Dugaan Dewas KPK “Lindungi” Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK

- Jurnalis

Jumat, 25 Oktober 2024 - 23:56 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Foto: Deputi KPK Pahala Nainggolan dengan Kuasa Hukum PT. BGE

Foto: Deputi KPK Pahala Nainggolan dengan Kuasa Hukum PT. BGE

BERITA JAKARTA – Entah jurus apa yang diduga dilakukan Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan, sehingga Dewas KPK seolah ogah menindaklanjuti laporan dari Kuasa Hukum PT. Bumigas Energi (BGE) terhadap Pahala.

Laporan Kuasa Hukum PT. BGE, Khresna Guntarto kepada Dewas KPK, terkait permintaan PT. BGE untuk melakukan konfrontasi dengan KPK, HSBC Indonesia, PT. Geo Dipa Energi dan Kejagung soal surat KPK Nomor: B/6004/LIT.04/10-15/09/2017, dengan konten hoaks yang diteken Pahala.

Khresna menegaskan, karena surat KPK berkonten hoaks itulah, PT. BGE sangat dirugikan khususnya dalam sidang di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dimana surat tersebut dijadikan ‘senjata’ oleh PT. Geo Dipa Energi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Alih-alih bukannya Dewas KPK menjalankan fungsinya sebagai alat kontrol terhadap institusi KPK, akan tetapi sebaliknya ada dugaan Dewas KPK justru melindungi, Pahala Nainggolan,” ujarnya kepada Matafakta.com, Jumat (25/10/2024).

Terbukti dari surat Dewas KPK yang dilayangkan kepada Kuasa Hukum PT. BGE, Khresna Guntarto pada 23 Oktober 2024 yang ditandatangani Albertina Ho selaku Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

Pasalnya, dalam surat berlogo KPK itu menyebutkan, Dewas KPK tidak dapat menindaklanjuti laporan Kuasa Hukum PT. BGE, karena waktu terjadinya perbuatan Pahala Nainggolan dilakukan pada 2017 sebelum Dewas KPK terbentuk pada 20 Desember 2019.

Baca Juga :  Jaksa Agung Dilaporkan ke KPK Soal Penggunaan Ijazah S3

Dalam suratnya menyatakan, Dewas KPK tidak dapat menindaklanjuti laporan saudara (Kuasa Hukum PT. BGE), karena tempus (waktu terjadinya) perbuatan saudara, Pahala Nainggolan dilakukan pada 2017 sebelum Dewas KPK terbentuk pada 20 Desember 2019.

“Surat tersebut ditandatangani, Anggota Dewas KPK, Albertina Ho dalam surat bernomor: R5137PI02.03/03-04/10/2024 yang ditembuskan kepada Ketua Dewan Pengawas KPK,” terangnya.

Menurut Khresna, muncul kejanggalan-kejanggalan sebagai Deputi Pencegahan KPK yakni:

Kejanggalan pertama, bukan seharusnya menjadi tupoksi, Pahala Nainggolan menerbitkan surat KPK meski atas perintah Ketua KPK, Agus Raharjo.

Kejanggalan kedua, sambung Khresna, surat KPK tersebut melanggar Undang-Undang (UU) KPK Nomor: 30 Tahun 2009 dan urutannya.

Kejanggalan ketiga, isi konten dalam surat KPK disebutkan keterangan bersumber dari HSBC Indonesia.

“Faktanya, PT. Bumigas Energi bukanlah nasabah dari HSBC Indonesia melainkan nasabah HSBC Hongkong,” imbuhnya.

Kejanggalan keempat, lebih ironisnya isi konten surat KPK tersebut berbeda dengan isi surat HSBC Hongkong yang sudah diterima oleh Tim Kuasa Hukum PT. BGE di Hongkong.

“Artinya, dugaan kuat surat KPK tersebut kontennya rekayasa, manipulatif dan by design,” ucap Khresna.

