BERITA JAKARTA – Kasus pemanggilan terhadap Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto itu terbaca khalayak publik sebagai sesuatu yang ‘oleng’ alias goncang dipaksakan dan dicari-cari kesalahannya.
“Kenapa, karena sesungguhnya tugas dan fungsi KPK itu dibentuk untuk ‘sikat’ korupsi sistemik pejabat Negara yang menimbulkan kerugian dan kerusakannya besar,” kata Pengamat Politik, Samuel F Silaen kepada Matafakta.com, Selasa (11/6/2024).
Dikatakan Samuel, Hasto bukanlah seorang pejabat Negara yang menggunakan jabatannya untuk memperkaya diri dan orang lain. Kasus Harun Masiku, seolah-olah digiring dan dipaksakan ke Hasto Kristiyanto sebagai pelaku kejahatan Extra Ordinary Crime!
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kalau menyangkut korupsi yang besar, maka KPK-RI, baru cocok periksa Hasto, bukan di kasus Harun Masiku,” sindir Samuel.
Mungkin saja, lanjut Samuel, menyalahi aturan etik moral karena membantu memuluskan Pergantian Antar Waktu (PAW) yang seharusnya menjadi ranah urusan internal partai politik. Namun yang biasa terjadi di Negeri ‘konoha’ bila tidak ada pelicin maka urusan ‘mandeg”
“Itu juga sebagai tandanya bahwa Hasto bukan pejabat yang memiliki kekuasaan menekan, agar urusan PAW itu bisa berjalan lancar, tapi pejabatnya-kan sudah dihukum,” beber mantan fungsionaris DPP KNPI ini.
Sebaliknya, Silaen menanyakan, dimana kerugian Negara yang dikorup Hasto, APBN, APBD atau APBN-P kah? Kan tidak ada unsur korupsi keuangan Negara yang dikorupsi Hasto? Kok KPK tidak paham tupoksinya.
“Ini pasti pesanan yang ada kaitannya dengan penguasa tanpa itu tak mungkin diatensi apalagi dilaksanakan oleh KPK! Contoh banyak pengaduan masyarakat atau Dumas yang hanya dimasukkan ke lemari,” kritik Silaen.
Pengaduan masyarakat misalnya terkait ijin-ijin impor pangan dan lainnya sebagainya tak pernah ada tindak lanjutnya meski sangat membebani biaya hidup masyarakat, karena harus membeli harga pangan yang terpaksa mahal.
“Karena itu dinaikkan karena beban biaya produksi yang tinggi, akibat adanya upeti yang harus disetor ke oknum-oknum mafia yang memiliki akses terhadap ijin-ijin impor tersebut,” imbuhnya.
Kembali lagi soal kasus Harun Masiku dijadikan sebagai alasan KPK untuk memanggil Sekjen PDIP, sangat kelihatan unsur pesanan politik picisan.
Apakah KPK ini, tambah Silaen, sudah berubah tugas dan fungsinya sejak disyahkan UU No. 19 Tahun 2019, tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30 tahun 2002, tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Artinya tugas dan fungsi KPK bertindak bila ada pesanan, selain menunggu,” pungkas Silaen. (Sofyan)