BERITA JAKARTA – Pada masa pandemi ini, masalah kepailitan menjadi perhatian serius dari debitur atau pemilik perusahaan. Situasi keuangan di sejumlah perusahaan mengalami penurunan bahkan beberapa perusahaan mungkin tidak akan mampu mempertahankan usahanya dan jatuh pailit.
“Pailit merupakan kata lain dari bangkrut yang berarti ketidakmampuan debitur untuk membayar utang-utangnya yang telah jatuh tempo,” kata Kabid Humas dan Media LQ Indonesia Law Firm, Sugi kepada Matafakta.com, Selasa (16/11/2021).
Ketidakmampuan membayar itu, sambung Sugi, harus disertai dengan tindakan nyata untuk mengajukan permohonan pailit baik secara sukarela oleh debitur itu sendiri maupun permintaan dari pihak ketiga. Dalam mengajukan permohonan pailit, tentunya menggunakan asas pembuktian secara sederhana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dikatakan Sugi, syarat untuk pengajuan permohonan pailit suatu perusahaan diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang (UU) No. 37 Tahun 2004, tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU-KPKPU) yaitu diantaranya:
1) Debitur yang mempunyai dua atau lebih Kreditur
2) Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
“Dalam syarat pengajuan permohonan tersebut, ternyata tidak dijelaskan secara rinci mengenai bagaimana penerapan pembuktian sederhana yang dimaksud. Faktanya, pelaksanaan dan penafsirannya dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara kepailitan yang bersangkutan,” terang Sugi.
Bahkan, lanjut Sugi, dalam perkara PKPU Froggy yang ditangani LQ Indonesia Law Firm, invoice yang diajukan kreditur dianggap rekayasa. Disinilah, advokat atau kuasa hukum berperan untuk membela pihak-pihak yang berkepentingan agar mendapatkan haknya sesuai hukum.
“Keberadaan utang milik debitur yang masih dalam konflik, menurut Majelis Hakim, ternyata tidak termasuk dalam pembuktian sederhana,” paparnya.
Majelis Hakim menilai, sifatnya kompleks, cukup rumit dan sulit pembuktiannya, sehingga tidak layak dibahas atau diperiksa di Pengadilan Niaga, tapi diperiksa melalui proses perkara secara perdata biasa di Pengadilan Negeri.
“Faktanya, kasus kepailitan ini seharusnya memang mengatur tentang permasalahan utang perusahaan yang tidak menyanggupi pembayaran utang kepada kreditur dan memang mengatur konflik mengenai utang piutang antara debitur dan kreditur,” jelas Sugi.
Oleh karena itu, tambah Sugi, jika terjadi permasalahan tersebut dapat berkonsultasi terlebih dahulu kepada LQ Indonesia Law Firm dengan cara menghubungi di 0818-0489-0999 untuk dapat membantu jalannya proses hukum seputar Kepailitan.
“Kasus kepailitan ini pun menyatakan bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) UU PKPU telah dipenuhi. Hal tersebut tertulis dalam Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU,” pungkasnya. (Sofyan)