Tersangka Dugaan Korupsi Honor Hakim Agung Dipastikan Membengkak

- Jurnalis

Senin, 14 Oktober 2024 - 11:54 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Gedung Mahkamah Agung

Gedung Mahkamah Agung

BERITA JAKARTA – Jumlah terlapor dugaan korupsi pemotongan honor Hakim Agung Tahun Angaran 2022-2023 dengan nilai total sebesar Rp138 miliar diperkirakan bakal membengkak.

Selain Sunarto, Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Bidang Yudisial, Suharto, Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial, peran sentral nama terlapor Asep Nursobah, Panitera MA sekaligus Penanggungjawab Anggaran Honorarium Penanganan Perkara (HPP) bagi Hakim Agung selaku “distributor” uang hasil dugaan korupsi cukup menonjol, menyusul ditemukan uang direkeningnya  dalam jumlah yang tidak wajar.

Uang sebesar Rp138 miliar menjadi bancakan korupsi dibagi-bagi dalam 3 cluster. Pertama, Cluster Pimpinan MA dengan nilai sebesar Rp97 miliar (25,9 persen), Kedua, Cluster Supervisor dengan nilai sebesar Rp26.171.325.000 (7 persen) dan ketiga, Cluster Tim Pendukung Administrasi Yudisial sebesar Rp 14,955 miliar (4 persen).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“KPK harus memeriksa seluruh rekening terlapor. Uang dugaan korupsi pemotongan honor Hakim Agung Tahun Angaran 2022-2023 dengan nilai total sebesar Rp138 miliar sebagai gratifikasi yang tidak dilaporkan,” ujar Sugeng Teguh Santoso, SH, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) dan Petrus Selestinus, SH, Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) kepada wartawan di Jakarta, Senin (14/10/2024).

“KPK hanya tinggal menyandingkan jumlah uang yang ada direkening, dengan hasil laporan harta kekayaan penyelenggara negara para terlapor. Untuk penerimaan dalam bentuk cash juga dapat dikejar,” tambah Sugeng.

Menurut Sugeng, selain di PT. Bank Mandiri dan PT. BRI, Asep Nursobah Panitera MA selaku Penanggungjawab Anggaran HPP yang pernah diperiksa KPK Tahun 2016 dalam kasus korupsi suap dengan tersangka Andri Tristianto Sutrisna itu tercatat memiliki 3 rekening pada PT. Bank  Syariah Indonesia Cabang MA, yakni Nomor: 257070112X, 719043052X dan 117312423X.

Pada bulan Desember 2023, dalam rekening Nomor: 257070112X, Asep Nursobah diduga menerima gelontoran dana hasil dugaan korupsi Pemotongan Honorarium Hakim Agung atau Gratifikasi dan TPPU pada MA sebesar Rp4.930.658.923 dari jumlah total porsi alokasi untuk Cluster Supervisor sebesar  7 persen  (16 orang) atau senilai  Rp26.171.325.000.

“Sisanya dibagi-bagi kepada petinggi Sekretariat MA antara lain W, M, RR, HIM, SH, ANK, MFG, AFK, AZA, Suh, MRA, WA, TFM, AIR dan AA. Sedangkan sebesar Rp14,955 milyar (4 persen) dibagikan kepada 100 lebih orang yang ada dalam Cluster Tim Pendukung Administrasi Yudisial,” ujar Sugeng lagi.

Sebagaimana yang telah diwartakan, Sunarto, Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, Suharto, Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial dan kawan-kawan bakal diperiksa KPK, terkait dugaan korupsi Pemotongan Honorarium Hakim Agung  atau Gratifikasi dan TPPU pada MA dalam Tahun Anggaran 2022-2023-2024 sebesar Rp97 miliar.

