BERITA JAKARTA – Komisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) menilai telah terjadi dugaan penyalahgunaan, persekongkolan dan tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan lelang barang rampasan benda sita korupsi berupa 1 paket saham PT. Gunung Bara Utama (PT. GBU) oleh PPA Kejagung RI, tanggal 8 Juni 2023 yang dimenangkan PT. Indobara Utama Mandiri (PT. IUM), dengan harga penawaran sebesar Rp1,945 triliun yang diduga merugikan negara sekitar Rp9,7 triliun.
Penilaian KSST tersebut berdasarkan hasil kajian dialog publik yang diselenggarakan pada15 Mei 2024 serta terdapat 7 fakta yang berhasil didudukan oleh KSST, MAKI, JATAM, Ekonom Faisal Basri dan Praktisi Hukum, Deolipa Yumara, SH.
Untuk itu, secara bersama-sama KSST melaporkan kepada KPK, ST (Kepala Pusat PPA Kejagung RI selaku Penentu Harga Limit Lelang), Febrie Adriansyah (Jampidsus Kejagung RI selaku Pejabat yang memberikan Persetujuan atas nilai limit lelang), Pejabat DKJN bersama-sama KJPP (Selaku pembuat Appraisal) dan Andrew Hidayat, Budi Susilo Simin, Yoga Ssusilo diduga selaku Beneficial Owner atau pemilik manfaat PT. IUM sebenarnya yang bersembunyi dalam layer ke-6 yakni PT. MMS GI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ironis dan memprihatinkan. Aparat Penegak Hukum atau APH yang berwenang memberantas korupsi, tetapi diduga nyambi korupsi,“ demikian Sugeng Teguh Santoso, Ketua IPW yang memimpin delegasi kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Senin (27/5/2024).
Oleh karenanya, KSST menyampaikan 4 tuntutan yakni:
- Meminta Komisi Pemberantasan Korupsi dapat bergerak cepat menindaklanjuti untuk menemukan tersangkanya dengan memeriksa, Jampidsus, Kepala PPA Kejagung RI, pejabat DKJN atau KPKNL Samarinda atau KJPP, Andrew Hidayat, Budi Simin Santoso, Yoga Susilo dan kawan-kawan.
- Meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk mencopot sementara waktu Jampidsus Kejagung RI, Febrie Adriansyah, guna memudahkan Komisi Pemberantasan Korupsi atau Aparat Penegak Hukum lain untuk melakukan pemeriksaan
- Meminta kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto memberikan atensi dalam dugaan kejahatan ini, dengan mendorong proes hukum sesuai ketentuan dan Undang-Undang yang berlaku, serta dengan harapan pada pemerintahan mendatang kiranya dapat mereformasi tata kelola SDA Minerba, sebagai kekayaan negara agar benar-benar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
- Meminta kepada Jaksa Agung Republik Indonesia mendukung sepenuhnya proses Penegakan Hukum yang dilakukan oleh KPK atau Aparat Penegak Hukum lain.
Fakta pertama, menurut Sugeng Teguh Santoso, PT. IUM diduga sengaja didirikan AH pada 19 Desember 2022, atau 10 hari sebelum penjelasan lelang (aanwijzing), untuk dipersiapkan menjadi pemenang lelang.
Kemudian, AH menunjuk sejumlah nominee atau boneka yang tidak memenuhi kualifikasi dari aspek personality dan party untuk duduk selaku Direksi dan Komisaris. Pemegang saham diperseroan dengan diatasnamakan PT. MPN dan PT. SSH.
Kedudukan nominee-nominee pada PT. IUM dan PT. GBU merupakan bentuk “penyelundupan hukum” bertentangan dengan Pasal 33 UU Nomor: 25 Tahun 2007, tentang Penanaman Modal jo Pasal 48 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007, tentang PT yang diduga dimaksudkan untuk “menyembunyikan dan menyamarkan” kekayaan yang bersumber dari Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Selanjutnya dari aspek teknis, administratif, teknis, finansial dan lingkungan, PT. IUM sejatinya tidak memenuhi syarat untuk menjadi peserta lelang. Selain tidak memiliki laporan keuangan 3 tahun terakhir yang diaudit oleh kantor Akuntan Publik Independen.
Fakta kedua, pembayaran uang lelang oleh PT. IUM sebesar Rp1,945 triliun diduga bersumber dari pinjaman PT. Bank BNI (Persero) Tbk Cabang Menteng, sebesar Rp2,4 triliun.
“Hal ini telah menggambarkan terdapat pengaruh kekuatan politik dan kekuasaan pada level tertentu, yang “bergotong royong” jauh sebelum lelang dilaksanakan dalam lorong-lorong gelap orkestrasi permufakatan jahat,” ujar Melky Nahar dari JATAM.
Fakta ketiga, nilai total keekonomian atau nilai pasar wajar 1 paket saham PT. GBU, dengan cadangan resources 372 juta MT dengan (total reserves) sebanyak 101.88 juta MT, berikut infrastruktur hauling road 64 KM dan Jetty, sedikitnya sebesar Rp12 triliun.
