya.

“Selama ini, IPW melihat, internal KPK terpecah empat kelompok, yakni antara Polisi Taliban, Polisi India, Kelompok Auditor, dan Kelompok Netral. Jika perpecahan ini terus berlanjut tentunya masyarakat yang menjadi korban. Arah pemberantasan korupsi semakin tidak jelas, tebang pilih terus terjadi, dan dominasi kelompok mayoritas di KPK terus mencengkram, yakni kelompok Polisi Taliban,” ungkapnya.

Salah satu contoh nyata tebang pilihnya pemberantasan korupsi yang dilakukan kelompok mayoritas KPK adalah dalam kasus ditangkapnya sejumlah anggota DPRD Sumut. Ada tiga tahap penangkapan terhadap anggota DPRD Sumut yang dilakukan KPK, yang terakhir dilakukan akhir Juli lalu.

Baca Juga :  FMD: MK Hapus PT 0 Persen Bukan Berarti Harus Kembali ke UUD 1945 Asli

Hampir semua, lanjut Neta, anggota fraksi di DPRD Sumut ditahan KPK, tapi dari Fraksi PKS hanya satu orang. Sementara figur pemberian uang dan pengusaha pemilik asal uang dari kasus itu tidak disentuh KPK. Jika cara cara tebang pilih ini, terus dilakukan KPK tentu akan berbahaya bagi pemberantasan korupsi itu sendiri. Cara ini seolah ingin mengkriminalisasi kelompok tertentu dan melindungi kelompok lainnya.

Dalam konteks Pilkada serentak, cara kerja KPK ini akan membuat kampanye hitam bahwa partai – partai yang figurnya ditahan adalah figur figur kotor, sementara figur partai yang tidak ditahan adalah figur bersih. Jika aksi ini dibiarkan, cara kerja KPK akan menjadi predator bagi demokrasi.

“Untuk itu, KPK perlu dikonsolidasikan agar kelompok tertentu tidak menjadi penguasa yang bisa seenaknya melakukan tebang pilih dalam pemberantasan korupsi. Salah satu cara mengkonsolidasikan KPK adalah Presiden Jokowi segera mengeluarkan PP ASN untuk pegawai KPK, apalagi Partai Gerindra sudah mendorongnya, sehingga tidak ada alasan bagi Jokowi untuk menunda nunda keluarnya PP tersebut,” pungkas Neta. (Usan)

Berita Terkait

Tim Intelijen Kejati Jakarta Tangkap Terpidana Penipuan
AKHERA: Kesaksian Eks Penyidik KPK Meyakini Polda Metro Jaya
Meski Kecipratan Suap Ketua PN Surabaya Tak Jadi Tersangka
Kecewa Vonis Helena Lim, Kejagung Ajukan Banding Kasus Timah
Ibu Ronald Tannur dan Pengacara Penyuap Hakim PN Surabaya Segera Diadili
Dugaan Korupsi Naskah Akademik Mandek di Polda Metro Jaya
Desak Kapolda Metro Jaya di Copot, AKHERA Sebut Ubedilah Badrun Ngawur!
Tatkala Marbot Menjadi PPK Proyek Intelijen Puluhan Miliar Kejagung
Berita ini 1 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 10 Januari 2025 - 16:42 WIB

Tim Intelijen Kejati Jakarta Tangkap Terpidana Penipuan

Jumat, 10 Januari 2025 - 15:09 WIB

AKHERA: Kesaksian Eks Penyidik KPK Meyakini Polda Metro Jaya

Jumat, 10 Januari 2025 - 09:06 WIB

Meski Kecipratan Suap Ketua PN Surabaya Tak Jadi Tersangka

Jumat, 10 Januari 2025 - 07:08 WIB

Ibu Ronald Tannur dan Pengacara Penyuap Hakim PN Surabaya Segera Diadili

Rabu, 8 Januari 2025 - 11:57 WIB

Dugaan Korupsi Naskah Akademik Mandek di Polda Metro Jaya

Berita Terbaru

Terpidana Penipuan FS

Berita Utama

Tim Intelijen Kejati Jakarta Tangkap Terpidana Penipuan

Jumat, 10 Jan 2025 - 16:42 WIB

Foto: Mantan Ketua KPK, Firli Bahuri

Berita Utama

AKHERA: Kesaksian Eks Penyidik KPK Meyakini Polda Metro Jaya

Jumat, 10 Jan 2025 - 15:09 WIB

Foto: Ketua FKMPB, Eko Setiawan (Kanan) Bersama Pj Desa Serang, Achmad Fadillah (Kiri)

Seputar Bekasi

FKMPB Sambangi Pj Kades Serang Kabupaten Bekasi Achmad Fadillah

Jumat, 10 Jan 2025 - 14:06 WIB

Foto: Trio Hakim PN Surabaya dan Gregorius Ronald Tannur

Berita Utama

Meski Kecipratan Suap Ketua PN Surabaya Tak Jadi Tersangka

Jumat, 10 Jan 2025 - 09:06 WIB