BERITA JAKARTA – Pengamat politik dari Institute for Digital Demokrasi (IDD), Bambang Arianto menilai munculnya mural yang mirip Presiden Jokowi dan kemudian diikuti hadirnya sejumlah mural diberbagai tempat merupakan suatu bentuk kritik sosial melalui seni.
“Aksi seni mural merupakan cara lain dari rakyat untuk melakukan protes terhadap kegelisahan dari berbagai kebijakan Pemerintah selama ini,” kata Bambang kepada Matafakta.com, Kamis (19/8/2021).
Termasuk, sambung Bambang, ingin memberitahukan bahwa masih banyak persoalan riil rakyat yang belum tersentuh sama sekali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Dengan cara seperti inilah rakyat ingin meminta Pemerintah agar dapat lebih memperhatikan nasib rakyatnya,” ungkap Bambang.
Menurut Bambang, kritikan yang dipoles dengan karya seni ini sebagai bukti tumbuhnya kepedulian masyarakat terhadap nasib rakyat yang artinya partisipasi aktif masyarakat kian terlembaga dengan baik.
“Apalagi Presiden Jokowi pernah menyatakan bahwa Pemerintah selalu membuka ruang yang luas agar publik untuk melakukan kritik,” jelasnya.
Artinya, kritik sosial dengan aksi seni seperti mural, tidak perlu ditanggapi secara berlebihan. Lagipula aksi seni mural ini merupakan sebuah hal yang wajar dan justru harus terus dibangun dalam iklim demokrasi.
“Sebab di era demokrasi, semakin banyak kritik yang bermunculan dari rakyat, semakin membuktikan bahwa proses demokratisasi di Indonesia kian terlembaga dengan baik,” ulasnya.
Apalagi, lanjut Bambang, saat ini partisipasi publik itu semakin tumbuh karena didorong oleh budaya digital sebagai dampak dari kehadiran media sosial. Artinya, bila kemudian semakin dilarang tentu akan semakin bermunculan aksi protes seperti ini.
Dengan demikian, tambah Bambang, sudah tidak tepat lagi aksi seni seperti ini kemudian harus dilawan dengan pembungkaman.
“Justru sebaliknya Pemerintah harus terus membuka ruang dialog yang seluasnya agar kebijakan yang diciptakan tetap merakyat dan bukan hanya kepentingan segelintir elite politik semata,” pungkasnya. (Indra)