BERITA JAKARTA – Mantan Gubernur Bali I Wayan Koster dilaporkan Garda Tipikor Indonesia kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Direktorat Pidana Khusus.
Laporan yang disampaikan Garda Tipikor tersebut terkait dugaan penyalahgunaan anggaran, karena I Wayan Koster selaku pemegang Hak Pengelola Lahan (HPL) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali.
“Kami berharap laporan ini dapat ditindaklanjuti demi terciptanya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya publik,” terang Dewan Pembina Garda Tipikor Indonesia Provinsi Bali, Pande Mangku Rata kepada awak media usai melapor ke KPK, Kamis (7/11/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pande mengatakan, salah satu indikasi dugaan korupsi I Wayan Koster terkait proyek pembangunan Jalan Tol Gilimanuk–Menguwi terkait kebijakan, prosedural, peruntukan lahan serta transaksi yang janggal.
“Kuat dugaan kami terdapat tindakan korupsi yang dilakukan secara terencana oleh mantan Gubernur Bali I Wayan Koster, selaku pemegang HPL Pemprov Bali,” ujarnya.
Dijelaskan Pande, proyek Jalan Tol Gilimanuk-Menguwi tidak terdapat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pemprov Bali Tahun 2018-2023.
“Proyek Tol juga tidak termuat dalam V visi dan misi Nangun Sat Kertih Loka Bali. Selain itu peruntukan lahan seluas ±2000 HA tersebut adalah untuk perkebunan bukan untuk Jalan Tol,” ungkapnya.
Bahkan lanjut Pande, nama Perusahaan Daerah (Perusda) Provinsi Bali oleh I Wayan Koster diganti menjadi Perusahaan Umum Daerah Kerthi Bali Santhi.
“Hal ini mengindikasikan ada upaya untuk mengaburkan kepemilikan aset Perumda. Selain aset dijual dibawah NJOP, penjualan aset Pemprov Bali kepada pihak ketiga tanpa adanya persetujuan Pemerintah Pusat,” urainya.
Semestinya, lanjut Pande, dilakukan perubahan nama dan perbaikan manajemen Perusahaan Umum Daerah (Perimda) menuju lebih baik dan produktif.
“Akan tetapi dilakukan pergantian total baik nama perusahaan, manajemen, personalia dan permodalannya serta tidak memiliki SOP yang jelas,” tegasnya.
“Dibuat kabur seolah-olah Perusda Provinsi Bali dengan segala aset yang melekat termasuk pegawainya sudah tidak ada lagi dan terabaikan,” tambahnya.
Sehingga sesal Pande, aset Pemprov Bali termasuk lahan perkebunan ±2000 HA, menjadi lahan tak bertuan dan pegawai yang bekerja puluhan tahun terlantar tanpa kepastian.
“Apalagi tanah tersebut merupakan tanah peruntukannya perkebunan atau kehutanan, setidaknya mendapatkan izin dari Kementerian terkait,” imbuhnya.
Karena kafasitas Gubernur kata Pande, terhadap tanah tersebut hanya memiliki Hak Pengelola Kehutanan, bukan hak menjual.
“Menjual aset tanah Provinsi tanpa ada persetujuan Pemerintah Pusat adalah sebuah kesalahan besar,” pungkas Pande. (Sofyan)