Dalam laporan IPW dan TPDI, Sunarto dan kawan-kawan dikualifisir melanggar Pasal 12 huruf E dan  F jo Pasal 18 UU RI 20 Tahun 2021, tentang perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 , Peraturan Pemerintah (PP) No. 82 Tahun 2021, tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Nomor: 55 Tahun 2014, tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Agung dan Hakim Konstitusi jo Pasal 55 ayat ke 1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP  jo Pasal 3 dan 4 UU Nomor 8 Tahun 2010, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Bakal diperiksanya Sunarto, Suharto dan kawan-kawan mencuat setelah Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu memastikan lembaganya bakal memproses dan menindaklanjuti laporan dari IPW dan TPDI dengan memanggil semua pihak, terkait adanya dugaan korupsi Pemotongan Honorarium Hakim Agung  atau Gratifikasi dan TPPU pada MA dalam Tahun Anggaran 2022-2023-2024 sebesar Rp97 miliar yang disampaikan, Rabu 2 Oktober 2024.

Baca Juga :  JNW: Kasus Naskah Akademik DPMD Kabupaten Bekasi Berjalan  

“Sampai saat ini laporan dari IPW dan TPDI tersebut masih dalam proses tela’ah di Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat atau PLPM belum ada di kami. Karena belum masuk penyidikan. Jadi belum bisa diinformasikan. Jadi tunggu saja,” tukasnya.

IPW, TPDI dan aktivis penggiat anti korupsi lainnya mememinta agar pemilihan Ketua MA yang akan digelar pekan ini untuk menentukan pengganti Muhammad Syarifuddin yang akan pensiun pertengahan bulan ini harus betul-betul dapat menghasilkan calon yang bersih dan berintegritas guna menjaga marwah lembaga MA sebagai benteng terakhir pencari keadilan.

Para Hakim Agung yang memiliki hak pilih agar mencegah terpilihnya calon yang berpotensi menjadi tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait dugaan korupsi yang dilaporkan IPW dan TPDI pekan lalu.

“Kandidat Ketua MA yang menyandang beban social distrust khususnya dari para pencari keadilan dapat membuat MA semakin terpuruk. Apalagi calon yang menyandang potential suspect sebagai tersangka, lantaran dapat merugikan MA sendiri,” tegas Sugeng.

Demi kepentingan masa depan MA, Sunarto dan Suharto yang dinilai bermasalah lebih baik tidak mencalonkan diri. Tidak usah berstrategi untuk melindungi diri.  Sikap Presiden terpilih Prabowo Subianto sudah jelas sikapnya.

“Ingin pengadilan kita bersih. Tidak boleh ada lagi Hakim yang mudah disogok. Untuk itu kehidupan Hakim di Indonesia harus disejahterakan yang selama ini diabaikan oleh pimpinan MA, termasuk Sunarto dan Suharto,” imbuhnya.

TERKONFIRMASI KORUPSI

Menurut Petrus Selestinus, SH, Mahkamah Agung kini tengah dalam sorotan. Oknum pimpinan MA bersama-sama kesekretariatan panitera ditengarai menikmati uang hasil sunat honor Hakim Agung hingga mencapai Rp138 miliar.

Sementara pada sisi lain, 7.742 Hakim diseluruh Indonesia hidupnya menderita. Diwarnai aksi mogok massal Hakim diseluruh Indonesia dan oknum pimpinan MA dan kepaniteraan kini tengah terlilit perkara korupsi.

Pemotongan HPP tersebut dicoba diberi “legitimasi” berdasarkan Peraturan Sekretaris Mahkamah Agung yang terakhir Surat Keputusan Sekretariat Mahkamah Agung RI No: 649/SEK/SK.KU1.1.3/VIII/2023 tanggal 23 Agustus 2023.

Surat Keputusan tersebut, tentang Perubahan Atas Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung No: 12/SEK/SK/II/2023, tentang Standar Biaya Honorarium Penanganan Perkara Kasasi dan Peninjauan Kembali (PK) bagi Hakim  Agung pada Mahkamah Agung Tahun Anggaran 2023.

