BERITA JAKARTA – Menanggapi merebaknya gerakan buruh yang semakin genjar menolak Omnibus Law Cipta Kerja, beberapa hari lalu Menteri Ketenagakerjaan RI, Ida Fauziah tampil di layar kaca memberikan keterangan pers tentang Omnibus Law Cipta Kerja yang berstatemen bahwa penolakan kaum buruh dan serikat-serikat buruh atas RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini karena buruh dan para serikat buruh belum baca materi yang ada di dalamnya.
Kepada Matafakta.com, Sekretaris Jenderal (Sekjend) DPP Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Emelia Yanti Siahaan mengatakan, pernyataan dan statemen Ibu Menaker sangat menyesatkan, membodohkan dan merendahkan kami selaku serikat buruh. Pemerintah dalam hal ini Kemnaker apa selama ini sudah secara terbuka, jujur menyampaikan draf RUU Omnibus Law ini kepada buruh dan serikat buruh.
“Apakah sudah mengajak, melibatkan semua serikat buruh untuk membahas, membicara soal Omibus Law ini? saya katakan tidak ada!, Pemerintah tertutup dan tidak melibatkan partisipasi publik dalam hal ini buruh dan para serikat buruh secara luas membahas Omnibus Law. Sekarang malah berstatemen bahwa kaum buruh dan serikat buruh belum baca materi yang ada di dalam RUU itu,” katanya, Selasa (18/2/2020).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Perlu Ibu Menteri ketahui, bahwa penolakan yang kami sampaikan, penolakan para buruh dan serikat-serikat buruh itu didasarnya pada fakta lapangan dan karena kami sudah membaca secara seksama pasal demi pasal yang ada dalam RUU tersebut. Dan perlu Ibu Menteri ketahui juga draf itu bukan dari Kemnaker RI atau Ibu Menteri yang kasih, tapi usaha kami sendiri, mengingat RUU ini sangat bersentuhan dan mengancam kami selaku buruh dan kami tegaskan kami akan menolak dengan segala cara yang kami bisa.
GSBI sejak mengetahui Pemerintah ada gagasan akan membuat Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) sebagai jalan karpet merah dalam memfasilitasi Investas, mengeruk sumber dalam alam Indonesia yang semata-mata hanyalah melayani kepentingan kapitalis monopoli asing, mengakomodir investasi asing masuk ke dalam negeri dengan berbagai kemudahan deregulasi, debirokratisasi serta penegakan hukum dan kepastian usaha yang kemudian menyebabkan perampasan dan monopoli tanah dalam sekala besar.
“Akibatnya, petani dan keluarga petani tidak lagi bisa menggarap tanahnya yang kemudian menghasilkan pengangguran dengan tenaga kerja murah, dari awal GSBI sudah menyatakan sikap menolak gagasan tersebut. Mana mungkin kami di serikat buruh mau menerima RUU Cipta Kerja jika dalam cluster Ketenagakerjaan, hak-hak buruh dan serikat buruh malah banyak diamputasi dan dikebiri, perlindungan buruh semakin dihilangkan,” tegasnya.
Dikatakan Emilia, kami menolak Omnibus Law ini karena kami membaca, mempelajari draf yang ada saat ini, termasuk memperhatikan, membaca dan mempelajari statemen, dokumen-dokumen dan berita yang terkait, pernyataan sikap Presiden dan para Menteri termasuk pernyataan sikap dan penjelasan-penjelasan dari Kemnaker dan Ibu sendiri sebagai Menaker selama ini.
Sangat di sayangkan, sebagai seorang Menteri yang membidangi Ketenagakerjaan, berstatemen demikian, ini menunjukkan Ibu tidak pernah turun lapangan, tidak paham masalah yang sesungguhnya tentang kondisi buruh Indonesia, tidak pernah bicara dan mengajak bicara serikat buruh yang ratusan jumlah nya di Indonesia. Seharusnya Menaker memiliki concern yang besar terhadap upaya melindungi hak-hak dasar buruh yang menjadi tanggung jawab Kemenaker, bukan sebaliknya malah terus menghilangkan hak-hak buruh dan menghilangkan berbagai bentuk perlindungan atas kaum buruh. Ibu Menteri harusnya tahu, situasi dan kondisi Perburuhan Indonesia saat ini sangat buruk, dengan kualitas.
“Undang-Undang Ketenagakerjaan yang buruk, ditambah lemahnya pengawasan dan penegakan hukum, sekarang malah akan di buat dan di sahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang akan semakin memperparah kondisi buruh di Indonesia. Jangan hanya karena Investasi buruh dan rakyat yang akan di jadikan korban,” ungkapnya.
Menurut Emilia, menjawab atas masalah pertumbuhan ekonomi, penangguran yang ada, kesejahteraan rakyat itu bukan dengan jalan meng-anak emaskan investasi. Dalam keyakinan kami semua itu akan dapat diatasi jika Pemerintah mau menjalankan Land Reform Sejati & Industrialisasi Nasional. Karena Land reform sejati menjadi pondasi dasar untuk melenyapkan sistem pertanian terbelakang dan monopoli sumber kekayaan alam oleh imperialis dan kaki tangannya, sehingga memiliki cadangan untuk membangun industri nasional yang mandiri dan ketersediaan pangan yang memadai bagi rakyat.
Industrialisasi nasional yang dibangun tanpa harus bergantung pada investasi asing, bahan baku impor dan pasar ekspor. Ini akan menjadikan Indonesia memiliki cadangan modal yang berlimpah untuk dapat membangun kemandirian bangsa dan kesejahteraan bagi rakyat. Upah akan sesuai dengan tingkat kebutuhan hidup buruh dan keluarga, ketersediaan lapangan kerjan akan dibuka seluas mungkin dan juga jaminan kepastian kerja. Seluruh aspek mengenai kepentingan umum (pendidikan, kesehatan, perumahan, jaminan sosial) sepenuhnya menjadi tanggungan Negara.
“Untuk itu GSBI menilai bahwa bagi klas buruh, Omnibus Law hanya akan membuat posisi buruh semakin rentan dalam mendapatkan perlindungan atas kepastian kerja, waktu kerja, Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dan upah murah serta memberikan peluang bagi pengusaha untuk dapat lepas dari jeratan hukum pidana, merusak lingkungan dan merampas sumber daya alam Indonesia,” pungkasnya. (Indra)