BERITA JAKARTA – Kasus korupsi yang menjerat Syahrul Yasin Limpo (SYL), Kasdi Subagyono dan Muhammad Hatta ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak tahun lalu. Ketiganya, dijerat dengan pasal berlapis.
Mereka, SYL, Kasdi dan Hatta diduga telah melakukan pemerasan dalam jabatan, gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
SYL diduga memanfaatkan jabatannya untuk meminta setoran dari bawahannya. Uang yang disetorkan ke SYL didapat dari memeras pegawai yang level jabatannya lebih rendah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu, diduga ada aliran dana untuk setoran yang didapatkan dari mengutip uang proyek dan nilai yang di setorkan itu ratusan hingga miliaran rupiah.
Terbaru, KPK telah berhasil menemukan serpihan kertas yang diwadahi karung di Gedung Kementerian Pertanian (Kementan).
Kertas tersebut, merupakan dokumen transaksi yang menjadi bukti dari mana saja uang setoran itu didapatkan.
KPK juga berhasil temukan dokumen penting yang berkaitan dengan pengungkapan perkara korupsi SYL.
Informasi yang beredar di media bahwa dokumen tersebut dibuat dan dirancang oleh tiga mantan pegiat antikorupsi.
Diduga, mereka adalah mantan juru bicara KPK, Febri Diansyah, mantan pegawai Biro Hukum KPK Rasamala Aritonang dan mantan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz.
Isinya diduga adalah olahan dari hasil penyelidikan KPK atas kasus hukum SYL, tetapi menyaru sebagai draf legal opinion alias pendapat hukum.
Dokumen tebal itu juga ditemukan dirumah dua tersangka lainnya, yaitu Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono dan Direktur Alat Pertanian Kementan, Muhammad Hatta.
Data ilegal diramu-ramu supaya jadi exit plan dari kasus korupsi sebagai cara untuk menghindari proses penyidikan yang tengah dilakukan KPK terhadap para pelaku korupsi.
Sehingga ini dapat di kategorikan sebagai salah satu trik untuk menghindari atau merintangi proses hukum yang sedang di lakukan oleh KPK.
Menanggapi hal tersebut, Koordinator Lembaga Advokasi Kajian Strategis Indonesia (LAKSI), Azmi Hidzaqi mendesak KPK mesti mengusut tuntas adanya temuan dokumen tersebut.
“Temuan dokumen ini diduga sengaja dibuat tim penasehat hukum SYL yang di khawatirkan berpotensi mengganggu jalannya proses hukum tersebut,” kata Azmi kepada Matafakta.com, Kamis (5/10/2023).
Intinya, sambung Azmi, pembuat dokumen ini perlu diungkap secara gamblang dan transparan, sehingga tidak menjadi presiden buruk kedepan dalam penagakkan hukum.
“Semestinya penasehat hukum tidak boleh menggunakan trik agar dapat lolos jeratan hukum yang tengah di perikssa KPK,” ulasnya.
“Jangan sampai tim hukum yang mestinya menjadi penegak hukum tetapi berubah mengakali hukum demi kepentingan pelaku korupsi,” tambahnya.
Dikatakan Azmi, adanya modus pelaku korupsi untuk merintangi proses hukum dengan menggunakan kuasa hukum untuk melindungi pelaku korupsi.
“Acap kali penasihat hukum digunakan pelaku korupsi sebagai tameng untuk menutupi kejahatan sebenarnya,” ujar Azmi.
Kuasa hukum berfungsi melepaskan jerat hukum pelaku kejahatan dengan dasar-dasar hukum sah, bukan malah melindungi pelaku dengan berusaha merintangi proses hukum yang sedang berlangsung.
Oleh sebab itu, lanjut Azmi, pihaknya mendukung KPK agar berani menjangkau oknum yang dianggap menghambat penanganan sebuah perkara, baik langsung maupun tak langsung.
Segala tindakan, tambah Azmi yang mengancam keberadaan KPK harus segera ditindak dengan aturan obstruction of justice.
“Jika KPK tak bertindak cepat menyelesaikan persoalan ini sudah barang tentu perlawanan balik dari koruptor akan semakin kencang,” pungkas Azmi. (Indra)