Selain itu, Nota Dinas Panitera MA No.1808/PAN/HK.00/9/2023, tentang Pemberitahuan Alokasi Honorarium Penanganan Perkara (HPP) tahun 2023, tanggal 12 September 2023. Namun “legitimasi” itu tetap tidak dapat meniadakan terpenuhinya unsur korupsi dalam kasus Pemotongan HPP tersebut.

“Pembagian dana hasil pemotongan honor Hakim Agung sebesar Rp97 miliar (25,9 persen) yang diduga untuk para petinggi MA anehnya disembunyikan dalam Surat Keputusan Sekretariat MA dan Nota Dinas Panitera MA No.1808/PAN/HK.00/9/2023, tentang Pemberitahuan Alokasi Honorarium Penanganan Perkara (HPP) tahun 2023, tanggal 12 September 2023 tersebut,“ ujar Petrus.

Tata cara pembagian atau penyerahan dana HPP atas terlaksananya penanganan perkara yang selesai  paling lama 90 hari dilakukan dengan diawali dimana Kepaniteraan MA, dalam hal ini  Asep Nursobah selaku Penanggungjawab HPP (Kuasa Pengguna Anggaran) menyiapkan laporan Majelis yang menyelesaikan perkara 90 hari.

Baca Juga :  Dugaan Kompromistis Dalam Perkara Korupsi Tanah Milik PT. Pertamina

Kemudian mengajukan permintaan pembayaran, dan selanjutnya Bank Syariah Indonesia (BSI) selaku Bank yang membayar mengirimkan sejumlah uang sebagaimana permintaan Asep Nursobah ke rekening masing-masing Hakim Agung yang berhak.

Selanjutnya, sebagaimana laporan IPW dan TPDI, pada hari yang sama, Bank BSI secara otomatis memotong dana HPP sebesar 25,95 persen dari rekening Hakim Agung diluar pemotongan untuk Supervisor sebesar 7 persen dan 4 persen bagi Tim Pendukung Administrasi Yudisial yang awalnya dilakukan tanpa persetujuan tertulis atau lisan dari Hakim Agung dan dikumpulkan di rekening penampungan yang dikelola oleh Asep Nursobah.

“Sehingga patut diduga adanya pengumpulan uang dari potongan dana HPP yang diduga digunakan oleh oknum Pimpinan Mahkamah Agung RI, dengan dalih untuk “tim pendukung teknis yudisial” yang kemudian diduga ternyata dipakai untuk kepentingan pribadi yang merugikan Hakim Agung yang berhak,” ungkapnya.

Menurutnya, pemotongan dana HPP sebesar 25,95 persen  diluar pemotongan untuk Supervisor sebesar 7 persen dan 4 persen bagi Tim Pendukung Administrasi Yudisial dari rekening Hakim Agung yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis atau lisan dari Hakim Agung, pada awalnya diduga mendapat penolakan dari sejumlah Hakim Agung, baik dalam forum-forum kecil maupun besar.

Pada pertengahan tahun 2023 beberapa Hakim Agung yang menolak diduga mengalami pemanggilan untuk menghadap Wakil Ketua MA, Sunarto. Selanjutnya diduga atas intervensi oknum pimpinan MA, para Hakim Agung diminta untuk membuat surat pernyataan yang diketahui masing-masing Ketua Kamar yang ditandatangani diatas materai yang pada pokoknya menyatakan bersedia dilakukan pemotongan dana HPP sebesar 40 persen dengan rincian 29 persen “Tim Pendukung Teknis Yudisial”, sisanya dibagikan kepada Supervisor dan Tim Pendukung Administrasi Yudisial.

Disebut diduga ada intervensi oknum pimpinan MA terindikasi dari format dan isi surat pernyataan yang dibuat seragam, yang dikoodinir oleh pimpinan atau tidak berdasarkan atas kehendak secara sukarela para Hakim Agung, sehingga patut diduga telah terjadi pemaksaan yang bersifat massif dan terorganisir.

