BERITA JAKARTA – Melaporkan dugaan penipuan dan penggelapan dengan kerugian Rp44 miliar, satu keluarga malah menjadi tersangka atas laporan terlapor, dengan tuduhan menggelapkan mobil oleh Bareskrim Mabes Polri.
Padahal, fund raising untuk working capital capex maupun opex PT. NKLI 100 persen dilakukan A. Hamid Ali dan keluarganya dengan menjaminkan harta, aset termasuk rumah pribadinya yang sekarang berbalik jadi tersangka sebagai pemilik PT. NKLI.
“Hamid Ali bersama 2 orang anaknya dan 1 menantu jadi tersangka oleh Dittipideksus Bareskrim Polri pada 11 Juni 2024 atas laporan Asnil sebagai Dirut PT. NKLI. Sementara modal Rp44 miliar adalah milik Hamid Ali,” jelas Kuasa Hukum PT. NKLI, Sugeng Teguh Santoso, Selasa (23/7/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kalau lah, sambung Sugeng, ada dana yang dipakai untuk kebutuhan operasional perusahaan di luar divisi pertambangan, sebagai Founder dan Fund Raiser, Hamid Ali dan keluarga yang sekarang jadi tersangka punya hak besar dan otoritas penuh untuk mengelola dana tersebut.
“Apalagi hanya tuduhan penggelapan sebuah mobil Mitsubishi Pajero Sport Nopol B 2787 SJB yang merupakan asset PT. NKLI yang merupakan perusahaan milik Hamid Ali sendiri dengan alasan tanpa persetujuan Asnil selaku Dirut PT. NKLI,” jelasya.
Padahal, lanjut Sugeng, berdasarkan Skin-Forensic Audit yang dilakukan Independen Forensic Auditor Purwady Setiono sesuai bukti notulen rapat pada 22 Februari 2021 bahwa penjualan mobil Pajero yang dilaporkan tersebut atas perintah Asnil selaku Dirut PT. NKLI guna menutupi operasional perusahaan.
“Selain itu, Hamid Ali dituduh memberikan keterangan palsu, berupa Laporan Keuangan KAP Umaryadi yang dibuat atas permintaan Dirut PT. NKLI, Asnil tanpa persetujuan RUPS dan tidak sesuai tata cara kelola audit yang benar berdasarkan UU RI No. 5 tahun 2011, tentang Akuntan Publik,” jelas Sugeng.
Ternyata, kata Sugeng, ijin KAP Umaryadi sebagai Jasa Akuntan Publik yang direkomendasikan Asnil sendiri telah dicabut Kemenkeu RI berdasarkan surat pemberitahuan Nomor: PENG-6/MK.1/PPPK/2023 yang menunjukan KAP Umaryadi yang dipakai penyidik sekarang memang abal-abal.
“Dasar itu juga yang membuat Hamid Ali bersama 2 orang anaknya dan 1 menantunya sekarang menjadi tersangka oleh penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri pada 11 Juni 2024 atas laporan Asnnil sebagai Dirut PT. NKLI perusahaan milik Hamid Ali sendiri,” tandasnya.
Kasus itu bermula, pada bulan Mei 2019, bertempat di Kantor PT. NKLI, Jalan Gandaria III No. 5A, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Hamid Ali dan puteranya, RAG, diperkenalkan kepada Asnil dan Ferry Setiawan yang mengaku berpengalaman bisnis di bidang batu bara dan memiliki jaringan luas.
Dalam pertemuan itu, Ferry Setiawan mengaku selaku Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang memiliki kedekatan hubungan dengan Ketua PBNU pada saat itu, Prof. Dr. KH. Aqil Siradj dan Dahlan Iskan mantan Dirut PT. PLN.
Singkat kisah, Hamid Ali dan puteranya tergerak hatinya ketika Ferry Setiawan meminta dana sebesar Rp33,3 miliar untuk membeli 51 persen perusahaan tambang batubara PT. BIC di Kalimantan Timur, serta meminta saham kosong di PT. NKLI sebesar 30 persen atas nama Ferry Setiawan dan 16 persen untuk Asnil.
Setelah uang Rp33 miliar dan saham 46 persen diterima, Ferry Setiawan dan kawan-kawan, ternyata pemilik 51 persen saham PT. BIC tak pernah menerima dana, meskipun terdapat Akta Risalah RUPS PT. BIC No. 04, tanggal 16 Januari 2020.
Berdasarkan peristiwa penipuan tersebut, Hamid Ali dan keluarga dengan alat bukti lebih dari cukup melaporkan pidana Ferry Setiawan, Asnil dan kawan-kawan, sebagaimana Laporan Polisi No. LP/B/0175/III/2021/BARESKRIM tanggal 17 Maret 2021 yang sekarang malah berbalik. (Sofyan)