BERITA JAKARTA – Meski menang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bahkan hingga ketingkat Mahkamah Agung (MA), ternyata tidak memuluskan perjuangan Guru Besar IPB University Prof. Ing Mokoginta untuk menguasai haknya lahan seluas 1,7 hektar di Gogagoman, Kotamobagu, Sulawesi Utara.
Padahal, putusan PTUN sampai PK (Peninjauan Kembali) Mahkamah Agung, telah memutuskan bahwa sertifikat turunan 2567 atas nama Stella Mokoginta istri dari Harry Kindangen salah satu pengusaha besar di Manado tersebut sudah dibatalkan namun tanah seluas 1,7 hektar tersebut masih dikuasai.
Dalam perkara tersebut, Prof. Ing Mokoginta melaporkan 12 orang yang diduga terlibat pemalsuan dokumen hingga menjadi sertifikat diatas tanah SHM (Sertifikat Hak Milik) milik keluarganya ke Polda Sulawesi Utara tahun 2021 dibawah kepemimpinan Irjen Pol. Nana Sudjana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pelapor, Prof. Ing Mokoginta mulai mendapatkan angin segar setelah melalui 5 Kapolda pada 4 tahun silam laporan polisinya dinaikan ke tahap penyidikan dimasa kepemimpinan Kapolda Sulawesi Utara (Sulut), Irjen Pol. Nana Sudjana. Setelah berproses lagi-lagi angin segar tersebut kembali meredup lari dari harapan.
Selanjutnya, tahun 2022, Prof. Ing Mokoginta meminta bantuan hukum melalui Law Firm LQ Indonesia Law Firm yang dikenal vokal dan berani dalam memperjuangkan hak para kliennya dibawah asuhan CEO sekaligus Founder LQ Indonesia Law Firm, Advokat Alvin Lim, SH, MH.
Dalam prosesnya, LQ Indonesia Law Firm menemukan bahwa kasus tanah di Gogagoman, Kotamobagu, Sulut dengan terlapor Stella Mokoginta diakui salah satu oknum petinggi Polda Sulut ada peran eks petinggi Polda Sulut ber inisial RL yang membuat kasus kliennya Prof. Ing Mokoginta jalan ditempat selama bertahun-tahun.
Dugaan itu, juga diperkuat hasil penelusuran LQ Indonesia Law Firm selaku Kuasa Hukum Prof Ing Mokoginta pada profil Perusahaan PT. Hasjrat Abadi (HA) milik suami terlapor Stella Mokoginta yakni, Harry Kindangen tercatat bahwa oknum RL ternyata menjabat sebagai Komisaris Independen.
Lapor Pidana ke Bareskrim Mabes Polri
Pupus harapan di Polda Sulut, LQ Indonesia Law Firm melalui Aduan Masyarakat (Dumas) mendampingi pelapor Prof. Ing Mokoginta ke Bareskrim Mabes Polri melaporkan dugaan pelanggaran yang dilakukan penyidik Polda Sulut dalam penanganan perkara dugaan pidana perampasan tanah dan pemalsuan surat.
Selanjutnya, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri mengundang Prof. Ing Mokoginta terkait adanya aduan masyarakat yang sebelumnya dilayangkan Prof. Ing Mokoginta dengan pendampingan LQ Indonesia Law Firm dugaan pelanggaran yang dilakukan penyidik Polda Sulut tersebut.
Prof. Ing Mokoginta datang ke Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan pada Selasa 17 Mei 2022 sekitar pukul 13.00 WIB memenuhi undangan dengan didampingi dua orang Kuasa Hukum dari LQ Indonesia Law Firm yakni, Jaka Maulana, SH dan Franziska Runturambi, SH.
Kepada awak media, pelapor Prof. Ing Mokoginta menjelaskan bahwa maksud kedatangannya untuk memenuhi undangan dari Kanit IV Subdit I, Direktorat Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri guna dimintai keterangan dan klarifikasi dugaan pidana perampasan tanah dan pemalsuan surat di Gogagoman, Kotamobagu, Sulut.
Advokat Franziska Runturanbe, SH dari LQ Indonesia Law Firm juga menjelaskan, bahwa perkara yang menyeret nama Stella Mokoginta yang merupakan isteri dari salah satu pengusaha besar di Manado, Harry Kindangen, pemilik PT. Hasjrat Abadi (HA) bermula pada tahun 2017.
Ketika itu, Prof. Ing Mokoginta dan dr. Sientje Mokoginta selaku pemilik atas sebidang tanah seluas 1,7 hektar di Kota Kotamobagu berdasarkan SHM tahun 1980, menemukan adanya penerbitan sertifikat tahun 2017 yang diduga dipalsukan dan cacat prosedural diatas bidang tanah tersebut.
Prof. Ing Mokoginta dan ahli waris lainnya kemudian mengajukan pembatalan terhadap sertifikat tersebut melalui PTUN, gugatannya sendiri telah inkracht, bahkan sertifikat yang diduga cacat prosedural tersebut telah dinyatakan batal dan ditarik peredarannya oleh Kantor Pertanahan setempat.
