BERITA BEKASI – Sebanyak 33 Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Non ASN Kabupaten Bekasi, terancam akan diberhentikan Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bekasi, Jawa Bara. Pasalnya, 33 GTK Non-ASN aktif memperjuangkan serta menyuarakan hak – hak GTK Non-ASN, sesuai janji Pemerintah Daerah yaitu Bupati Bekasi.
Kepada Matafakta.com, Ketua Fornt Pembela Honorer Indonesia (FPHI) Kabupaten Bekasi, Andi Heryana mengatakan, Kamis 8 April 2021, 33 orang GTK Non ASN yang masuk dalam daftar blacklist beserta Kepala Sekolah mendampingi pemanggilan Dinas Pendidikan yang diwakili Kabid dan Kasie GTK dan PMP untuk mengklarifikasi data blacklist ke 33 orang GTK Non ASN.
“Dalam pernyataan Kabid dan Kasie atas nama Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi menyampaikan permintaan maaf dan mengakui kesalahannya atas keterlambatan pembayaran gaji GTK Non ASN atau JASTEK selama 4 bulan sejak bulan Januari sampai dengan saat ini,” terang Andi, Jumat (9/4/2021).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu, sambung Andi, kedua pejabat Dinas Pendidikan Kabid dan Kasie tersebut menyatakan bahwa daftar nama blacklist ke-33 orang GTK Non ASN yang akan diberhentikan karena aktif meyuarakan serta memperjuangkan hak-hak GTK Non ASN yakni, menginginkan SK Kepala Daerah (Bupati) serta kesejahteraan yang layak setara UMK untuk 9.300 GTK Non ASN di Kabupaten Bekasi.
“Kedua pejabat, Kabid dan Kasie yang mewakili atas nama Disdik Kabupaten Bekasi tersebut menyatakan, bahwa 33 guru yang blacklist atau akan diberhentikan tetap akan segera dicairkan, gaji atau JASTEK sebagai haknya,” kata Andi menirukan pernyataan kedua pejabat Disdik tersebut.
Diungkapkan Andi, FPHI sudah sejak 2016 sampai sekarang terus berkomitmen dan konsisten memperjuangkan Surat Keputusan Bupati dan Kesejahteraan setara UMK. Saat ini buktinya, kesejahteraan Guru Non ASN sudah sedikit bertambah walaupun belum sesuai dengan janji Bupati yang menyatakan akan menambahkan gaji guru dari Rp1.800.000 menjadi Rp2.800.000.
“Baru direalisasikan sebesar Rp300.000 itu pun masih di cluster berdasarkan ijazah atau berdasarkan pendidikan terakhir GTK Non ASN tersebut. Selain itu, perjuangan kami juga sudah sesuai dengan apa yang kami harapkan yakni, Surat Perjanjian Kerja atau SPK,” jelasnya.
Sebelumnya, lanjut Andi, SPK dilakukan antara Guru Non ASN dengan Kepala Sekolah (Kepsek) dimana tempat para Guru Non ASN mengajar di masing-masing sekolah. Namun, untuk tahun 2021, SPK sudah dilakukan antara Guru Non ASN langsung dengan Dinas Pendidikan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
“Sebab Surat Penugasan atau SP kami sebagai GTK Non-ASN di sekolah diterbitkan dan ditandatangani Kepala Dinas Pendidikan. Seharusnya bukan hanya SP saja yang menjadi hak kami, melainkan SK Bupati untuk legalitas kami sebagai GTK Non ASN yang dibiayai dari sumber pembiayaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bekasi,” jelas Andi lagi.
Andi menyatakan pihaknya, FPHI akan terus berjuang bersama guru Non ASN selama apa yang diharapkan belum tercapai yakni, Surat Keputusan (SK) Bupati dan Kesejahteraan setara Upah Minimum Kabupaten (UMK). Andi juga menyampaikan ucapan terimakasih dan apresiasinya kepada seluruh elemen yang telah banyak membantu perjuangan para Guru, khususnya para Insan Media.
Tak lupa juga kepada, Ketua Team Advokasi FPHI Kabupaten Bekasi yang juga sebagai Direktur NGO KAMMPUS (Komite Aksi Mahasiswa dan Masyarakat Peduli Sosial), Rahmatullah, LN, M.Pd, para Ketua Koordinator Kecamatan (Korcam) dan para pengurus serta anggota disetiap tingkatan yang selama ini membantu kami.
Andi menambahkan, perlu kami sampaikan pula bahwa kami sudah banyak mendapakan dukungan dan simpatik dari para tokoh masyarakat dalam memperjuangkan hak-hak kami, mereka turut prihatin dengan nasib kami selama ini yang sudah mengabdi untuk mencerdaskan generasi Sumber Daya Manusia (SDM) Kabupaten Bekasi.
“Mereka mengecam Pemerintah Daerah yang seharusnya peduli dengan nasib para pejuang pendidikan. Perjungan kami sudah mulai dirasakan oleh para GTK Non ASN di Kabupaten Bekasi ini. Kami berharap semoga dalam waktu dekat kami akan mendapatkan Surat Keputusan (SK) Bupati dan Kesejahteraan yang layak,” pungkasnya. (Hasrul/Mul)