BERITA JAKARTA – Penegakan hukum Indonesia makin amburadul, tidak hanya soal kasus investasi bodong, tapi juga “Advokat Bodong” berkeliaran di Indonesia. Terbaru adalah Advokat Juristo, SH.
Juristo mengaku Advokat dan sudah menyandang gelar Sarjana Hukum (SH), walaupun kenyataannya di Pangkalan Data Dikti belum lulus Sarjana Hukum dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Gunung Jati.
Menanggapi hal tersebut, Advokat Maria Purba dari Firma Hukum Merah Putih menanyakan, apakah para dosen di sekolah hukum yang bersangkutan tidak mengajarkan definisi dari Sarjana Hukum?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Apakah oknum Juristo yang baru semester 5 di STIH Gunung Jati bisa secara sah dan resmi menyandang gelar sarjana dibelakang namanya?,” tanya Maria kepada awak media, Minggu (23/4/2023).
Dikatakan Maria, sudah dipaparkan di Peraturan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor: 59 bahwa pengenaan gelar Pendidikan Tinggi hanya untuk lulusan.
“Digarisbawahi kata Lulusan ini. Jadi mengunakan gelar Pendidikan Tinggi untuk orang yang belum lulus melanggar ketentuan Undang-Undang,” tegas Maria.
Oknum seperti Juristo dengan gamblang mengunakan gelar Advokat selain gelar SH, juga menyalahi aturan Pasal 3 dan 4 UU Nomor: 18 Tahun 2003, tentang Advokat, dimana selain syarat lulus Sarjana Hukum, juga harus ikut magang selama 2 tahun serta di sumpah di Pengadilan Tinggi (PT) setempat.
“Bagaimana seseorang yang belum lulus Sarjana Hukum bisa di sumpah Advokat? Pastinya oknum tersebut hanya mengaku-ngaku advokat saja,” sindir Advokat Maria.
Lalu, apa sangsinya bagi oknum seperti Juristo yang mengaku Advokat padahal belum Lulus Sarjana Hukum? UU Advokat mengatur ancaman pidana bagi oknum yang mengaku advokat padahal belum memenuhi syarat yaitu ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara.
“Masyarakat wajib hindari oknum pengacara yang mengaku-ngaku Advokat dan hal seperti inilah yang merusak profesi Advokat,” kata Maria.
Officium Nobile tercoreng oleh adanya oknum seperti Juristo yang mengaku Advokat dan menipu kliennya seperti Maria Jenny dan malah menghalangi perjuangan LQ Indonesia Law Firm yang gigih melawan oknum.
“Sangat disayangkan Pemerintah kurang memperhatikan penegakan hukum. Lucu Advokat beneran malah bisa menghalangi maaf Advokat Bodong,” sindir Maria.
Akibat dari mengunakan Advokat Bodong seperti Juristo nantinya masalah tidak akan bisa selesai dan teratasi dan masyarakat malah makin terpuruk.
“Ditambah lagi jika belum lulus dipastikan oknum tersebut tidak bisa menghadiri sidang sebagai Kuasa Hukum dan hanyalah berfungsi sebagai makelar kasus,” tungkasnya. (Indra)