Namun anehnya, kata Fransiska penanganan terhadap dugaan tindak pidana pemalsuan surat hingga menjadi sertifikat tersebut seolah tidak pernah bisa diungkap dan diproses secara hukum, sehingga terlapor dugaan penyerobotan tanah masih menguasai lahan milik pelapor Prof. Ing Mokoginta.
Sulitnya Menuntut Keadilan Dari Polda Sulut ke Bareskrim Polri
Perkara dugaan tindak pidana pemalsuan surat, penggelapan dan penguasaan tanah tanpa alas hak yang tengah ditangani Bareskrim Mabes Polri kini dirasa mulai kembali jalan ditempat.
Ironisnya, stagnan itu justru terjadi setelah penyidik Dittipidum Bareskrim Mabes Polri turun gunung melakukan pemeriksaan ke wilayah Kepolisian Daerah Sulawesi Utara (Polda Sulut).
Hal tersebut, disampaikan Advokat Jaka Maulana, SH, dari LQ Indonesia Law Firm selaku Penasehat Hukum, Prof. Ing Mokoginta.
Dalam keterangannya Jaka menuding adanya intervensi dan keterlibatan oknum yang mencoba menghalang-halangi pengungkapan dugaan tindak pidana yang diduga dilakukan Stella Mokoginta.
“Ini kali kedua perkara kami mengalami zero progress seperti ini. Pertama adalah pada sekitar akhir tahun 2022, Penyidik Bareskrim ketika itu turun dan melakukan pemeriksaan ke Manado, sepulang dari sana mereka dapat banyak tambahan alat bukti, kami ingat betul waktu itu penyidik seolah sangat antusias dan yakin perkara akan segera tuntas,” katanya.
Tapi yang terjadi kemudian, lanjut Jaka, justru sebaliknya. Terhitung semenjak bulan Februari 2023 sampai dengan bulan Juni 2023, hanya ada sekitar 3 saksi yang diperiksa oleh penyidik. Sementara surat panggilan terhadap terlapor pun terkendala karena persoalan teknis terkait pengiriman panggilan.
“Katanya alamat tidak ditemukan. Padahal itu orang tinggal di pusat kota dan semua orang di Manado hampir engga ada yang engga kenal dia. Aneh kalo engga ketemu,” ungkap Jaka.
Namun, Jaka mengakui pihaknya pada saat itu masih berusaha untuk berpikir positif dan menghormati proses yang berjalan. Hingga akhirnya pada awal bulan Juni, Penyidik kembali melakukan pemeriksaan ke wilayah hukum Polda Sulut.
Dimana berdasarkan informasi yang beredar, dalam kegiatan dinas yang berlangsung lebih kurang selama 7 hari tersebut, Penyidik telah memeriksa tidak kurang dari 8 orang dengan status saksi, termasuk diantaranya adalah para terlapor Stella Mokoginta.
“Sebelum (Penyidik) berangkat, memang kami sempat berkoordinasi. Bahasanya waktu itu mereka sudah memahami peran serta dari para saksi masing-masing. Kami percaya aja. Eh, ternyata pas pulang dari sana, begitu lagi,” pungkas Jaka.
LQ Indonesia Law Firm Siap Suarakan Keadilan Bagi Prof. Ing Mokoginta
Sementara, Advokat Fransiska Martha Ratu, SH dari LQ Indonesia Law Firm yang juga merupakan Penasihat Hukum Prof. Ing Mokoginta menambahkan, semenjak penyidik turun ke Manado kemarin, mereka seolah mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dan berkoordinasi.
“Beberapa kali kami coba hubungi untuk minta waktu, sekadar untuk menindaklanjuti hasil kegiatan di sana. Tapi sulit sekali, engga jelas kenapa. Kalau begini jadi ada sedikit penyesalan juga engga ikut mengawal ke Manado kemarin,” ucap Siska.
“Kemarin di Manado kan mereka sempat bertemu dengan para terlapor dalam rangka pemeriksaan, tapi yaa mudah-mudahan engga ada kaitannya dengan perubahan sikap pada Penyidik belakangan ini,” tambah Siska.
Oleh karena itu, kemudian, baik Siska dan Jaka menghimbau kepada penyidik agar tetap menjaga integritas dan profesionalisme dalam menangani perkara ini.
“Kami bukan engga tau upayanya terhadap situasi yang demikian, hanya saja kami masih berusaha untuk menahan diri demi memberikan keleluasaan bagi Penyidik yang menangani perkara ini,” ujarnya.
“Tapi itu bukan tanpa batasan, jadi kalau memang nanti berdasarkan pertimbangan kami, ada dugaan yang beralasan, ya mau engga mau akan kami tempuh upaya. Ramaikan sekalian,” tambah Siska mengakhiri. (Indra)