BERITA BEKASI – Front Pembela Honorer Indonesia (FPHI) Korda Kabupaten Bekasi, mendatangi Gedung DPRD Kabupaten Bekasi tepat pukul 13.00 WIB diruang rapat untuk menghadiri undangan dari Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (21/4/2021).
Kepada Matafakta.com, Ketua FPHI Korda Kabupaten Bekasi, Andi Heryana mengatakan, sebelumnya dia yakini adalah rapat membahas tentang Peraturan Daerah (Perda) Pendidikan antara FPHI dengan Komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
“Kami FPHI terkejut rapat tersebut dihadiri pula Kepala Dinas Pendidikan bersama timnya antara lain Kabid GTK dan PMP, Kabid TK dan PAUD, Kabid SMP, Kabid SD, Kasie GTK dan PMP, Kasie Bidang Data serta dari Bidang Hukum Pemda Kabupaten Bekasi,” katanya, Kamis (22/4/2021).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Rapat itu, sambung Andi, dipimpin langsung Anggota DPRD Komisi IV, Jamroni yang akrab disapa jem-jem dari Fraksi Gerindra, didampingi juga oleh Anggota Komisi IV antara lain, Refsih Fraksi Gerindra, Fatmah Hanum dari Fraksi PKS. Saat rapat berjalan masuk keruangan, Ketua DPRD, Kabupaten Bekasi, HM. BN Holik Qodratulloh.
Dalam rapat tersebut juga ada perwakilan pihak Kepolisian Intel Polsek Cikarang Pusat, Intel Kodim serta awak media. Awalnya, rapat berjalan kondusif ketika kami diberikan kesempatan untuk mempertanyakan Perda Pendidikan yang pada kesempatan sebelumnya dilibatkan untuk membahas Raperda Pendidikan tersebut.
“Kami menerima penjelasan dari Bidang Hukum Pemda Kabupaten Bekasi bahwa Perda Pendidikan tersebut masih dalam proses dan sudah disahkan menjadi Perda Pendidikan untuk diregristrasi menjadi lembaran Negara,” jelas Andi terkait penjelasan dari Bidang Hukum Pemda Kabupaten Bekasi.
Selanjutnya, lanjut Andi, kami pun mempertanyakan dan meminta penjelasan Kadisdik terkait hak kami yang sampai detik ini belum diterima yaitu, Jasa Tenaga Kerja (Jastek) dari bulan Januari 2021 hingga kini.
“Hasilnya sangat kecewa dengan penjelasan Kadisdik yang tidak mendasar kenapa gaji atau Jastek kami belum dibayarkan sebanyak 24 orang yang sebelumnya berjumlah 33 orang yang dianggap bermasalah dari jumlah keseluruhan 9.300 orang Guru dan Tenaga Kependidikan atau GTK Non PNS,” tuturnya.
Lebih jauh Andi mengungkap, bahwa setelah beberapa orang dari kami secara pribadi menghadap Disdik dan menandatangani pernyataan yang disodorkan oleh pihak Disdik baru lah gaji atau Jasteknya dibayarkan. Artinya ini sangat jelas bahawa kami diterror, diancam dan diintimidasi bahkan tidak akan diperpanjang kontrak kerja kami oleh Kadisdik.
“Sangat jelas dari pernyataan Kadisdik tersebut bahwa kami yang berjumlah 24 orang dianggap bermasalah, karena kami yang konsisten berjuang dan teriak menyuarakan kesejahteraan kami, kami dianggap tidak bermoral ketika kami meminta hak-hak kami,” ungkapnya.
Dikatakan Andi, rapat tersebut berlangsung selama 3 jam dihujani perdebatan panas antara Ketua Korda FPHI Andi Heryana dengan Carwinda sebagai Kadisdik. Ini membunuh karakter kami sebagai GTK Non ASN dengan terang benderang kami tidak akan diperpanjang kembali sebagai GTK Non ASN serta hak kami selama 3 bulan pun belum jelas apakah akan dibayarkan atau tidak.