Kejanggalan kelima, isi surat KPK tersebut lagi-lagi berbeda dengan penjelasan HSBC Hongkong, sehingga Pahala dengan yakinnya menuding PT. BGE ‘mengada-ngada’ soal WKP.

Baca Juga :  Badai KKN Menerpa Mahkamah Agung

“Apakah Deputi Pencegahan KPK tidak mengerti UU Panas Bumi Nomor: 27 Tahun 2003 dan turunannya?,” sindir Khresna.

Pernyataan yang telah disampaikan itu justru menjerumuskan dirinya secara langsung dan institusinya secara tidak langsung untuk melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).

Kejanggalan berikutnya, Pahala sebagai Deputi Pencegahan KPK secara impresif melakukan pembangkangan terhadap UU KPK.

“Secara tidak langsung Pahala mengakui kegaduhan surat KPK itu dengan menyebut bahwa surat Kejaksaan isinya bahkan lebih parah dari surat KPK,” tuturnya.

Faktanya, Kejaksaan Agung pun sudah memberikan klarifikasi terkait pernyataan Pahala itu melalui wawancara wartawan Berita Ekspres (Matafakta.com) dengan mantan Jamintel Kejagung, Jan Marinka.

“Bahwa Jan Marinka dengan tegas tidak pernah mengeluarkan surat apapun kepada KPK. Selain itu tidak ada pejabat yang ditugaskan melakukan penelusuran ke HSBC Hongkong,” jelasnya.

Di sini sudah jelas bahwa Ketua KPK Agus Rahardjo melanggar SOP dan UU KPK, apabila terbukti terlibat dalam hal ini. Keterlibatan Agus juga diperkuat oleh Pahala dengan menunjukkan nota dinas sebagai upaya disposisi.

“Sayangnya, Agus memilih diam enggan berkomentar ketika ditanya soal surat KPK Nomor: B/6004/LIT.04/10-15/09/2017 yang menyesatkan bagi PT. BGE,” pungkasnya. (Sofyan)

Berita Terkait

Tiga Hakim Agung “Tersengat” Perkara Gregorius Ronald Tannur?
Soal Kasus Suap, Kejagung Berencana Periksa Tiga Hakim Agung
Badai KKN Menerpa Mahkamah Agung
Kongkalingkong Perkara Tim Saber Pungli Kejagung Amankan Duit Rp1 Triliun
Kisah Majelis Hakim PN Surabaya “Nyambi” Kuasa Hukum Kena OTT
Kinerja AHY Selama Jabat Menteri Agraria & Kepala BPN Dinilai Nol Besar
IPW dan TPDI Apresiasi KPK Usut Dugaan Korupsi Honor Hakim Agung
Jaksa OTT Oknum Hakim “Yang Mulia” Vonis Bebas Kasus Pembunuhan
Berita ini 12 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 26 Oktober 2024 - 01:07 WIB

Tiga Hakim Agung “Tersengat” Perkara Gregorius Ronald Tannur?

Sabtu, 26 Oktober 2024 - 00:12 WIB

Soal Kasus Suap, Kejagung Berencana Periksa Tiga Hakim Agung

Jumat, 25 Oktober 2024 - 23:56 WIB

Dugaan Dewas KPK “Lindungi” Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK

Jumat, 25 Oktober 2024 - 20:39 WIB

Badai KKN Menerpa Mahkamah Agung

Jumat, 25 Oktober 2024 - 20:27 WIB

Kongkalingkong Perkara Tim Saber Pungli Kejagung Amankan Duit Rp1 Triliun

Berita Terbaru

Foto: Zerof Ricar (ZR)

Berita Utama

Tiga Hakim Agung “Tersengat” Perkara Gregorius Ronald Tannur?

Sabtu, 26 Okt 2024 - 01:07 WIB

Konferensi Pers Kejagung Kasus Tiga Hakim Agung

Berita Utama

Soal Kasus Suap, Kejagung Berencana Periksa Tiga Hakim Agung

Sabtu, 26 Okt 2024 - 00:12 WIB