BERITA JAKARTA – Orang tua mana pernah berpikir bahwa perbuatan anaknya dapat mendatangkan mala petaka berat bagi keluarganya. Pasti tidak ada yang berpikir demikian, tak pula kejadian yang sedang menimpa Rafael Alun Trisambodo (RAT). Hal tersebut, dikatakan Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (Laksamana), Samuel F Silaen.
“RAT saat ini boleh dikatakan sedang apes-apesnya, karena perbuatan anaknya sendiri yakni Mario Dandy Satrio (20) yang melakukan penganiayaan berat terhadap Cristalino David Ozora (17),” kata Silaen, Rabu (8/3/2023).
Mungkin saja, kata Silaen, Mario Dandy juga tak pernah berpikir bahwa perbuatannya akan seperti saat ini, apalah hendak dikata nasi sudah jadi bubur. Kasus penganiyaan Mario Dandy sampai menyita perhatian publik yang sangat luas dan itu sangat berdampak sistemik juga pada orang tuanya yang juga pegawai DJP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Mungkin saja apa yang menimpa RAT ini, ibarat seperti gunung es yang tidak tampak dipermukaan itu jauh lebih besar,” sindir alumni Lemhanas Pemuda 2009 itu.
Peristiwa ini, seharusnya dijadikan oleh aparat pemerintah untuk bersih-bersih dari perbuatan koruptif birokrasi yang notabene menjadi pelayan rakyat. Tidak hanya berhenti pada RAT semata tapi secara menyeluruh kepada semua pejabat negara yang digaji dengan uang rakyat.
“Jangan hanya berani kepada RAT saja, tapi kasusnya RAT ini dijadikan pintu pembuka kotak pandora. Sebab tidak ada jaminan tunjangan kinerja (Tukin) yang besar membuat birokrat takut untuk korupsi. Jadi pemerintah harus evaluasi Tukin yang besar itu ternyata bukan solusi agar birokrasi tidak korupsi,” jelas mantan fungsionaris DPP KNPI itu.
“Jangan- jangan Tukin itu sebagai bentuk trigger yang tidak disadari oleh pemerintah selama ini. Kok gaji sudah besar tapi masih mau korupsi? Ada apa?,” tanya Silaen heran.
Tukin yang besar itu harus di hapus, bila perlu anggaran Tukin itu dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk program pengentasan kemiskinan. Mungkin saja banyak orang miskin bisa terkatrol penghidupannya menjadi lebih sejahtera. Dari pada Tukin itu hanya dinikmati oleh segelintir birokrat saja.
“Pemerataan dan penyebaran jangkauan anggaran untuk pengentasan kemiskinan jauh lebih banyak mudaratnya bagi rakyat banyak yang tersebar di seluruh wilayah republik Indonesia. Misalnya, sulitnya akses jalan diberbagai tempat dan daerah, ini perlu di cek and ricek secara bertingkat dan berjenjang, kebijakan demikian dapat meminimalisir terjadinya perbuatan koruptif di garda terdepan dalam pelayanan rakyat,” ungkap Silaen.
Selanjutnya, penegakan hukum tidak boleh dilakukan seperti penindasan yang berlebihan dikarenakan apesnya seseorang seperti yang dialami oleh RAT yang sekarang ini. Paralel juga dilakukan oleh aparat penegak hukum untuk menuntaskan kasus yang dilakukan oleh Mario Dandy agar dikemudian hari tidak terjadi kembali hal yang serupa.
“Jadi jangan sampai terkesan dipublik aji mumpung, kok begitu caranya menuntaskan kasus yang terjadi pada RAT. ini bukan membela perbuatannya RAT, tapi tentu ini berkaitan erat dengan lemahnya (kosongnya) aturan hukum yang berlaku bagi seluruh pejabat negara ini,” papar Silaen.
Kasihan RAT ini, dia sudah mengalami kiamat duniawi-nya yang selama ini mungkin saja dia lupakan untuk bersyukur dan menikmati yang seharusnya sudah menjadi bagiannya sehingga sampai kebablasan. Kalau mau melakukan bersih- bersih maka jangan sampai terjadi tebang pilih. Sekali lagi, apa yang dilakukan RAT sudah melukai perasaan publik, ini seperti gunung es.
“Jadi pemerintah jangan pakai sistem asal bapak senang (ABS), ini waktunya membuat aturan yang lebih baik daripada hanya jadi pemadam kebakaran seperti selama ini. Perbaikan aturan yang lebih permanen yakni melalui adanya UU tentang Pembuktian Harta Terbalik bagi semua pejabat publik yang digaji dengan uang rakyat yang dikutip lewat pajak-pajak,” pungkasnya. (Indra)