BERITA YOGYAKARTA – Pengamat media sosial Institute for Digital Democracy (IDD) Yogyakarta Bambang Arianto, meminta publik tidak lagi menyebarkan video penganiayaan di media sosial karena bisa ikut mereproduksi kekerasan baru.
Pasalnya, kata Bambang, bila konten video kekerasan semakin viral maka akan memberikan dampak buruk bagi generasi internet.
“Seseorang yang terus menerus menerima konten kekerasan di linimasa media sosialnya akan terinspirasi untuk mencontoh atau melakukan hal yang sama,” terangnya, Sabtu (25/2/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Apalagi, sambung Bambang, bila seseorang tersebut sedang mengalami kondisi yang tidak stabil maka dapat mempengaruhi pandangan seseorang terhadap kekerasan itu sendiri.
“Sehingga dampak buruknya bisa membuat seseorang ingin mencontoh atau terinspirasi untuk melakukan hal yang sama saat kondisi emosi tidak stabil,” ulasnya.
Dikatakan Bambang, kita tahu bahwa karakter media sosial itu memang seringkali membuat watak kita partisipatif.
“Apalagi konten yang diciptakan di media sosial selalu mengajak kita untuk bisa reaktif, sehingga yang bermain adalah emosi kita,” tuturnya.
Generasi internet itu dikenal memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap media sosial. Bahkan generasi internet selalu menggunakan media sosial untuk menopang berbagai aktivitas keseharian.
“Seperti mencari informasi, berkomunikasi hingga eksistensi diri. Oleh sebab itu berhenti untuk ikut menyebaran konten kekerasan di media social,” ucapnya mengingatkan kembali.
Selain itu menyebarkan video kekerasan akan bisa terjerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Sehingga bila mendapatkan video kekerasan tersebut, cukup sampai di kita dan tidak lagi disebarkan atau juga bisa dilaporkan ke aduan konten agar bisa segera di takedown,” pungkas Bambang. (Indra)