BERITA JAKARTA – Pengadaan Barang dan Jasa di Kejaksaan Agung (Kejagung) disinyalir kerap menggunakan modus Penunjukan Langsung alias PL untuk menentukan relasi pemenang tender proyek dengan dalih “rahasia Negara”.
Memang dalam proses pengadaan ini walaupun tercium adanya indikasi dugaan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), tetapi pembuktiannya sangat sulit, karena sistem administrasi dari pemberi dan penerima pekerjaan ini sangatlah rapi.
Salah satunya proyek tender pengadaan Laboratorium Digital Forensik (Integrated Digital Forensic Management System For Investigation) tahun 2024 dengan pagu anggaran sebesar Rp300 miliar yang berada di Kejaksaan Agung yang akan berakhir pada tahun 2024 ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Proyek yang nilainya cukup fantastis tersebut diduga menerapkan sistem Penunjukan Langsung (PL) dan tidak melakukan tander pada umumnya yaitu, proses formal dimana pihak pembeli mengundang vendor yang memenuhi syarat untuk mengajukan penawaran harga dan kualitas.
Sebab dalam dokumen yang diperoleh Matafakta.com, tidak diketahui Satuan Kerja (Satker) manakah yang nantinya akan menggunakan Laboratorium Digital Forensik (Integrated Digital Forensic Management System For Investigation) tersebut?.
Hanya saja dalam detail paket pekerjaan proyek Laboratorium Digital Forensik disebutkan Satker Kejaksaan Agung RI dan lokasi perkerjaan di Jalan Sultan Hasanuddin No. 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Perlu publik ketahui, dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor: 12 Tahun 2021, tentang Pengadaan Barang dan Jasa disebutkan:
“Salah satu pekerjaan yang dapat dilakukan Penunjukkan Langsung (PL) adalah jika Barang atau Jasa yang diperlukan adalah bersifat rahasia untuk kepentingan Negara atau barang atau jasa lain bersifat rahasia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”
“Akan tetapi pertanyaannya, apakah memang Barang atau Jasa yang diproyekan tersebut benar-benar rahasia Negara atau tidak? Ini yang harus clear sebelum melakukan Penunjukan Langsung,” kata Pakar Hukum Pidana, Kurniawan Adi Nugroho, Rabu (20/11/2024).
Senada dengan Kurniawan Adi Nugroho, mantan Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dr. Abdullah Hehamahua, menilai proyek Penunjukan Langsung atau PL, musti ada Standar Operational Prosedur (SOP) khusus yang harus ditaati instansi terkait.
“Penunjukan Langsung tersebut harus diketahui oleh Lembaga Pengadaan Barang dan Jasa. Dengan demikian, tidak boleh ada KKN dalam Penunjukan Langsung,” kata Abdullah.
Demikian juga Dosen Hukum Pidana Pascasarjana Universitas Trisakti, Dr. Abdul Fickar Hadjar berpendapat, jika memang ada PL ada kecenderungan rentan akan korupsi.
“Saya kira BPK bisa berperan maksimal mengatasi ini (tender proyek dengan PL). Jika menang ada PL perlu pengaturan khusus, tetapi tetap DPR sebagai lembaga pengawasan eksekutif tetap mempunyai akses pengawasan. Demikian juga KPK bisa dilibatkan,” pungkasnya. (Sofyan)
Bersambung………..