Warga Perumahan Grand Tarumaja Gugat Developer, BUMN Hingga Presiden

- Jurnalis

Jumat, 17 Mei 2024 - 12:21 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto: Penasehat Hukum: Ramses Kartago, SH

Foto: Penasehat Hukum: Ramses Kartago, SH

BERITA JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir dan Bank Tabungan Negara (BTN) digugat di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Penggugat adalah Lukman Lubis warga Perumahan Grand Tarumaja terhadap Developer PT. Rosma Dian Gemilang (RDG) atau H. Madinah melalui fasiltas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari BTN, terkait sertifikat rumahnya yang tak kunjung dapat dimiliki.

Gugatan Perdata dengan No. 84/Pdt.G/2024/PN. Jkt. Pst antara Lukman Lubis melawan Developer PT. RDG dengan Direktur H. Madinah, PT BTN (Persero) Tbk, Menteri BUMN, Erick Thohir dan Presiden RI Joko Widodo bergulir setelah gagal mencapai kesepakatan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Perkara berawal Lukman Lubis membeli rumah dari Developer PT. RDG melalui fasiltas KPR BTN dengan jangka waktu 15 tahun. Namun, setelah lunas membayar angsuran BTN tidak dapat menyerahkan sertipikatnya.

Selain Lukman Lubis, ada sekitar sepuluh warga yang sudah bertahun-tahun lunas membayar angsuran rumah namun hingga saat ini sertifikat mereka belum diserahkan BTN.

“Kami sangat menyesalkan sikap Presiden Jokowi melalui Kuasa Hukumnya yang terkadang tidak hadir saat mediasi dan juga sikap Menteri BUMN, Erick Thohir yang bersifat pasif,” kata Penasihat Hukum penggugat Lukman Lubis, Ramses Kartago, SH, Kamis (16/5/2024).

Tidak proaktif dan tidak mau memerintahkan BTN untuk segera menyerahkan sertifikat dan memberikan jaminan hukum penyelesaian yang tidak merugikan warga. Penasihat Hukum petinggi Negara itu hanya mengikuti apa yang dikatakan BTN.

“Seharusnya Pak Jokowi selaku Presiden RI dan Pak Erick Thohir selaku Menteri BUMN bisa memberikan jaminan kepastian hukum sertifikat pasti diserahkan,” ujar Ramses.

Penasihat Hukum BTN dan Developer tidak bersedia mengomentari tak tercapainya perdamaian saat mediasi.

Saat mediasi, pihak BTN dan Developer mengatakan, saat ini sertifikat masih dalam bentuk sertifikat induk dan masih dilakukan proses penurunan hak menjadi HGB. Untuk pemecahan hingga balik nama menjadi atas nama penggugat diperlukan waktu selama delapan bulan yakni selambat-lambatnya hingga Desember 2024.

Menurut Ramses, penggugat menerima usul yang disampaikan BTN dan Developer. Bila perlu menambah jangka waktu penyelesaian selama satu tahun lagi. Hanya saja harus ada syarat bahkan sanksinya berupa Uang Paksa (Dwang Som).

Jika sertifikat tidak dapat diserahkan BTN Desember 2024, maka BTN dan Developer harus membayar Uang Paksa (Dwang Som) sebesar Rp10 juta setiap hari keterlambatan.

Hal ini merupakan bentuk keseriusan dan jaminan dari BTN dan Developer bahwa sertifikat pasti selesai Desember 2024.

“Jangan hanya omon-omon doang, kami sudah muak dan bosan dengan janji-janji manis. Tanpa adanya Uang Paksa (Dwang Som) tersebut, maka putusan perdamaian (Dading Vonis) tidak ada artinya karena tidak dapat dilaksanakan (Non Excutebel),” jelasnya.

Baca Juga :  FMD Sebut Irfan Hanya Mengaku-aku Staff Senator DPD-RI Asal Sulteng

Pihak BTN menolak ketentuan Uang Paksa (Dwang Som) tersebut dengan alasan tanggung jawab pengurusan sertifikat ada pada Seveloper.

