BERITA SEMARANG – Kasubdit IV Renakta (Remaja, Anak dan Wanita) Ditreskrimum Polda Jateng, AKBP Sunarno menyatakan, penyidikan kasus dugaan pecabulan terhadap anak dibawah umur yang dilakukan Syeh Puji dihentikan, lantaran tak ada bukti kuat.
Hal itu menindaklanjuti laporan aduan dari Endar Susilo selaku Ketua Komnas Anak Provinsi Jawa Tengah, yang juga dilaporkan Wahyu ke Bareskrim Polri.
Demikian disampaikan AKBP Sunarno saat Konferensi Pers di loby Ditreskrimum Mapolda Jateng, Kamis (16/7/2020).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dikatakan, kasus bermula pada Juni 2016, dimana Pujiono alias Syeh Puji melakukan pernikahan siri terhadap anak berinisial DTA yang dilakukan di Komplek Pondok Pesantren Miftahul Jannnah yang terletak di Desa Bedono, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang.
Keduanya dinikahkan oleh Kyai Pondok Pesanteren yang bernama Miftahul Huda dan ikut hadir dalam pernikahan siri tersebut adalah ibu, kakak-kakak saudari DTA.
Pada saat dilakukan pernikahan tersebut, DTA masih berumur 7 tahun dan Syech Puji memberi mas kawin berupa kitab suci Al Quran. Setelah prosesi pernikahan, disebut jika Syech Puji memangku dan menciumi DTA didepan para saksi yang hadir dalam pernikahan siri tersebut.
“Dari pengaduan itu, penyidik melakukan pemeriksaan terhadap 18 saksi, termasuk ahli pidana dan dokter yang melakukan visum terhadap DTA,” ungkap Sunarno.
Menurutnya, dari saksi-saksi yang diperiksa tidak ada yang mendukung dan mengiyakan bahwa telah terjadi pernikahan siri antara Syech Puji dengan DTA pada 2016 lalu.
“Pemeriksaan visum juga telah dilakukan terhadap DTA yang hasilnya bahwa selaput dara DTA masih utuh (tidak robek), dan tidak ditemukan luka-luka akibat kekerasan benda tajam maupun benda tumpul, sehingga dugaan kekerasan dan persetubuhan terhadap DTA ini tidak benar,” tandasnya.
Berdasarkan keterangan dari ahli pidana, Maya Indah S, dugaan tindak pidana persetubuhan ataupun tindak pidana percabulan terhadap anak (DTA) tidak cukup bukti.
“Maka penyidik menghentikan penyelidikan kasus ini, karena dianggap tidak memenuhi unsur tindak pidana, dan tidak adanya bukti permulaan yang cukup atas terjadinya tindak pidana dalam kasus ini,” imbuhnya. (Nining)