BERITA BEKASI – Praktisi hukum sekaligus Pendiri LQ Indonesia Law Firm, Alvin Lim, SH, MSc, CFP, CLA menanggapi bahwa tertandatanganinya adanya surat pernyataan tolak autopsi yang terselip kata “tidak akan menuntut dan melaporkan kasus tersebut ke Polsek Babelan” tidak semerta merta menghapus pidana.
“Perdamaian atau Restorative Justice biasanya hanya berlaku bagi pidana Delik Aduan, bukan untuk kasus Pidana Murni,” kata Alvin Lim menanggapi Matafakta.com, terkait peristiwa tabrak lari dam truck yang menewaskan anak usia 15 tahun, Dito di Babelan Bekasi, Kamis (19/8/2021) di Jakarta.
Dikatakan Alvin, dalam kasus Pidana Murni seperti matinya seseorang karena sebab pidana, perdamaian tidak bisa menghapuskan pidana, karena hilangan nyawa manusia, bukan kerugian materiil dan bukan milik satu orang atau satu pihak tertentu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Jika ada pelapor maka, laporan polisi wajib dilanjutkan kepolisian. Peraturan Jaksa Agung tahun 2021, tentang Restoratuve Justice hanya berlaku untuk pidana dengan ancaman 5 tahun ke bawah dan harus adanya perdamaian, bukan surat pernyataan yang bersifat sepihak dan tidak mengikat.
“Si pembuat surat pernyataan bisa dengan mudah mencabut kembali surat peranyataan yang terselip kata ‘tidak akan menuntut dan melaporkan kasus tersebut ke Polsek Babelan’ tersebut dan tidak berlaku secara hukum. Sederhana, tanggap Advokat Alvin Lim yang terkenal cukup vocal dan berani dalam membela kliennya ini.
Diberitakan sebelumnya, “sudah jatuh tertimpa tangga” itulah pribahasa yang kini dirasakan kedua orang tua korban tabrak lari yakni, Adon Parulian Mangongsong dan Maria Hafsa Uli Hutabarat warga Kampung Pintu RT003/RW004, Kelurahan Babelan Kota, Kecamatan, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Pasalnya, kedua orang tua korban, Adon Parulian dan Maria Hutabarat bersedia menandatangani surat penolakan autopsi jenazah anaknya Dito (15) korban tabrak lari pada 15 Juli 2021 yang terjadi di depan PLN Jalan Raya Babelan, agar bisa segera dimakamkan, karena sudah dua hari jasad anaknya terlantar di RSUD Cibitung.
“Saya itu, mau menandatangani surat pernyataan penolakan autopsi jasad anak saya agar bisa segera dimakamkan, bukan surat pernyataan tidak menuntut dan melaporkan kasus tersebut ke Polsek Babelan,” kata Maria.
Munculnya surat pernyataan itu, berawal Maria bersama suaminya Adon ingin jasad anaknya Dito segera bisa dimakamkan, karena sudah dua hari terlantar di RSUD Cibitung. Setelah berkonsultasi, munculah surat pernyataan tolak autopsi itu sebagai solusi agar jasad anaknya dapat segera bisa dimakamkan.
“Surat itu yang buat bukan saya, karena saya bersama suami masih dalam keadaan berduka. Pikiran masih dalam keadaan panik. Saya bersama suami hanya tandatangan ada orang lain yang nulis dan yang mengarahkan isi dalam surat tersebut orang Polsek Babelan pak,” pungkas Maria. (Indra/Ferry)