BERITA JAKARTA – Lantaran diduga tak kunjung rampung penyidikan perkara dugaan korupsi pencabutan izin tambang terhadap Menteri Bahlil Lahadalia, LP3HI bersama ARRUKI, akhirnya mengajukan gugatan Praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Jumat 13 September 2024.
Dalam surat gugatannya Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) dan Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARRUKI) akan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai Termohon.
Rencananya sidang perdana gugatan penyidikan perkara korupsi oleh KPK soal pencabutan izin tambang terhadap Bahlil Lahadalia akan berlangsung pada Rabu 25 September 2024.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut keterangan tertulisnya, Wakil Ketua LP3HI, Kurniawan Adi Nugroho menyampaikan, pokok perkara bahwa pada 19 Maret 2024 Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) melaporkan Bahlil Lahadalia ke KPK perihal dugaan tindak pidana korupsi pencabutan izin tambang.
“Menurut JATAM, Menteri Bahlil diduga mematok tarif atau fee kepada sejumlah perusahaan yang ingin izinnya dipulihkan. Perbuatan mana merupakan perbuatan melawan hukum, memperkaya diri orang atau badan lain dan merugikan keuangan atau perekonomian Negara,” ucap Kurniawan, Rabu (18/9/2024).
Selain itu, kata Kurniawan, Menteri Bahlil juga diduga telah menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukan yang pada akhirnya dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.
“Setelah menerima laporan dari JATAM, Termohon (KPK) menyatakan akan memeriksa, namun hingga permohonan aquo diajukan ke PN Jakarta Selatan, Termohon tidak menetapkan Bahlil Lahadalia sebagai tersangka tindak pidana korupsi yang dilaporkan JATAM tersebut,” sesalnya.
Kurniawan menuturkan, Termohon (KPK) hanya menyatakan membuka kemungkinan akan memeriksa Bahlil Lahadalia berkaitan dengan tindak pidana korupsi di bidang pertambangan, khususnya korupsi di pertambangan nikel di Maluku Utara.
“Peluang diperiksanya Bahlil Lahadalia setelah Termohon memeriksa bos tambang bernama Setyio Mardanus yang merupakan orang kepercayaan Bahlil di sektor pertambangan,” ungkapnya.
Belakangan lanjut Kurniawan, saat Termohon mengajukan Abdul Gani Kasuba (mantan Gubernur Maluku Utara) selaku terdakwa pada perkara tindak pidana korupsi pada pertambangan nikel di PN Ternate, nama Bahlil Lahadalia disebut juga di dalam persidangan.
“Dengan tidak diperiksanya Bahlil Lahadalia dan tidak segera ditetapkan sebagai tersangka, maka perkara yang dilaporkan JATAM tersebut dapat dikategorikan sebagai penghentian penyidikan yang melawan hukum, sehingga harus dinyatakan tidak sah,” imbuhnya.
Untuk itu, LP3HI dan ARRUKI dalam petitumnya meminta PN Jakarta Selatan agar menyatakan Termohon (KPK) telah menghentikan penyidikan tindak pidana korupsi di bidang pertambangan yang diduga dilakukan oleh Bahlil Lahadalia secara tidak sah dan melawan hukum.
“Memerintahkan Termohon untuk segera menyelesaikan penyidikan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh Bahlil Lahadalia dan melimpahkannya pada Jaksa Penuntut Umum,” pungkas Kurniawan. (Sofyan)