Apabila tidak ada pemaksaan, sebagaimana yang didalilkan juru bicara MA, Suharto, secara logis seharusnya tidak memerlukan adanya surat pernyataan. Karena dana HPP adalah Hakim Agung.

“Sehingga yang seharusnya menentukan jumlah yang akan diberikan kepada supporting system atau unit adalah Hakim Agung itu sendiri. Dalam rangka pemberian daan HPP kepada supporting system atau unit, pimpinan MA seharusnya memperjuangkan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah untuk itu, sebagaimana yang dilakukan Mahkamah Konstitusi,” tukas Sugeng lagi.

Berdasarkan Laporan Tahunan MA 2023, jumlah perkara yang diputuskan adalah  sebanyak 27.365 perkara dan Laporan Tahunan MA 2022 jumlah perkara yang diputuskan adalah sebanyak 28.024 perkara. Sehingga apabila diasumsikan pemotongan sebesar 25.95 persen per perkara Kasasi biasa (3 Majelis Hakim) x Rp6.750.000,00 x perkara yang diputuskan setahun, maka pada tahun 2023, terdapat pemotongan dana HPP untuk perkara kasasi biasa sejumlah  Rp47.933 miliar. Sedangkan pada tahun 2022 untuk perkara Kasasi biasa akan diperoleh pemotongan dana HPP sebesar Rp49.087 miliar.

“Saya meyakini Presiden terpilih Prabowo Subanto akan tegas mendorong KPK agar memproses dugaan korupsi pemotongan honor Hakim Agung, sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan. Jadi cukup alasan apabila saya meminta agar para Hakim Agung berhati-hati dalam memilih calon Ketua MA,” pungkas Sugeng. (Sofyan)

Berita Terkait

LQ Indonesia Law Firm Laporkan 3 Hakim PN Jakarta Timur ke KY
JNW: Kasus Naskah Akademik DPMD Kabupaten Bekasi Berjalan  
Kejati DKI Diminta Tuntaskan Kasus Mafia Tanah Milik PT. Pertamina
Saksi Pelapor Jhon LBF Sebut Terdakwa Bukan Karyawannya Lagi
Perkara Cabul, Pemilik Hotel Ditangkap Jaksa Eksekutor Kejari Blitar
Kejati Pabar Tangkap Terpidana Kasus Korupsi Pasar Rakyat Babo
LQ Indonesia Law Firm Laporkan Ditreskrimum Polda Metro Jaya
Tak Beri Nafkah, Suami Malah Kriminalisasi Mantan Istri dan Anak
Berita ini 13 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 14 Oktober 2024 - 23:03 WIB

LQ Indonesia Law Firm Laporkan 3 Hakim PN Jakarta Timur ke KY

Senin, 14 Oktober 2024 - 11:54 WIB

Tersangka Dugaan Korupsi Honor Hakim Agung Dipastikan Membengkak

Kamis, 10 Oktober 2024 - 18:47 WIB

JNW: Kasus Naskah Akademik DPMD Kabupaten Bekasi Berjalan  

Kamis, 10 Oktober 2024 - 15:33 WIB

Kejati DKI Diminta Tuntaskan Kasus Mafia Tanah Milik PT. Pertamina

Rabu, 9 Oktober 2024 - 16:50 WIB

Saksi Pelapor Jhon LBF Sebut Terdakwa Bukan Karyawannya Lagi

Berita Terbaru

Kordinator MAKI, Boyamin Saiman

Berita Utama

Kasus PT. Timah, MAKI: Jampidsus Tutup Mulut Soal RBS

Senin, 14 Okt 2024 - 16:07 WIB

Ilustrasi

Seputar Bekasi

JNW: Masyarakat Kota Bekasi Harus Cerdas di Pilkada 2024

Senin, 14 Okt 2024 - 15:25 WIB