BERITA JAKARTA – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyesalkan peristiwa pengeroyokan yang menyebabkan tewasnya seorang santri salah satu Pondok Pesantren (Ponpes) di Ponorogo, Jawa Timur.
Peristiwa itu, terjadi pada Selasa 22 Juni 2021 lalu saat korban berinisial M mengaku, mencuri uang sebesar Rp100 ribu milik temannya.
Permasalahan sendiri sebenarnya sudah selesai setelah pengurus Ponpes memanggil para santri dan korban mengakuinya. Namun 4 pelaku melakukan pengeroyokan hingga korban terluka parah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Akibatnya, korban mengalami luka disekujur tubuh dan pendarahaan hingga keotak yang menyebabkannya meninggal dunia. Santri M sendiri baru sebulan berada di Ponpes tersebut.
“Saya sangat menyesalkan terjadinya pengeroyokan hingga menyebabkan seorang santri meninggal dunia. Miris sekali, karena hanya permasalahan uang Rp100 ribu nyawa seseorang jadi melayang,” tutur LaNyalla, Sabtu (26/6/2021).
Senator asal Jawa Timur ini mengatakan, pencurian memang tidak dapat dibenarkan. Namun penyelesaian masalah dengan kekerasan bukanlah solusi. Cara ini bahkan menyalahi banyak aturan.
“Kejadian ini harus menjadi pelajaran bagi pengasuh Ponpes. Pembinaan yang baik sangat penting untuk menghindari kejadian-kejadian seperti ini,” katanya.
Menurut LaNyalla, para pelaku mungkin tidak bermaksud membunuh. Namun, perbuatan pelaku tetap harus mendapat ganjaran sesuai hukum yang berlaku.
Hanya saja, mantan Ketua Umum PSSI ini meminta polisi menerapkan peradilan anak bagi pelaku yang masih di bawah umur. Apalagi, 3 dari 4 pelaku masih masuk dalam kategori anak.
Selain itu, penting juga dilakukan pendampingan psikologis bagi para pelaku. Karena saya yakin pelaku anak mengalami guncangan moral, karena tidak menyangka perbuatannya mereka sampai menyebabkan sang teman meninggal dunia.
“Meski mereka masih anak dibawah umur namun tetap perilaku mereka tidak bisa dibenarkan,” ulasnya, sambil menambahkan semestinya hal itu bisa dihindari.
LaNyalla juga menyoroti maraknya kejadian kekerasan dilingkungan Ponpes yang belakangan kerap terjadi.
“Ada sistem yang harus dibenahi, sehingga permasalahan kekerasan dilingkungan Ponpes dapat dihindari. Saya kira Ponpes perlu difasilitasi dengan konseling atau psikolog,” imbuhnya.
Pemerintah, tambah LaNyalla, dalam hal ini, Kementerian Agama (Kemenag) dapat memfasilitasinya agar ada pendampingan lebih dari Ponpes terhadap santri-santrinya.
“Karena dari peristiwa ini kita bisa lihat ada sesuatu yang salah mengenai psikologi santri dan perlu ditangani dengan serius,” pungkasnya. (Muh Nurcholis)