BERITA JAKARTA – Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) berencana akan melakukan Amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, setelah Pemilu 2024. Pemilihan waktu setelah Pemilu 2024 itu diambil, karena dinilai lebih kondusif.
Hal itu, disampaikan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Bambang Soesatyo (Bamsoet) setelah menggelar Rapat Konsultasi Pimpinan MPR RI dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (9/8/2023).
Ketua MPR Bamsoet yang didampingi Pimpinan MPR RI antara lain, Fadel Muhammad Wakil Ketua MPR Unsur DPD-RI, Wakil Ketua MPR Lintas Fraksi di Senayan, Ahmad Basarah, Ahmad Muzani, Lestari Moerdijat, Jazilul Fawaid, Sjarifuddin Hasan, Yandri Susanto, Hidayat Nur Wahid dan Arsul Sani.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pimpinan MPR menjelaskan, Amandemen Konstitusi juga diperlukan selain untuk menghadirkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dan Utusan Golongan juga untuk menambah ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) agar jangan hanya bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai Negara. Melainkan juga memasukan unsur ruang udara yang keseluruhannya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Selain terkait Amandemen Konstitusi, persoalan konstitusional kebangsaan lainnya yang perlu dijawab yakni apakah MPR RI masih dapat melahirkan TAP MPR RI yang dapat mengatasi berbagai permasalahan seperti dicontohkan tadi? Dimasa sebelum Amandemen keempat Konstitusi, MPR RI memang telah menetapkan berbagai ketetapan yang bersifat pengaturan untuk melengkapi kevakuman pengaturan di dalam Konstitusi kita.
Persoalannya saat ini, apakah setelah berbagai Amandemen terhadap Konstitusi tersebut, MPR RI masih memiliki kewenangan untuk melahirkan ketetapan-ketetapan? Persoalan ini sangat perlu untuk dipikirkan dan diskusikan bersama demi menjaga keselamatan dan keutuhan kita sebagai bangsa dan negara.
MPR RI juga menilai telah terjadi perubahan yang sangat signifikan dalam 20 tahun terakhir antara lain perubahan dalam dinamika geopolitik, hingga lompatan teknologi yang melahirkan kebutuhan untuk melakukan transformasi pertahanan dan keamanan.
Untuk itu, Indonesia perlu mengantisipasi berbagai kebutuhan transformasi ini dengan menghadirkan kembali Haluan Negara yang kini sedang disiapkan oleh MPR RI dengan nomenklatur Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Keberadaan PPHN sebagai road map pembangunan bangsa sangat penting.
Selain terkait dengan pertahanan, keamanan, serta tentang fungsi TNI dan Polri untuk memastikan Indonesia memiliki kerangka kerja konstitusional yang mampu menangkap perubahan terkini, PPHN juga harus dapat memastikan berbagai program pembangunan yang dilakukan Presiden Joko Widodo, tetap dilanjutkan oleh penerusnya.
Dia memberi contoh pembangunan IKN Nusantara, kereta cepat Jakarta hingga Surabaya, dan konektifitas transportasi publik Jabodetabek.
“Bentuk hukum paling ideal terhadap PPHN yakni melalui TAP MPR RI, sehingga tidak bisa di judicial review ke Mahkamah Konstitusi maupun di ‘torpedo’ oleh Perppu,” kata Bamsoet.
Presiden RI Joko Widodo di pastikan akan hadir dan menyampaikan pidato laporan kinerja lembaga-lembaga negara, dalam Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2023, di Gedung Nusantara MPR RI pada 16 Agustus 2023.
Selain membahas persiapan Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2023, serta Peringatan Hari Konstitusi dan HUT ke-78 MPR RI, dalam rapat konsultasi dengan Presiden Joko Widodo tersebut.
Aktivis Aliansi Masyarakat dan Pemuda Nusantara Merah Putih (AMPUH), Yeffta Bakarbesy mengatakan, sikap pimpinan MPR periode 2019-2024 yang akan membahas Amandemen UUD 1945 setelah Pemilu 2024, karena dinilai lebih kondusif patut mendapatkan apresiasi.
“Sikap para pimpinan MPR memberikan kesejukan menjelang pesta demokrasi 2024 dimana tensi politik mulai memanas. Sikap tersebut sudah semestinya diikuti para Anggota DPD dan DPR RI di Senayan,” katanya.
Pembahasan Amandemen UUD 1945 tidak bisa di lakukan tergesa-gesa terutama sekarang ini karena akan menimbulkan polemik dan kegaduhan di masyarakat .
“Jadi jangan lagi itu ada yang mengatasnamakan Pimpinan Lembaga Tinggi Negara DPD, Anggota DPD maupun Anggota DPR-RI mendorong-dorong untuk segera mungkin melakukan Amandemen UUD 1945. Offside itu namanya Bung,” pungkas Yeffta. (Indra)