BERITA BEKASI – Setelah peninggalan mantan Walikota Bekasi, Rahmat Effendi atau biasa disapa Pepen, tata kelola Pemerintahan Kota Bekasi berantakan.
Hal itu, dikatakan Ketua Jaringan Nusantara Watch (JNW), Indra Sukma, menyikapi perkembangan dimassa transisi Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi, Jawa Barat.
“Dulu, bukan hanya mendapatkan WTP, Kota Bekasi juga sebagai salah satu Kota tercepat dalam penyelesaian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah,” terangnya, Minggu (16/6/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun sekarang, kata Indra, terdapat 20 temuan dan 84 rekomendasi dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI yang harus segera diselesaikan selama 60 hari.
“20 temuan dan 84 rekomendasi BPK RI itu masalah pendapatan, asset dan belanja. Ini terungkap hasil rapat DPRD dengan TPAD dan beberapa OPD Kota Bekasi,” ungkapnya.
Dikatakan Indra, temuan dan rekomendasi, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat, kali ini lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya.
“Ini bukan hoaks, tapi bukti kepemimpinan mantan Walikota Bekasi, Tri Adhianto sepeninggalan Rahmat Effendi gagal. Artinya, tidak mampu menjalankan tugas,” sindir Indra.
Indra pun prihatin dengan raihan penilaian opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas penilaian tata kelola Keuangan Pemkot Bekasi dari hasil pemeriksaan BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat.
“Memang WTP tidak menjamin Pemerintah Daerah bersih atau bebas dari korupsi, tapi jika tata kelola berantakan seperti sekarang justru peluang dugaan korupsi lebih terbuka,” imbuhnya.
Masih kata Indra, opini WTP yang diberikan BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat, hanya menilai tata kelola keuangannya yang dilakukan baru hanya sampling, tidak dilakukan audit secara keseluruhan.
“Penilaian sementara, baru sampling karena kalau diaudit secara menyeluruh waktunya ngak cukup. Itu aja Pemkot Bekasi udah WDP, gimana kalau dilakukan audit secara menyeluruh,” sindirnya.
Selain itu, Indra juga menyesalkan keberadaan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bekasi yang tidak maksimal menjalankan perannya sebagai Penegak Hukum yang berada diwilayah yang berbanding terbalik dengan Lembaga diatasnya yakni Kejaksaan Agung RI.
“Sayangnya, semangat pemberantasan korupsi Kejaksaan Agung tidak menular ke Kejaksaan wilayah. Logikanya, masa sekian banyak dugaan korupsi diwilayah tidak satupun bisa dijerat,” pungkasnya. (Dhendi)