BERITA JAKARTA – Pakar hukum pidana Profesor Mudzakkir menilai rekomendasi Komisi Hak Azasi Manusia (HAM), terkait hasil penyelidikan pembunuhan Brigadir Nofriyansah Josua Hutabarat atau Brigadir J adalah bentuk inkonsistensi.
“Karena Komnas HAM melampaui wewenangnya. Komnas memiliki wewenang guna melakukan penyelidikan dugaan pelanggaran HAM berat, tetapi dalam aktivitasnya lebih bertindak sebagai penyidik,” ucapnya, Rabu (14/9/2022).
Sebelumnya, dalam pernyataannya Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik kepada media di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Poliik, Hukum dan Keamanan mengatakan, ada dugaan orang ketiga turut melakukan penembakan terhadap Josua, Senin 12 September 2022.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Bahkan rekomendasi Komnas HAM yang disampaikan pihak Kepolisian menyebut indikasi ada pelecehan seksual. Namun, Bareskrim Polri telah terlebih dahulu menerbitkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) dengan alasan tidak ditemukannya tindak pidana pelecehan seksual.
Guru Besar Universitas Islam Indonesia (UII) itu menambahkan, jika Komnas HAM sedari awal telah mengetahui tidak ada pelanggaran HAM berat, seharusnya agar membatasi diri dan tidak masuk ranah penyidikan kepolisian.
Apalagi kata dia, menggunakan kata “harus dilakukan penyelidikan” adanya dugaan pelecehan seksual yang kemudian berubah menjadi pemerkosaan dari pihak Komnas Perempuan yang diamini Komnas HAM.
Buktinya, tambah Mudzakkir, sampai dengan hari ini belum mencukupi untuk disimpulkan adanya pelecehan seksual, termasuk adanya dugaan orang ketiga yang melakukan eksekusi terhadap Brigadir J.
“Kalau benar ada tinggal menunjukan jenis pelurunya atau bertanya kepada ahli senjata,” pungkas Mudzakkir. (Sofyan)