BERITA JAKARTA – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, segera membuka kembali kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi atau TPPU dalam proyek pembelian 15 Unit pesawat jenis MA-60.
Dalam proyek itu, Negara telah dirugikan senilai USD 46,5 juta yang pernah diusut pada Mei 2011. Guna mencegah terjadinya cold case, khususnya dalam perkara-perkara korupsi sebagai extraordinary crime.
Harga per-unit pesawat MA-60 yang diproduksi Xian Aircraft Industry tersebut ternyata tidak memiliki sertifikasi Federation Aviation Asministration (FAA) seharga USD 11,2 juta yang disinyalir digelembungkan atau di mark-up menjadi seharga USD 14,3 juta per unit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Skema pembelian yang semula B to B atau Business To Business diubah atau dimanipulasi menjadi G to B yaitu Government To Business,” terang Koordinator MAKI, Boyamin Saiman kepada awak media, usai menyerahkan laporannya kepada Jampidus Kejagung RI di Jakarta, Kamis (1/8/2024).
Awal Kasus Pembelian Pesawat MA-60
Kasus berawal ditengah-tengah berlangsungnya Joint Commission Meeting Indonesia-China pada 29 Mei 2005, terdapat penawaran pembelian pesawat MA-60 kepada perusahaan Merpati Nusantara Airlines yang dilanjutkan dengan penandatangan MoU pada 2006 antara Merpati Nusantara Airlines dengan Xian Aircraft Industry dari China.
Kendati ditolak oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla saat itu, namun pada 5 Agustus 2008, telah dilakukan penandatanganan pembelian 15 unit pesawat MA-60 untuk Merpati Nusantara Airlines antara Dirjen Pengelolaan Utang mewakili Pemerintah Indonesia dengan China Exim Bank.
Sistem pengucuran pinjaman dijamin Pemerintah dengan kebijakan politik pengalokasian anggaran yang hanya berdasarkan persetujuan oknum Anggota DPR-RI Komisi IX dalam hal dikeluarkannya Subsidiary Loan Agreement atau SLA senilai USD 200 juta.
Modus Operandi
Modus operandi untuk “mengamankan” uang hasil Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebesar USD 46,5 juta dilakukan melalui rekayasa dengan memunculkan broker “boneka” yang dikontruksikan seolah-olah menjadi agent penjualan 15 Unit pesawat Xian Aircraft Industry yang diperankan MS, pemilik BPG, dengan memakai PT. MGGS, diduga atas inisiatif AH, pemilik PT. IMC PL, Tbk dan PT. IM.
Uang hasil Tindak Pidana Korupsi pembelian 15 Unit pesawat Xian Aircraft Company sebesar USD 46,5 juta diduga diterima atau ditampung dalam rekening PT. Mega Guna Ganda Semesta yang kemudian diduga dialirkan ke rekening PT. IMC Pelita Logistik, Tbk dan PT. Indoprima Marine yang selanjutnya dialihkan atau dibelanjakan dan dibayarkan untuk pembelian barang-barang, termasuk floating crane batubara diduga guna disamarkan.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI terkonfirmasi PT. MGGS, perusahaan yang berdiri sejak tahun 1983 beralamat di Kawasan Pergudangan Pluit sebagai agent penjualan 15 Unit pesawat Xian Aircraft Industry dari China senilai Rp2,13 triliun atau USD 232,443 juta.
Operasional pesawat dari tahun 2007 hingga 2011 mengalami kerugian sebesar Rp56 miliar dimana salah satu pesawat M-60 jatuh diperairan Kaimana Papua Barat yang menewaskan 27 penumpang pada 7 Mei 2011 silam.
Sesuai fakta dan alat bukti yang saling berkesesuaian, dugaan Tindak Pidana Korupsi Korupsi atau TPPU dalam pembelian 15 Unit pesawat MA-60 yang merugikan Negara senilai USD 46,5 juta tersebut, dikualifisir melanggar Undang-Undang (UU) Nomor: 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jo UU Nomor: 20 Tahun 2001, tentang perubahan atas UU Nomor: 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 4 UU Nomor: 8 Tahun 2010, tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU atau Pasal 5 UU Nomor: 8 Tahun 2010, tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
“Terdapat alasan hukum yang kuat bagi Kejaksaan Agung untuk membuka kembali kasus tersebut untuk dilimpahkan ke Pengadilan,” tegas Boyamin.
MAKI menolak menjelaskan nama-nama lengkap pelaku dan perusahaan yang dipakai. Namun berdasarkan rekaman jejak digital, broker yang dimaksud dijadikan “boneka” yang dikontruksikan seolah-olah menjadi agent penjualan 15 unit pesawat Xian Aircraft Industry.
Broker yang dimaksud adalah Mulyadi Senjaya, pemilik Bukit Pelangi Golf, dengan memakai PT. Mega Guna Ganda Semesta, diduga atas inisiatif Adi Harsono, pemilik PT. IMC Pelita Logistik, Tbk dan PT. Indoprima Marine yang juga suami mantan Menteri Perdagangan RI ke-26. (Sofyan)