Saat mediasi tersebut, BTN mengajukan skema penyelesaian sertifikat, sebagaimana usul mediasi BTN tanggal 30 April 2024. Penyelesaian sertifikat maksimal selama delapan bulan mulai dari proses penurunan hak dari hak milik menjadi HGB, pemecahan (splictzing) dua bulan, pembayaran pajak SPP & BPHTB satu minggu, validasi pajak.

Ramses mengungkapkan, antara penggugat dengan Developer sudah dilangsungkan Akta Jual Beli (AJB) pada tanggal 21 Februari 2013 dan penggugat sudah membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan sudah divalidasi.

Penggugat juga sudah menandatangani Surat Kuasa Memasang Hak Tanggungan (SKMHT) kepada BTN pada tanggal 21 Februari 2013 dan membayar Biaya Pemberian Akta Hak Tanggungan senilai Rp1.000.000.

“Jika mengikuti skema yang diajukan oleh BTN maka dapat disimpulkan AJB dan pembayaran BPHTB yang sudah dilaksanakan tidak berlaku. Demikian juga SKMHT tidak berlaku, karena sudah daluwarsa,” ujarnya.

Dengan demikian, ada dugaan BTN tidak mempunyai atau memegang jaminan kredit padahal dalam perjanjian kredit disebutkan sebagai jaminan kredit adalah tanah dan bangunan rumah yang dibeli oleh penggugat dan diserahkan kepada BTN sebagai jaminan pembayaran hutangnya.

Untuk itu dibuatkan AJB, pembayaran BPHTB dan sudah divalidasi dan SKMHT. Namun tidak dilakukan penurunan hak, pemecahan dan balik nama selama 11 tahun.

BTN mempunyai kepentingan menyelesaikan proses pemecahan dan balik nama sertifikat agar bisa diikat dengan hak tanggungan sebagai jaminan Kredit. Jika penggugat wanprestasi maka dapat dilakukan lelang atas objek jaminan, sehingga hak-hak BTN dijamin.

Jika hal ini, sambung Ramses, belum dilakukan selama kurun waktu 11 tahun maka patut diduga adanya niat jahat (meansre) BTN dan Developer yang mengakibatkan kerugian kepada negara (Tipikor).

“BTN itu kan BUMN, pemegang sahamnya negara, kenapa dikucurkan KPR tanpa ada jaminan, kan yang rugi negara?. Kami menghimbau penegak hukum yakni, Polisi, Jaksa dan KPK untuk melakukan penyelidikan terkait hal ini,” terangnya.

Ramses juga mengungkapkan, Developer H. Madinah bukan pemilik tanah akan tetapi sebagai kuasa dari Abdul Wadud selaku pemilik untuk menjual tanah tersebut.

“Sekarang Developer sudah tidak operasional lagi dalam Properti.  Dalam pemberian kuasa jika salah satu pihak meninggal dunia (pemberi atau penerima kuasa) maka berdasarkan Pasal 1813 KUH Perdata pemberian kuasa berakhir,” ujarnya.

“Itu berarti kuasa yang diberikan Abdul Wadud selaku pemilik untuk menjual tanah tersebut tidak berlaku lagi dengan meninggalnya salah satu pihak,” tambahnya.

Baca Juga :  Kasus Proyek Naskah Akademik Desa di Kabupaten Bekasi Mandek!

Masih kata Ramses, pihaknya tidak mengetahui apakah Abdul Wudud masih hidup atau tidak. Hal itu hanya diketahui BTN dan Developer. Jika Abdul Wadud telah meninggal dunia sedangkan AJB yang sudah pernah dilakukan sudah tidak dapat dipergunakan lagi, karena daluwarsa.

“Maka hal ini menyebabkan tidak dapat dilakukan kembali AJB sebagai peralihan hak dan balik nama kepada penggugat. Karena itu kami meragukan sertifikat dapat diselesaikan Desember 2024. Itu pula alasannya mengapa kami meminta Uang Paksa atau Dwang Som,” ucap Ramses.

Dikatakan Ramses, BTN tidak menerapkan prinsip kehatian-hatian perbankan (Prudential Banking Principle) yang mewajibankan BTN melindungi kepentingannya dan tidak merugikan kepentingan nasabahnya sebagaimana ditegaskan dalam UU No. 7 tahun 1992, tentang Perbankan jo UU No. 10 tahun 1998, tentang Perubahan Atas UU No. 7 tahun 1992.