Diduga dengan menggunakan modus operandi mark down atau merendahkan nilai limit lelang dari Rp12 triliun, menjadi Rp1,945 triliun.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, SH membandingkan lelang saham PT. GBU, dengan penjualan 100 persen saham PT. Multi Tambangjaya Utama (PT. MTU), anak perusahaan PT. IE Tbk. Seratus persen saham PT. MTU laku terjual seharga USD 218 juta atau setara Rp3,4 triliun.
Padahal, total reserves PT. MTU hanya sebanyak 25 juta MT, dengan kalori relatif sama dengan PT. GBU. Sedangkan PT. GBU yang memiliki total reserves sebanyak 100 juta MT, dengan kualitas infrastruktur jauh lebih baik dari PT. MTU hanya laku Rp1,945 triliun.
“Ini tidak logis dan irrasional. Lelang saham PT. GBU berpotensi merugikan negara sedikitnya Rp9,7 triliun, sekaligus memperkaya AH, mantan narapidana kasus korupsi suap, pemilik PT. MHU dan MMS Group serta menyebabkan pemulihan aset megakorupsi Jiwasraya dalam konteks pembayaran kewajiban uang pengganti terpidana Heru Hidayat sebesar Rp10,728 triliun menjadi tidak tercapai,” tukasnya.
“Bila batubara sebanyak 100 juta MT itu seluruhnya diekspor maka nilainya yang dinikmati PT. IUM (AH Dkk) adalah USD 7.000.000.000,00 atau setara Rp112 triliun, dengan asumsi harga per MT adalah USD 70,” sambung Faisal Basri, Direktur Eksekutif IDEF.
Menurutnya, PT. GBU memiliki fasilitas pertambangan dan infrastruktur hauling road, berdasarkan laporan keuangan, Audited KAP Anwar & Rekan per 31 Desember 2018 bernilai Rp1,770 triliun.
Nilai fasilitas pertambangan dan infra struktur bertambah besar, lantaran pada tanggal 5 Juli 2019, Adaro Capital Limited memberikan pinjaman dana sebesar USD 100 juta atau setara Rp1,4 triliun kepada PT. GBU melalui PT. TRAM Tbk, untuk membangun jalan hauling dari PT. GBU menuju wilayah kerja tambang milik Adaro Group.
Sehingga berdasarkan fakta ini nilai total pembiayaan fasilitas pertambangan dan infrastruktur milik PT. GBU adalah sebesar Rp3,170 triliun. Nilai total keekonomian atau nilai pasar wajar (fair market value) 1 paket saham PT. GBU sebesar Rp12 triliun adalah logis dan rasional.
Kendati lelang menganut prinsip obyek yang dilelang dalam kondisi apa adanya (as is), dengan segala cacat atau resiko fisik maupun non fisik maupun konsekuensi biaya tertunggak yang sudah ada maupun yang akan ada diatas obyek lelang.
Sedangkan Kajari Kabupaten Kubar, Bayu Pramesti saat melakukan penyitaan asset di lapangan pada tanggal 15 Mei 2023 menyebutkan nilai aset PT. GBU sebesar Rp10 triliun.
Kelompok Adaro Group adalah menjadi pihak yang paling berkepentingan dibalik peminjaman dana USD 100 j u t a tersebut, lantaran memiliki minat yang tinggi.
Adaro Group mempunyai potential target membawa batubara melewati jalan hauling PT. GBU sebanyak 600.000.000 MT, batubara yang bersumber dari PT. MC, PT. LTC, PT. JY, PT. PPM dan PT. BAKJ.
Nilai bisnis yang menjadi ekspetasi Adaro Group dengan pontesial target membawa batubara melewati jalan hauling PT. GBU sebanyak 600.000.000 MT adalah bernilai sebesar Rp73,8 triliun.
Merujuk pada fakta Adaro Group sebagai pihak yang paling berkepentingan dan memiliki minat yang tinggi dibalik peminjaman dana USD 100 juta kepada PT. GBU tersebut maka adalah tidak masuk diakal apabila ada yang berpendapat lelang saham PT. GBU tidak ada peminatnya.
Fakta Keempat, menurut Sugeng Teguh Santoso, SH, terdapat peran Kepala Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung RI, yang diduga sengaja “membatasi” penyebarluasan pengumuman lelang”, dengan cara memasang Iklan Pengumuman Lelang hanya 1 kali di Harian Rakyat Merdeka pada tanggal 31 Mei 2023.
Padahal, berdasarkan ketentuan Pasal 55 huruf a. PMK RI Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang tanggal 22 Desember 2020, minimal sebanyak dua kali. Pembatasan penyebarluasan pengumuman lelang tersebut melanggar azas keterbukaan, transparan dan kompetitif, hal ini memberi petunjuk yang menggambarkan adanya persekongkolan jahat dalam lelang ini.
