BERITA BEKASI – Koalisi Rakyat Bekasi (KIRAB) turut mengawasi penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) bagi masyarakat terdampak virus Corona atau Covid-19 di wilayah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat dan sekitarnya.
KIRAB, hadir untuk memastikan Bansos Covid-19 diterima warga yang membutuhkan serta di kelola dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dari hasil pengamatan, KIRAB menilai pengelolalaan dan penyaluran Bansos yang dilakukan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bekasi, amburadul.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepada Matafakta.com, Penggiat KIRAB, R. Meggi Brotodihardjo mengungkapkan, Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang digunakan untuk menyalurkan Bansos tidak update dan tidak jelas siapa dan dapat apa?.
Lebih miris lagi sambung Meggi, kuat dugaan DTKS yang digunakan out of date produk tahun 2012, sehingga dapat diprediksi, sangat sulit menggambarkan Bansos akan tepat sasaran.
“Meski demikian, Meggi mendesak agar DTKS terus dan segera diperbaharui dengan kondisi masyarakat saat ini,” kata Megi, Minggu (10/5/2020).
Meggi pun meminta, Pemda Kabupaten Bekasi, segera turun ke lapangan untuk memverifikasi dan validasi kondisi existing yang layak mendapat Bansos namun belum masuk DTKS dengan melibatkan RT, RW, Pamong Desa dan Kelurahan.
Selanjutnya kata Meggi, ditetapkan siapa dapat bantuan apa?, termasuk mendata masyarakat yang masuk DTKS namun sebenarnya tidak layak lagi menerima Bansos.
“Pemda segera verifikasi dan validasi langsung ke lapangan untuk memastikan pemberian Bansos agar tepat sasaran jatuh kepada masyarakat yang membutuhkan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Meggi mengatakan, KIRAB juga mempertanyakan tentang Anggaran Pemutakhiran Data Bansos yang setiap tahun selalu ada dan cukup besar namun hasilnya amburadul.
“Dari hasil pemantauan KIRAB terhadap Bansos Covid-19, telah memunculkan berbagai masalah seperti, buruknya data Bansos, penyaluran yang terlambat dan tidak tepat sasaran maupun double, pencitraan, serta dugaan tidak transparan dan tidak akuntabel,” jelasnya.
Hal senada juga dilontarkan, Penggiat KIRAB, Gunawan Sniper mengatakan, sepertinya berbagai kegiatan seputar Bansos Covid-19 dilaksanakan tanpa memperhatikan kaidah transparansi dan akuntabilitas, sehingga terkesan banyak yang ditutup-tutupi. KIRAB mencium, adanya dugaan penyimpangan APBD,” ungkapnya.
Atas temuan itu, lanjut Gunawan, kami KIRAB juga telah berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Cikarang, Kabupaten Bekasi, untuk segera melaporkan berbagai dugaan itu, termasuk kepada pihak-pihak terkait.
Proses pendistribusian lanjut Gunawan, sejumlah bahan pangan juga semestinya melibatkan sektor ekonomi di Bekasi seperti pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), sehingga secara efektif bisa memberdayakan perekonomian di daerah atau di sektor lapisan bawah bisa ikut bergerak dan juga menjaga daya beli.
Tujuannya adalah sambung Gunawan, dalam rangka pemberdayaan UMKM. Jadi jangan hanya jejaring Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tapi juga lebih penting pelaku-pelaku usaha UMKM di daerah ini bisa dilibatkan dalam pengadaan dan distribusi Bansos.
“Kami harapkan juga bukan hanya dalam bentuk Bansos, tapi juga bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT), sehingga masyarakat bisa memiliki daya beli dan juga akan mempunyai efek secara langsung terhadap iklim usaha dan iklim bisnis di bawah seperti UMKM,” tungkasnya.
Disisih lain, Penggiat KIRAB, Rahmat Damanhuri juga sangat menyesalkan hingga saat ini belum ada klarifikasi Bupati maupun Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi soal penempelan sticker atau foto Bupati pada Bansos, maksud dan tujuannya, biayanya dan perintah siapa?.
Menurut Vijay, sapaan akrab Rahmat Damanhuri menilai, politisasi Bantuan Sosial (Bansos) oleh Kepala Daerah dapat dijerat dengan Undang-Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dikatakan Vijay, Kepala Daerah yang mempolitisasi Bansos terindikasi melanggar Pasal 76 ayat (1), Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilarang membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut kata Vijay, pada Pasal 78 ayat (2) disebutkan, bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dapat diberhentikan. Salah satunya pada huruf e yang berbunyi jika melanggar larangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang sebagaimana dimaksud Pasal 76 ayat 1, kecuali huruf c, huruf i dan huruf j.
Aturan ini tambah Vijay, yang dikonstruksi untuk Kepala Daerah yang melakukan politisasi Bansos dan itu bisa dibuktikan untuk di impeach sebagaimana proses yang disampaikan di Pasal 80.
“KIRAB juga menghimbau kepada seluruh masyakat untuk menuruti aturan Pemerintah dalam rangka mengatasi pandemi Covid-19, sebaiknya kita tetap Dirumah Aja, Tidak Mudik, ikuti Protap pencegahan Corona dan bersama-sama menggapai asa Bekasi yang Baru, Bekasi yang Bersih tanpa KKN,” pungkas Salah satu Pengurus KNPI Kabupaten Bekasi ini. (Mul)