“Jika BTN tidak bertanggung jawab maka animo masyarakat akan untuk membeli rumah melalui KPR BTN akan menurun. Masyarakat akan ragu kepada BTN. BTN tidak bisa cuci tangan, karena selama ini penggugat bayar angsuran kepada BTN, karenanya sertifikat diminta dari BTN,” ulasnya.

Bank itu, lanjut Ramses, pada prinsipnya kepercayaan (Trust), menjual kepercayaan. Jika BTN tidak bertanggung jawab maka animo atau kepercayaan masyarakat untuk membeli rumah melalui KPR BTN akan menurun. Masyarakat akan ragu kapabilitas dan bonafitas BTN.

Ditariknya Presiden Joko Widodo dan Menteri BUMN Erick Thohir

Ditariknya Presiden RI Joko Widodo selaku pribadi dan Presiden RI dan Menteri BUMN, Erick Thohir selaku pribadi Menteri BUMN dalam perkara ini karena pemegang saham BTN adalah negara.

“Presiden RI adalah pusat dari kekuasaan pemerintahan atau top administrator dalam penyelenggaraan negara sehingga bertanggung jawab terkait dengan kinerja BTN selaku BUMN,” tegas Ramses.

Presiden dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan negara dibantu oleh menteri-menteri dan instansi penegak hukum dan untuk urusan BUMN dibantu Menteri BUMN.

“Dengan demikian berlaku azas The Concentration of Power and Responsibility upon the Presiden,” jelas Ramses.

Perkara ini juga telah dilaporkan ke  Polda Metro Jaya  dengan Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor: STTLP/B/92/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA, tanggal 7 Januari 2024 atas nama pelapor, Lukman Lubis.

“Penanganannya dilimpahkan ke Polres Metro Bekasi dan Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor : STLLP/B/155/I/2024/SPKT POLDA METRO JAYA, tanggal 10 Januari 2024 atas nama pelapor Hartopo melaporkan ke Polda Metro Jaya dugaan tindak pidana penggelapan dan penipuan yang dilakukan oleh pimpinan Bank dan Developer,” pungkasnya. (Sofyan)

Sidang dilanjutkan tanggal 28 Mei 2024 dengan agenda pembacaan gugatan

Berita Terkait

Ini Kata Alvin Lim Jawab Sindiran Hotman Soal Harta, Karir dan Reputasi
FMD Sebut Irfan Hanya Mengaku-aku Staff Senator DPD-RI Asal Sulteng
Kasus Proyek Naskah Akademik Desa di Kabupaten Bekasi Mandek!
Semakin Garang, Alvin Lim Apresiasi Kinerja Mabes Polri
LQ Indonesia Law Firm Kembali Torehkan Prestasi Tangani Asuransi
Respon Kapolda Metro Jaya Kemungkinan Ancaman Terorisme Saat Nataru
Kapolda Metro Jaya Bakal Pelototi Peredaran Narkoba saat Nataru
Plexing Naik Helikopter, Anggota DPR Deddy Sitorus Dilaporkan Gratifikasi
Berita ini 265 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 20 Desember 2024 - 18:15 WIB

Ini Kata Alvin Lim Jawab Sindiran Hotman Soal Harta, Karir dan Reputasi

Jumat, 20 Desember 2024 - 12:40 WIB

Kasus Proyek Naskah Akademik Desa di Kabupaten Bekasi Mandek!

Jumat, 20 Desember 2024 - 11:57 WIB

Semakin Garang, Alvin Lim Apresiasi Kinerja Mabes Polri

Jumat, 20 Desember 2024 - 09:57 WIB

LQ Indonesia Law Firm Kembali Torehkan Prestasi Tangani Asuransi

Kamis, 19 Desember 2024 - 20:17 WIB

Respon Kapolda Metro Jaya Kemungkinan Ancaman Terorisme Saat Nataru

Berita Terbaru

Kejari Pulau Taliabu

Berita Daerah

Kejari Pulau Taliabu Musnakan Sejumlah Barbuk Hasil Kejahatan

Sabtu, 21 Des 2024 - 15:44 WIB

Keraton Surakarta

Lifestyle

Duo Penegak Hukum Raih Gelar Bangsawan Keraton Surakarta

Sabtu, 21 Des 2024 - 14:29 WIB