BERITA JAKARTA – Masa pendaftaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 semakin dekat yang menyisakan kekhawatiran akan kekuatan-kekuatan politik yang bermain dibalik layar.
Hal itu, dikatakan Pengamat Politik, Samuel F Silaen kepada Matafakta.com, menyoroti perkembangan politik menjelang perhelatan pesta demokrasi pada November 2024 mendatang.
“Kekuasaan yang saling menekan dan intimidasi semakin terlihat dalam upaya memuluskan kepentingan golongan tertentu. Kondisi ini, mencerminkan tantangan besar bagi Demokrasi Indonesia,” terang Silaen, Selasa (20/8/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kota Jakarta, kata Silaen, sebagai eks Ibu Kota menjadi barometer politik Indonesia sekaligus panggung utama yang mencerminkan keragaman suku, agama dan adat istiadat di perhelatan Pilkada 2024.
“Senin sore kemarin, sejumlah partai politik, baik yang memiliki kursi di Parlemen maupun tidak, secara resmi, menandatangani piagam dukungan mengusung Ridwan Kamil dan politikus PKS, Suswono sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur,” ujarnya.
Sementara, di Banten, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar, Lodewijk F. Paulus menyatakan, bahwa Partainya membuka peluang untuk tidak mengusung Airin Rachmi Diany mantan Wali Kota Tangerang Selatan sekaligus Pengurus DPP Partai Golkar.
“Sekjen Partai Golkar membuka peluang untuk tidak mengusung Airin sebagai Bakal Calon Gubernur dalam Pilgub Banten 2024. Airin nyaris terganjal oleh masalah internal Partai,” ungkapnya.
Silaen juga menyoroti adanya indikasi kuat tentang keberadaan ‘invisible man‘ atau kekuatan besar dibalik layar yang mengarahkan peta perpolitikan Indonesia menjadi anti-Demokrasi.
“Fenomena ini, terlihat jelas di Jakarta, namun bagaimana dengan daerah yang jauh dari pantauan media?,” jelasnya.
Selain itu, Alumni Lemhanas Pemuda 2009 ini juga mengkritik adanya dinasti politik yang merusak tatanan Demokrasi dan Supremasi Hukum di Indonesia.
Lebih mengerikan lagi, menurutnya, adalah upaya membunuh kebenaran dan keadilan, terutama dengan banyaknya kasus korupsi yang melibatkan pejabat Negara dan penjualan Aset Negara kepada Investor Asing.
Tak lupa, Silaen juga menyoroti kondisi lembaga-lembaga reformasi seperti KPK, MK dan desentralisasi daerah yang kini mengalami kemunduran.
“Lembaga-lembaga ini justru menjadi lebih rusak dan jahat dibandingkan era kekuasaan Presiden Soeharto. Banyak Kepala Daerah terjerat kasus hukum, termasuk Ketua KPK yang menjadi tersangka kasus pemerasan,” ulasnya.
Hari ini, lanjut Silaen, ada sedikit angin segar bagi seluruh proses Pilkada serentak 2024 yang hendak diborong habis oleh ‘invisible hand’. Namun kebaikan tiba diwaktu yang genting lewat keputusan baru Mahkamah Konstitusi (MK).
“Keputusan MK ini menjadi cermin demokrasi untuk mengakomodir aspirasi Rakyat yang hendak dianeksasi. Alhamdulillah Barakallah,” ucap Silaen.
Putusan terhadap perkara Nomor: 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu dibacakan dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa 20 Agustus 2024.
“Dalam pertimbangannya, MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada Inkonstitusional,” tuturnya.
Lebih lanjut, Silaen memperingatkan bahwa rakyat Indonesia mungkin akan menjadi “budak di negeri sendiri” jika kekayaan bangsa terus dijual murah kepada investor asing.
Silaen juga mengkritik mereka yang duduk di Pemerintahan sebagai hasil dari reformasi, tetapi lupa akan tujuan reformasi tersebut.
“Reformasi yang merenggut nyawa mahasiswa dan rakyat kini dibajak oleh mereka yang menikmati kekuasaan. Demokrasi yang diperjuangkan lewat reformasi 21 Mei 1998, tampaknya gagal dan tinggal kenangan,” pungkasnya. (Sofyan)