BERITA JAKARTA – Maraknya pelanggaran pidana yang dilakukan sejumlah oknum Jaksa sangat disesalkan publik. Sebab sebagai Aparat Penegak Hukum (APH) sudah sepatutnya para Jaksa patuh atas ikrarnya sendiri dan berjanji tidak akan menerima hadiah atau janji dalam bentuk apapun.
Akan tetapi janji manusia seperti pemberi harapan palsu alias PHP belaka, meskipun telah bersumpah atas nama Tuhan.
Dalam catatan Matafakta.com, sedikitnya ada tiga pelanggaran oknum Jaksa seperti menerima suap, menggunakan narkoba hingga diskriminasi penanganan perkara korupsi disesalkan publik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Contoh dalam perkara suap, Jaksa Raimel Jesaja yang diduga menerima suap dari pengusaha tambang. Kala itu dia menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Utara (Sultra).
Raimel diduga menerima suap dari pengusaha tambang yang salah satunya PT. Lawu Agung Mining (LAM) dimana pemiliknya, Windu Aji Sutanto baru-baru ini dijerat sebagai tersangka.
Meskipun, pada akhirnya Raimel Jesaja dicopot jabatannya oleh Jaksa Agung ST. Baharuddin, namun kini belum ada lampu hijau untuk menggiring mantan Kajari Jakarta Selatan tersebut sebagai tersangka gratifikasi.
Kemudian, pelanggaran kedua, mantan Kajari Kabupaten Madiun, Andi Irfan Syafruddin, dicopot dari jabatannya karena dinyatakan positif mengonsumsi narkoba. Hal itu diungkap Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, Mia Amiati.
Lagi-lagi Jaksa Andi Irfan “selamat” setelah Petinggi Jaksa di Jawa Timur diduga hanya memparkirnya di Badiklat Kejaksaan RI.
Dalam perkara narkoba Jaksa Andi Irfan tidak sendirian. Masih ada satu orang Jaksa dan Staff Tata Usaha yang kini “hilang” dari radar sanksi Jaksa Agung Muda Pengawas (Jamwas) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
Terakhir adalah perilaku diskriminasi oknum Jaksa Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung dalam penanganan perkara korupsi impor garam industry pada Kementerian Perindustrian (Kemenprin).
Pasalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) hingga kini enggan menghadirkan tersangka Ir. Muhammad Khayam (M. Khayam) selaku pelaku korupsi impor garam industry ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta bersama 5 terdakwa lainnya.
Sebab, menurut keterangan Direktur Penuntutan Pidsus Kejagung, Hendro Dewanto mengungkapkan, bahwa penyidik belum melimpahkan berkas perkara dimaksud kepada pihak Penuntut Umum tanpa alasan yang jelas.
Sehingga, JPU hanya menyidangkan 5 tersangka yang kini sudah duduk sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor yakni, Fredy Juwono (FJ), Yosi Afrianto (YA), Sammy Tan (ST), F Tony Tanduk (FTT) dan Yoni (YN) tanpa kehadiran M. Khayam eks Dirjen Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (IKFT) tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), Boyamin Saiman mengatakan, Jaksa Agung ST. Burhanuddin harus berlaku adil, jika pihak lain korupsi diproses hukum maka oknum Jaksa jika terduga korupsi maka juga harus dilakukan proses hukum.
“MAKI menuntut Jaksa diduga korupsi harus dilakukan proses hukum. Jaksa Agung harus berlaku adil,” tegas Boyamin kepada Matafakta.com, Minggu (20/8/2023).
Kaitan hal tersebut, Boyamin Saiman pun mengultimatum Kejagung akan menggugat untuk memprapradilkan kasus tersebut.
“Dan jika hal itu tidak dilakukan penindakkan maka MAKI akan gugat praperadilan, terkait kasus tersebut,” tandasnya menyesalkan sikap Jaksa Agung ST. Burhanuddin.
Sementara itu, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Dr. Abdul Ficar Hadjar mengungkapkan, janji Jaksa Agung ST. Burhanuddin yang akan mempidanakan anak buahnya hanyalah omdo alias omong doang karena faktanya belum memproses Jaksa nakal.
“Itu artinya Jaksa Agung hanya omdo alias omong doang. Karena belum ada memproses pidana Jaksa-jaksa yang nakal itu. Seharusnya, Jaksa Agung mengumumkannya,” tutup Ficar.
Sementara, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana hingga berita ini ditayangkan belum merespons konfirmasi yang diajukan Matafakta.com. (Sofyan)