BERITA BEKASI – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Cikarang, Kabupaten Bekasi, Andre, mengabulkan gugatan perkara perdata nomor: 138 terkait sengketa lahan seluas 5.240 M2 berdasarkan sertifikat SHM No.8794 yang lahir dari (AJB) No.76/BP.23/V/1988 tanggal 12 Januari 1988 yang berlokasi di Perumahan Bulak Kapal Permai (BKP) RW014, Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Tambun Selatan.
Berdasarkan putusan tersebut, Kuasa hukum pihak pengklaim lokasi lahan yang kini sengketa dari Kantor Advokad Kusnadi, meminta warga Perumahan Bulak Kapal Permai (BKP), Tambun Selatan, untuk kooperatif mengosongkan lokasi lahan berdasarkan putusan Majelis Hakim tersebut.
“Siapapun orangnya yang saat ini masih menempati lahan klien kami, agar segera mengosongkan lahan tersebut, secara sukarela,” kata Aziz Iswanto.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menanggapi hal tersebut, Sekjen LKBH Himpunan Putra Putri Keluarga Besar TNI AD (HIPAKAD’63), Joko S Dawoed sebagai Kuasa hukum warga Perumahan Bulak Kapal Permai (BKP) mengatakan, pihaknya masih mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cikarang, Kabupaten Bekasi tersebut.
“Eksekusi itu, Pengadilan, bukan perorangan dan bukan juga dari suatu kelompok atau Ormas. Perkaranya belum mempunyai kekuatan hukum, karena kita masih persiapan banding,” tegas Joko kepada Beritaekspres.com, Sabtu (27/6/2020).
Dikatakan Joko, putusan tersebut aneh, gugatan penggugat H. Toto Irianto dan Sutaryo Teguh memang tidak memiliki lahan atau menguasai lahan disitu. Lalu, apanya yang digugat. Sebab, lokasi lahan yang dimaksud itu, merupakan lokasi lahan yang diperuntukan untuk fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos-fasum) sarana pendidikan dan olahraga Perumahan BKP.
“Inikan putusannya aneh. Lah, kata siapa Pak Toto sama Sutaryo Teguh memiliki atau menguasai lahan disitu. Itukan fasos-fasum sesuai dengan Sateplane yang hingga saat ini belum berubah di BPN bahwa lokasi atau titik itu diperuntukan sebagai fasos-fasum, tapi sayangnya ditelantarkan Pemerintah,” ungkap Joko.
Perkara ini sambung Joko, sama dengan cerita ketika H. Toto mantan Ketua RW014 Perumahan BKP dipidanakan pihak pengklaim lahan mulai dari tingkat pertama Pengadilan Negeri (PN) dan banding Pengadilan Tinggi (PT) dinyatakan bersalah. Namun, ditingkat kasasi Mahkamah Agung (MA) ternyata, H. Toto Irianto bebas dinyatakan tidak bersalah.
Diakui Joko, memang dua perkara gugatan warga Perumahan BKP kalah, termasuk gugatan class action yang ditolak Pengadilan Negeri (PN) Cikarang, karena laporan pidana dugaan pemalsuan Akte Jual Beli (AJB) No.76/BP.23/V/1988 tanggal 12 Januari 1988 yang melahirkan 2 sertifikat SHM No.8793 luas 2.910 M2 dan SHM No.8794 luas 5.240 M2 atas nama Bhoen Herwan Irawadi mandek di Polda Metro Jaya (PMJ) hingga kini.
“Coba kalau laporan polisi dugaan pemalsuan itu, TBL/718/II/2011/PMJ/Dit. Reskrimum di Polda Metro Jaya berjalan ngak mandek, pasti ngak akan terjadi seperti ini. Dalam SP2HP perkembangan penyidik Polda Metro Jaya terakhir jelas Sekel Kelurahan dan Camat Tambun Selatan tidak pernah merasa menandatangani AJB tersebut,” kata Joko.
Diungkapkan Joko, banyak keganjilan dilapangan terkait terbitnya 2 sertifikat diatas lokasi lahan yang diklaim warga Perumahan Bulak Kapal Permai (BKP) sebagai lokasi lahan fasos – fasum Perumahan BKP sesuai surat yang ditandatangani 7 unsur diantaranya, Bupati Bekasi, Kepala Agraria dan Dinas PU tahun 1987 yang kini masih tercatat di BPN sesuai Sateplane yang berubah bahwa lokasi itu merupakan fasos-fasum Perumahan BKP.
Pada waktu sidang setempat, pihak Suroyo dan kuasa hukumnya tidak dapat menunjuk batas-batasnya sebagai mana Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) yang baru dibuat tahun 2018. Kemudian Toto dan Sutaryo pada putusannya disuruh kosongkan, sementara mereka sendiri tidak memiliki atau menguasai lahan yang dimaksud makanya kita ajukan banding.
Joko menambahkan, PPJB tahun 2014 atas nama sertifikat yakni, Bhoen Herwan Irawadi ke Yoyok Sudarlim. Sementara, pihak Suroyo yang sekarang mengklaim masih dengan cara PPJB tahun 2018 dari Yoyok Sudarlim yang terkesan sudah memiliki, padahal semuanya masih PPJB ada apa?. Artinya, ada keraguan atau patut diduga mereka ingin coba-coba untuk mendapatkan lokasi lahan tersebut.
“Perjuangan kita bersama warga belum berakhir. Keadilan dan kebenaran itu butuh perjuangan kita lihat akhirnya nanti. Pihak mengklaim sekarang intinya apapun ceritanya, mereka tetap menang, karena merasa sudah dapat sertifikat. Sementara, kita pihak warga berusaha untuk membuktikan bahwa sertifikat itu didapatkan dengan cara yang tidak benar,” pungkas Joko (Indra)