BERITA JAKARTA – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan Lembaga Pengawasan, Pengawalan dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) mengajukan permohonan pemeriksaan Pra Pradilan tidak sahnya penghentian penyidikan terhadap, Airlangga Hartarto.
Seperti diketahui, dalam perkara tindak pidana korupsi kelangkaan minyak goreng Kejaksaan telah melakukan penyidikan beberapa orang dan korporasi yang telah diputus bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Mereka adalah, Indra Sari Wisnu Wardhana (mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan), Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei (anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Perekonomian).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Master Parulian Tumanggor (Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia), Stanley M.A (Senior Manager Corporate Affair PT. Victorindo Alam Lestari) dan Pierre Togar Sitanggang (General Manager Bagian General Affair PT. Musim Mas).
Kaitan hal tersebut, Pengadilan Tipikor belum pernah memeriksa dan memutus perkara tindak pidana korupsi minyak goreng dengan terdakwa bernama Airlangga Hartarto yang pernah diperiksa pada tanggal 24 Juli 2023 sebagai saksi.
“Bahwa dengan demikian, ketentuan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP tidak dapat diterapkan pada perkara dengan nama Airlangga Hartarto dan permohonan Praperadilan aquo wajar untuk diteruskan dan tidak dinyatakan gugur,” sebut MAKI dalam suratnya.
Kasus ini bermula tahun 2022 dari langkanya minyak goreng, khususnya minyak goreng curah, sehingga Pemerintah perlu melakukan langkah-langkah strategis agar kebutuhan masyarakat akan minyak goreng dapat diatasi dengan harga terjangkau.
Disaat bersamaan, Pemerintah memberlakukan berbagai kebijakan untuk mengatasi kekisruhan tersebut. Salah satu, kebijakan Pemerintah adalah wajib pemenuhan domestik atau Domestic Market Obligation (DMO) bagi eksportir minyak sawit.
Menurut Kejaksaan terjadi permufakatan jahat antara pemohon ijin dengan pemberi izin untuk fasilitas persetujuan ekspor, dimana persetujuan ekspor dikeluarkan kepada eksportir yang seharusnya ditolak karena tidak memenuhi syarat.
Yaitu, telah mendistribusikan CPO dan RBD Olein dengan harga tidak sesuai harga penjualan dalam negeri (DPO). Juga, tidak mendistribusikan 20 persen dari ekspor CPO dan RBD Olein ke pasar dalam negeri sesuai ketentuan DMO.
Namun, pada tanggal 16 Maret 2022, Airlangga Hartarto selaku Ketua Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, telah memimpin rapat yang pada pokoknya justru menghasilkan penghapusan harga eceran tertinggi minyak goreng curah dan menghapuskan ketentuan DMO.
“Hal ini justru bertentangan dengan perintah Presiden yang menaikkan DMO dari 20 persen menjadi 30 persen yang menguntungkan 3 korporasi, yaitu PT. Wilmar Group, PT. Permata Hijau Group dan PT. Musim Mas Group yang sudah ditetapkan tersangka,” sebut MAKI.
Kejaksaan telah memeriksa Airlangga Hartarto sebagai saksi, namun hingga permohonan Praperadilan aquo diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, status Airlangga Hartarto tidak ditetapkan sebagai tersangka.
“Atau dengan kata lain terdapat upaya tebang pilih. Hal mana merupakan bentuk penghentian penyidikan dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi minyak goreng,” tegas MAKI.
Sebelumnya, MAKI pernah mengirimkan surat desakan kepada Kejaksaan agar menetapkan Airlangga Hartarto sebagai tersangka dan mengirimkan surat desakan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar mengambil alih penyidikan, namun tidak ada direspon.
Hingga permohonan Praperadilan aquo diajukan ke PN Jakarta Selatan, Kejaksaan terkesan tidak sungguh-sungguh dalam menangani perkara tindak pidana korupsi aquo bahkan terkesan mendapatkan hambatan dalam menangani perkara.
“Oleh karena itu, wajar jika turut termohon seperti KPK diperintahkan untuk mengambil alih penyidikan,” pungkas MAKI. (Sofyan)