BERITA SEMARANG – Kapendam IV Diponegoro, Letkol Kav Susanto menegaskan bahwa wilayah Urut Sewu, Desa Setrajenar, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, adalah daerah resmi yang digunakan sebagai latihan persenjataan TNI AD, bukan daerah pertanian warga.
“Warga disana hanya diberi kesempatan memanfaatkan manakala tidak sedang digunakan untuk latihan. Hal tersebut, sebagai bentuk kepedulian TNI AD untuk membantu warga sekitar agar bisa membantu perekonomiannya. Sehingga, pada saat digunakan latihan, mereka pasti selalu menyadari untuk menghentikan aktifitasnya untuk menghindari kerawanan yang bisa timbul saat latihan,” ungkap Kapendam, Jumat (28/8/2020).
Terkait berkembangnya berita-berita di media sosial yang menyatakan bahwa latihan militer merusak lahan persawahan yang disebabkan oleh lalu lalangnya kendaraan berat di tempat tersebut belum lama ini, Kapendam menyatakan tidak benar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ada yang dibelokkan dan sengaja membangun persepsi seolah latihan penembakan meriam disana telah merugikan warga petani. Padahal realitasnya, warga yang memanfaatkan lahan milik TNI AD tersebut sudah menyepakati bila sedang dilakukan latihan mereka tidak beraktifitas dan tidak akan menuntut apapun atas dampak latihan pada areal yang digunakan. Sebab mereka sudah menyadari bahwa lahan tersebut bukan miliknya dan karena kebaikan TNI AD diberi kesempatan untuk menggarap tanpa bagi hasil,” jelas Letkol Kav Susanto.
Bahkan menurutnya, Kementrian Agraria dan Tata Ruang pada BPN secara resmi telah mengeluarkan Sertifikat Hak Kepemilikan Atas Tanah tersebut atas nama TNI AD untuk keperluan latihan. Sertifikat diserahkan Menteri ATR BPN, Sofyan A Djalil kepada Kepala Staf TNI AD Jenderal TNI Andika Perkasa di Makodam IV Diponegoro pada, Rabu 12 Agustus 2020.
Dengan dasar tersebut, maka masyarakat diharapkan memahami dan tidak terprovokasi dengan berita-berita Hoax yang sengaja akan membenturkan masyarakat dengan TNI AD. Isu yang selalu digaungkan oleh pihak-pihak yang tak bertanggungjawab adalah bahwa tanah itu milik warga yang dirampas TNI AD untuk digunakan sebagai daerah latihan uji coba persenjataan berat yang sering merusak lahan pertanian warga.
Padahal yang benar, tanah tersebut adalah wilayah pesisir pantai Selatan yang sejak masa penjajahan belanda sebagai daerah latihan militer Belanda. Daerah tersebut juga merupakan garis pertahanan yang tidak diperuntukkan sebagai lahan aktifitas masyarakat maupun pemukiman. Baru setelah penyerahan kedaulatan, lahan tersebut diserahkan kepada negara dan selanjutnya diserahkan kepada TNI AD sesuai peruntukannya semula selain sebagai wilayah pertahanan juga daerah latihan.
Meski telah ditegaskan secara resmi bahwa lahan tersebut milik TNI AD dan digunakan untuk latihan, namun tidak serta merta TNI AD menutup kawasan tersebut dari aktifitas masyarakat.
“Memang ada prosedur yang harus ditaati, karena sebenarnya wilayah tersebut termasuk wilayah bahaya. Kalau kita ikuti prosedur yang sebenarnya pasti harus kosong dan tak boleh dijamah masyarakat. Namun karena doktrin kita harus manunggal bersama rakyat, maka kita bantu warga sekitar dengan memperbolehkan menggarap lahan saat tidak digunakan untuk latihan. Warga sekitar yang memanfaatkan wilayah tersebut menurut Kapendam IV Diponegoro sebenarnya baik-baik saja dan bisa memahami kesepakatan. Namun justru banyak pihak yang ingin memperkeruh dengan membenturkan warga dengan TNI AD,” pungkas Kapendam. (Nining)