Dan Harian Rakyat Merdeka ternyata tidak beredar di Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan Pasal 60 angka (1) PMK RI Nomor: 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang tanggal 22 Desember 2020, surat kabar yang digunakan untuk mengumumkan lelang harus terbit atau beredar di Kota atau Kabupaten barang berada.
Fakta kelima data-data sekunder yang menggambarkan besarnya nilai keekonomian tambang batubara dan bisnis infrasrtuktur dan logistik tambang PT. GBU terdapat dalam daftar barang bukti yang disita oleh penyidik.
Sehingga besarnya nilai keekonomian atau nilai pasar wajar (fair market value) 1 paket saham PT. GBU sedikitnya berkisar Rp12 triliun tersebut, sejatinya telah diketahui atau dipahami Jampidsus yang menjabat sebagai Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung RI, selama proses penyidikan, setelah diterbitkannya surat perintah penyidikan dugaan korupsi PT. Asuransi Jiwasraya, Nomor: Print-33/Fd.1/12/2019 tanggal 27 Desember 2019.
Fakta keenam, dalam penawaran lelang hanya diikuti oleh satu perusahaan yakni PT. IUM yang meskipun diperbolehkan berdasarkan PMK RI No: 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang tanggal 22 Desember 2020, namun dapat dipandang bukanlah peristiwa yang serba kebetulan. Akan tetapi hal ini justru menggambarkan adanya dugaan persekongkolan jahat atau permufakatan jahat dan tindak pidana korupsi dalam lelang 1 paket saham PT. GBU.
Fakta ketujuh, AH, BSS, YS diduga adalah beneficial owner atau pemilik manfaat PT. IUM sebenarnya, “bersembunyi” dalam layer ke-6 yakni pada PT. MMS Group Indonesia.
Dengan urutan layer dimulai dari pada fakta PT. SMK, sebagai pemegang saham 99,999 persen, PT. IUM. Pemegang saham 66 persen, PT. SMK adalah PT. MBES. Pemegang saham 99,98 persen PT. MBES adalah PT. MMS. Pemegang saham 99,62 persen PT. MMS adalah PT. MMS Group Indonesia.
Pemegang saham PT. MMS Group Indonesia, adalah sebagai berikut:
- Direktur Utama, SG.
- Direktur, TH.
- Direktur, BSS.
- Komisaris Utama, YS.
- Komisaris, KN NG, dengan pemegang saham AH (55 persen), BSS (20 persen), KN (15 persen) dan YS (10 persen).
JAMPIDSUS DINILAI GEGABAH
Menurut praktisi hukum, DeolipaYumara, SH, Pusat Pemulihan Aset dan Jampidsus Kejaksaan Agung RI dinilai gegabah menyerahkan barang milik negara berupa batubara yang masih berada dalam perut bumi dan IUP untuk diberikan kepada perusahaan yang tidak memiliki kapasitas dan kapabiltas, karena baru lahir 6 bulan sebelum lelang. Serta tidak memenuhi syarat-syarat dari aspek teknis, administratif, finansial, lingkungan.
Terlebih-lebih terdapat fakta PT. IUM membayar lelang menggunakan uang negara lembaga perbankan milik BUMN dalam hal ini PT. Bank BNI (Persero) Tbk. Meskipun memiliki kewenangan, namun dengan dalih apapun seharusnya tidak dapat melakukan lelang sendiri tanpa melibatkan Kementerian ESDM RI selaku penyelenggara urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral yang memiliki kompetensi menentukan syarat-syarat perserta lelang yang berlaku umum di dunia pertambangan.
Yakni antara lain harus memenuhi syarat-syarat dari aspek teknis, administratif finansial, lingkungan dan kendati yang dilelang adalah saham PT. GBU akan tetapi Kejagung RI sebagai Penegak Hukum tentu seharusnya paham, bahwa saham yang dilelang tidak memiliki nilai apabila tidak mempunyai barang milik negara berupa batubara yang ada dalam perut bumi dan IUP.
“Terhadap fakta lelang 1 paket saham PT. GBU hanya diikuti satu penawar, Kapus PPA dan Jampidsus sebagai aparat penegak hukum seharusnya dapat mencegah atau membatalkan lelang, karena dipastikan negara tidak diuntungkan atau tidak mendapatkan harga yang terbaik apabila penawar lelang hanya satu perserta,” tukas Sugeng lagi.
Dengan demikian kata Deolipa Yumara, SH cukup alasan menurut hukum, apabila dinyatakan terdapat dugaan penyalahgunaan wewenang atau persekongkolan jahat atau permufakatan jahat tindak pidana korupsi dan TPPU yang merugikan negara sebesar Rp. 9,7 triliun.
“Sekaligus telah memperkaya Andrew Hidayat, Budi Santoso Simin, Yoga Susilo dan kawan-kawan, sebagaimana yang dimaksud dalam UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU No. 8 Tahun 2010, tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU,” tutupnya. (Sofyan)