BERITA JAKARTA – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mencurigai akan ada agenda penyelesaian dilorong gelap terkait wacana Presiden Prabowo Subianto memberikan pengampunan terhadap para koruptor.
Pertama dari aspek legal formal. Pasal 4 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Nomor: 31 Tahun 1999 dengan tegas menyebutkan pengembalian kerugian Negara tidak menghapus tindak pidananya.
“Artinya meskipun sang koruptor telah mengembalikan hasil curian namun proses hukum tetap berjalan,” terang Boyamin, Minggu (22/12/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Alasan kedua Boyamin mengutip keterangan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra mengenai pemberian amnesti, grasi dan abolisi juga menemui banyak kendala.
Boyamin pun memandang bahwa grasi tidak pernah diterapkan pada kasus korupsi, bahkan sepengetahuannya tidak ada satupun Presiden di Indonesia yang pernah memberikan pengampunan terhadap kasus korupsi.
“Presiden siapapun setahu saya tidak pernah memberikan pengampunan terhadap kasus korupsi,” tegas mantan senator asal Jawa Tengah itu.
Adapun amnesti dan abolisi Pemerintah kata dia, harus meminta persetujuan DPR RI, sehingga musti terbuka saat memberikan pengampuan kepada koruptor.
“Jadi rencana Pak Prabowo untuk memberikan pengampunan terhadap koruptor tidak bisa diam-diam, harus tetap terbuka. Itu juga bisa jadi kendala,” jelas Boyamin.
Terakhir aspek sosiologis, para koruptor biasanya menurutnya, dengan segala cara kecerdasannya koruptor untuk menghindari proses hukum.
“Diproses hukum saja mereka menolak menyatakan korupsi karena alasan kebijakan dan sebagainya. Apalagi tidak diproses hukum,” ujarnya.
“Koruptor tidak akan menyadari dirinya korupsi dan mengembalikan uang hasil korupsi. Jadi efektivitasnya akan menjadi berat memberikan pengampunan dan tidak akan mencapai sepuluh persen,” tambahnya.
Namun begitu Boyamin tetap mengapresiasi langkah Presiden Prabowo dalam penuntasan terhadap perkara korupsi dan menatap masa depan Indonesia yang lebih cerah dengan merubah Undang-Undang Korupsi dan memenuhi rasa keadilan masyarakat.
“Karena masyarakat yang mencuri dan menjambret juga di hukum. Padahal mereka mencopet dan menjabret bukan uang Negara. Kalau koruptor yang diambil adalah uang Negara. Itu yang menjadi tidak adil,” pungkas Boyamin. (Sofyan)