BERITA JAKARTA – Pidato Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo (Jokowi) di HUT Partai Perindo sebut “Saatnya Jatah Prabowo Subianto” itu masih sinyal dan belum keputusan final. Hal itu, dikatakan Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (Laksamana), Samuel F Silaen.
“Bilang saatnya jatah Prabowo Subianto itu kan dalam rangka membesarkan hati dan harapan Ketua Umum DPP Gerindra sebagai sosok Capres yang sudah 2 kali dikalahkannya di pertandingan Pilpres,” kata Silaen saat berbincang ringan dengan Matafakta.com, Kamis (10/11/2022).
Dikatakan Silaen, sebutan Jokowi tersebut menyiratkan bahwa politik itu dinamis dan cair. Tentunya Jokowi berharap banyak kepada sosok figur Capres yang dianggap dapat dan mampu melanjutkan program-program Jokowi yang masih berjalan saat ini, misalnya pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dugaan saya, sambung Silaen, bahwa akan ada 3 pasang Capres dan Cawapres yang akan bertanding dalam kontestasi Pilpres 2024 nanti, soal siapa berpasangan dengan siapa itu masih diutak-atik dan diracik oleh Parpol ataupun gabungan Parpol untuk mendukung kandidat Capres dan Cawapres untuk maju.
“Kemungkinan besar Prabowo Subianto akan tetap maju dalam rangka mendapatkan ekor jas politik untuk meraih jumlah kursi di Parlemen atau Legislatif. Apakah di Pemilu 2024 nanti Gerindra masih mendapat dukungan ekor jas politik? Mari kita lihat nanti,” tebak alumni Lemhanas Pemuda 2009 itu.
Beda halnya, lanjut Silaen, dengan Partai Golkar yang lebih mapan atau stabil soal perolehan suara di Parlemen, ini karena Partai Golkar sudah punya kantong-kantong suara yang dirawat oleh Caleg-Calegnya. Ini terkait dengan kemampuan finansial sang Caleg yang bersangkutan,” beber Silaen yang juga Aktivis Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) itu.
Menurut Silaen, kekuatan Partai Golkar itu dominan bertumpu pada Calegnya yang telah siap secara finansial dan jaringan. Ini merupakan pengalaman yang dimiliki dan warisan masa lalu. Sisa- sisa kekuasaan masa lalu masih melekat.
“Siapapun Presidennya, Partai Golkar selalu dibutuhkan di kabinet dalam rangka untuk menjaga keseimbangan di Parlemen, ini terbukti nyata meski selama ini, Partai Golkar, bukan Partai pendukung atau pengusung Capres dan Cawapres yang menang,” tuturnya.
PDI-P juga, tambah Silaen, punya style yang berbeda dengan Gerindra dan Golkar. PDI-P punya kantong-kantong suara fanatis yang loyal. Seperti rantai komando pendukung disamping juga sudah berpengalaman, caleg-calegnya lebih dominan kepada daya tarik partai dari pada figur calegnya, meski tak semuanya.
“Namun didaerah-daerah tertentu PDI-P tetap bersandar pada kekuatan figur calegnya yang kekuatan finansial tapi didaerah-daerah kantong (basisnya), sosok figur jadi urusan nomor dua, sebab pemilih lebih tertarik kepada partainya dari pada figur calegnya,” pungkas Silean yang juga mantan Fungsionaris DPP KNPI ini. (Sofyan)