BERITA BEKASI – Wakil Walikota Bekasi, Tri Adhianto Cahyono, wajar mendapat poin tertinggi dalam survei sebesar 26 persen karena Petahana. Hal tersebut, dikatakan Pemerhati Kebijakan Publik Bekasi, Didit Susilo menanggapi beredarnya survei baru-baru ini.
“Itu masih fluktuatif dan wajar, apalagi Pilkada serentah 2024 masih 3 tahun lagi. Jika Petahana surveinya kecil itu yang aneh,” kata Didit kepada Matafakta.com, Minggu (11/4/2021).
Menurut Didit, elektabilitas sebesar 26 persen itu masih kecil untuk seorang Petahana apalagi dalam surveinya muncul nama-nama yang tidak populis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di era pandemi ini, sambung Didit, alat framing untuk mempopuler diri hanya melalui medsos dan pers. Petahana yang mempunyai kegiatan pemerintahan sudah punya panggung gratis. Terlebih, jika rajin turun kebawah, meski tetap mengikuti Prokes.
“Faktanya yang memiliki panggung gratis hanya Mas Tri. Efektif tidak panggung itu dimanfaatkan ya jawabannya ada di publik. Jika turun kebawah memberi kesan positif dan memberi solusi setiap keluhan publik pasti surveinya akan tinggi,” terangnya.
Dijelaskan Didit, jabatan pasangan Walikota Bekasi, Rahmat Effendi dan Wakil Walikota, Tri Adhianto Cahyono akan berakhir pada 20 September 2023 atau 2,5 tahun lagi.
Sementara sesuai UU No. 10 tahun 2016 terkait jadwal pelaksanaan Pilkada serentak akan dihelat pada bulan November 2024. Tahapan Pilkada dimulai bulan Oktober 2023 dan pencalonan Kepala Daerah pada Agustus 2024. Hal tersebut untuk singkronisasi dengan hasil Pinleg DPRD.
Dikatakan Didit, dengan batalnya revisi UU Pemilu, maka setidaknya ada 101 Kepala Daerah yang terdiri 7 Gubernur, 76 Bupati dan 18 Walikota berakhir masa jabatannya pada 2022 dan harus diisi oleh pejabat pengganti (Pj). Demikian pula yang berakhir tahun 2023 sebanyak 171 Kepala Daerah yang terdiri dari 17 Gubernur, 115 Bupati dan 39 Walikota.
Bagi Kepala Daerah yang berminat kembali mengikuti kontestasi Pilkada harus bersabar menunggu Pilkada Serentak 2024, baik bagi yang baru menjabat satu periode atau dua periode berminat ke level di atas, seperti dari Bupati atau Walikota ke Gubernur atau dari Gubernur ke Presiden, juga bersabar menunggu 2024.
“Bagi kepala daerah yang habis masa jabatan di 2022 dan 2023, bisa jadi untuk sementara jeda, break, istirahat menjadi rakyat biasa. Pada posisi inilah yang ditengarai akan menurunkan elektabilitas yang bersangkutan,” ungkap Didit.
Popularitas bisa meredup, tambah Didit dan sedikit banyak rakyat akan melupakan. Kalau tidak dikelola dengan baik, figur-figur semacam ini akan turun nilai jual untuk bertarung di pemilihan Bupati, pemilihan Walikota dan pemilihan Gubernur.
“Saat nganggur itulah Petahana hanya bisa buat kegiatan sosial atas nama partai atau personal,” pungkas Didit. (Indra)