“Pernyataan Carwinda pun sangat jelas ketika merasa dipermalukan oleh aksi demontrasi tuntutan kesejahteraan dan legalitas yang kami lakukan selama ini. Sungguh miris kami diumpamakan sebagai asisten rumah tangga yang seolah-olah kami bekerja dan mengabdi selama puluhan tahun ini tidak ada penghargaan sedikit pun,” tegasnya.
Dilanjutkan Andi, kami bekerja dan mengabdi kepada Negara bukan bekerja pada majikan yang se-enaknya memperlakukan kami seperti budak. Semakin nyata kami dipertontonkan kedzoliman seorang Kadisdik yang tidak memiliki rasa kemanusiaan kepada kami. Coba bayangkan ditengah bulan Ramadhan dan pandemi Covid-19 dimana usaha banyak yang tutup bahkan bangkrut.
“Para abdi negara tetap mempertaruhkan karena sebagai GTK Non ASN merupakan pekerjaan yang sudah puluhan tahun dilakoni dan sudah menjadi aktifitas sehari-hari, tetapi aneh ada pejabat yang dengan senyum melakukan skenario jahat untuk tidak memberikan upah Jastek bagi para pejuang honorer dengan alasan yang sangat sumir dan jauh dari nilai keadilan,” sindirnya.
Bahkan bertolak belakang yang sering keluar dari mulut Kadisdik soal etika dan prilaku, tetapi ternyata itu bahasa untuk dirinya karena dengan senyum dan sumringah dia menahan Jastek dengan seakan-akan merasa puas, dan itu dipertontonkan dihadapan perserta rapat. Rule of law dan code of conduck tidak dimiliki.
“Sedangkan kami harus terus bekerja tanpa menerima gaji yang menjadi hak kami, bahkan kawan-kawan kami sejumlah 9.300 orang lainnya sudah menerima gaji atau Jastek sejak Jum`at, 09 April 2021 yang lalu. Ini tidak adil bagi kami, selama ini kami terus bekerja dan mengabdi ditempat kami bertugas,” imbuhnya.
Masih kata Andi, ketika kami meminta pendapat Ketua DPRD tentang nasib kami, kecewa yang kami rasakan bukannya memjadi penolong kami malah seolah-olah menyerahkan persoalan ini ke Kadisdik dengan memberikan opsi dalam waktu 3 hari kedepan untuk dimediasikan antara kami dengan Kadisdik.
“Sedangkan Kadisdik sendiri, sudah teguh dengan pendiriannya untuk tidak memperpanjang kontrak kami sebanyak 24 orang karena sudah kecewa dan sakit hati dengan kami. Terkecuali kami secara pribadi datang menghadap kadisdik yang menginginkan agar kami tidak lagi aksi demonstrasi ke Bupati dan Disdik,” ulasnya.
Ini artinya, tambah Andi, pembungkaman suara kritis dan hilangnya kritik auto kritik (KOK) untuk membangun Kabupaten Bekasi khususnya kwalitas pendidikan secara adil, Kalo honorer dan Kadisdik merasa sebagi orang tua dan anak, merasa ayah dan anak. Tapi seorang ayah selalu menekan dan tidak boleh berfikir bebas para anaknya dan ini dianggap oleh Kadisdik yang paling benar serta manut dengan segala aturan. Sungguh Aneh, Kadisdik bukan sebagai pelayan tapi sebagai seorang yang otoriter dan anti kritik.
“Bahkan kalaupun 9.300 orang GTK Non ASN jika saya berhentikan pun itu terserah saya. Dan saya berhak memilih mana yang tidak saya perpanjang kontrak kerjanya, alasannya terserah saya,” ujar Andi menirukan ucapan Carwida yang geram.
Andi mengaku, kami dipaksa menandatangani surat pernyataan dari Kadisdik yang belum kami ketahui apa isi pernyataan tersebut. Menurut beberapa keterangan yang kami himpun dari kawan kami yang sudah menghadap secara pribadi ke Disdik barulah Jasteknya dibayarkan.
“Kami tak akan berhenti untuk terus berjuang walau pun dengan segala konsekwensinya. Kami akan membawa persoalan ini ke pihak berwenang dan Komnas HAM di Jakarta,” pungkas Andi. (Mul)