BERITA JAKARTA – Persidangan atas nama terdakwa Yulia Siane dan Theresia Maria Elizabeth Sutji Listyorini kembali dibuka secara online untuk mendengarkan keterangan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Rabu (15/2/2023).
Dalam persidangan sebelumnya, Majelis Hakim pimpinan Aloysius minta agar persidangan para terdakwa digelar secara offline.
Menurut JPU Tri Nurandi Sinaga, hasil kordinasi dengan pihak Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan sepakat untuk tetap menggelar sidang secara online dengan alasan keamanan. Sementara, persidangan tidak bisa dilanjut, karena signal buruk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
JPU Reza dan Tri Nurandi Sinaga menghadirkan 4 orang saksi dari pihak Bank dan Kantor Pajak.
Terdakwa Yuliana Siane dan Theresia Maria Elizabeth Sutji Listyorini disidangkan, karena dugaan tindak pidana perpajakan saat Yuliane menjabat sebagai Komisaris PT. Pazia Retalindo (PR) dan Theresia sebagai Dirut.
Dalam persidangan, para terdakwa bertugas melakukan kegiatan penjualan, pengawasan persediaan, menandatangani SPT dan Faktur Pajak dan membuka rekening atas nama PT. Pazia Retalindo pada 11 Bank di Jakarta untuk menampung transaksi kegiatan penjualan.
Kedua terdakwa memiliki otoritas untuk melakukan transaksi perbankan atas rekening atas nama PT. PR. Selain para terdakwa, ada Hartanto Sutardja (sudah divonis) dan Kurniawan Susanto.
Perbuatan para terdakwa dilakukan sekitar 2015 secara bersama-bersama telah melakukan transaksi pembelian handphone, laptop dari 8 perusahaan, dimana barang tersebut dijual kembali ke PT. PPM.
Kemudian dari PT. PPM langsung ke konsumen akhir melalui Gerai Pazia Shop yang ada dibeberapa Kota yang berjumlah kurang lebih 70 Gerai Group Pazia.
Selain melakukan penjualan ke konsumen akhir, tambahnya, terdakwa juga melakukan penandatanganan kerjasama dengan beberapa bank untuk promosi dalam meningkatkan penjualan handphone, laptop dan peralatannya.
Kemudian, atas penjualan yang dilakukan terdakwa dalam SPT masa PPN masa Januari 2015 sampai dengan Desember 2015 atas nama PT. PR yang dilaporkan ke KPP Pratama Jakarta Pademangan tidak lengkap, yaitu, tidak melaporkan seluruh Faktur Pajak dari transaksi penjualannya.
PT. PR menyampaikan SPT PPN masa Januari 2015 sampai dengan Desember 2015 ke KPP Pratama Jakarta Pademangan secara elektronik dengan ESPT dalam 13 kali selama 12 bulan yang ditandatangani terdakwa sebagai Dirut dan sebagai Direktur pada SPT Masa PPN masa Januari 2015 sampai dengan April 2015.
Akibat perbuatan para terdakwa telah menimbulkan kerugian pada pendapatan negara sebesar Rp146.065.272.557 dan PPN masa Pajak Januari 2015 sampai dengan Desember 2015.
Para terdakwa terancam pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 39 ayat (1) huruf d jo Pasal 43 ayat (1) UU No. 6 tahun 1983, tentang Ketentuam Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 16 tahun 2009 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Dewi)