BERITA JAKARTA – Pernyataan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, sangat menohok setelah diperiksa Direskrimum Polda Jawa Barat apa yang disampaikan sangat masuk akal, dalam mengurai cikal-bakal pelanggaran protokol kesehatan (prokes), awal terjadinya gonjang-ganjing karena pernyataan diskresi Mahfud MD dalam penyambutan HRS di Bandara Soekarno-Hatta.
“Yang terjadi saat ini, merupakan rentetan imbas pernyataan Mahfud MD yang memberikan diskresi soal kerumunan dalam penyambutan HRS di Bandara Soekarno-Hatta,” kata Pengamat Politik Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (Laksamana), Samuel F. Silaen kepada Matafakta.com, Kamis (17/12/2020).
Dikatakan Silaen, kejadian ini perlu didalami untuk mendapatkan kebenarannya, kenapa Mahfud MD punya niat memberikan diskresi kerumunan dalam penyambutan HRS di Bandara Soekarno-Hatta, Sabtu 10 Oktober 2020 lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ini sejalan dengan pernyataan Ridwan Kamil pasca diperiksa Polda Jabar, seharusnya sejak awal tidak boleh diizinkan oleh Menkopolhukam Mahfud MD, akibatnya dua Gubernur diperiksa dan ada juga yang sudah dicopot terkait kerumunan HRS dan itu karena ulahnya Mahfud MD yang berujung polemik politik,” ungkapnya.
Publik-pun menduga-duga bahwa Mahfud MD sedang bermain politik dua kaki, demi mendapat simpati dan dukungan pendukung HRS dan Fron Pembela Islam (FPI).
“Ini pelajaran yang berharga sekali agar pejabat tidak sembarangan berkomentar karena dapat menimbulkan multi interpretasi dilapangan. Pernyataan Menkopolhukam itulah yang membuat penegak hukum ragu bertindak karena awalnya sudah diberikan diskresi,” ulas Silaen.
Menurut Silaen, polisi juga harus memeriksa Menkopolhukam atas pernyataannya itu, seperti pernyataan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tersebut. Jadi bukan hanya Gubernur, Walikota dan lain-lain, tapi menjadi korban atas pernyataannya Menkopolhukam.
“Supaya polemik ini tidak berkepanjangan demi rasa keadilan masyarakat equality before the law maka Mahfud MD juga harus diperiksa atas pernyataan yang menjadi kontroversial tersebut. Apa ada negosiasi dibalik layar terkait kerumunan penyambutan HRS, sehingga Menkopolhukam memberikan diskresi. Padahal, masih status PSBB,” tanya alumni LEMHANAS Pemuda 2009 itu.
Masih kata Silaen, ini persoalan penegakkan Hukum jadi harus dirunut agar menemukan titik terang, ujung pangkal persoalan yang menimbulkan dis-stabilitas politik dan keamanan yang terjadi diberbagai daerah.
“Persoalan begini tak akan terjadi apabila pejabat lebih hati-hati dalam berkomentar, tidak main politik dua kaki, ini dampak sosialnya, TNI-Polri jadi repot karena ketidak-tegasan pejabat Pemerintah soal kerumunan, karena ingin mendapatkan simpati FPI tapi berujung petaka,” sindirnya.
Mungkin, lanjut Silaen, Menkopolhukam tidak menyangka atau mengira akan terjadi polemik yang begini besar diseputar kerumunan yang dilakukan HRS. Siapa yang salah kalau sudah demikian adanya. Polisi kini sibuk memeriksa orang yang terindikasi melakukan perbuatan melanggar protokol kesehatan Petamburan HRS dan Megaendung-Bogor, tapi tidak ketika penyambutan HRS di Bandara Soekarno-Hatta.
“Ini bicara rasa keadilan publik maka Mahfud MD harus diperiksa terkait kerumunan HRS tersebut, kalau yang lain sudah diperiksa ada baiknya Mahfud MD diperiksa sebagai bentuk pembelajaran buat para pejabat, supaya kedepan para pejabat pemerintahan tidak sembarangan berkomentar yang akhirnya dapat memantik gonjang-ganjing yang mengganggu keamanan,” ingatnya.
Pernyataan Mahfud, tambah Silaen, yang berujung cilaka buat orang lain, ini akibat kecerobohan Menkopolhukam yang kurang antisipatif soal dampak turunan yang timbul akibat pernyataan dianggapnya baik tapi imbasnya buruk buat orang lain.
“Keberanian Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tersebut harus diapresiasi dan ditindaklanjuti sesuai dengan aturan UU yang berlaku agar hukum itu tidak dilihat publik tebang pilih atau standar ganda,” pungkasnya. (Indra)