BERITA BEKASI – Alasan penyelamatan asset makam bekas perkebunan PT. Cibitung yang berlokasi di RT003/RW001, Buaran, Desa Lambang Sari, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menuai polemik. Pasalnya, sertifikat alas hak tanah makam Jati Adnan menjadi atas nama pribadi Kepala Desa (Kades) Lambang Sari, Pipit Haryanti.
Dalam klarifikasinya, 14 Mei 2022, Kades Lambang Sari, Pipit Haryanti menjelaskan bahwa namanya adalah sebagai Wakif atau pihak yang mewakafkan. Sementara Nazir-nya atau pengelola sementara dua nama berinisial “MYH dan AS merupakan staff Desa tanpa melalui musyawarah para Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Tokoh Pemuda, RT dan RW.
Pipit beralasan, hal itu dilakukan sebagai dasar untuk ditingkatkan menjadi akta wakaf, karena Nazir atau Pengelola yang ditentukan sementara maka rapat yang akan datang menentukan kembali Nazir-nya sesuai yang ditetapkan bersama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Nama pribadi itu hanya sebagai dasar untuk ditingkatkan menjadi akta wakaf. Wakif-nya atas nama saya sebagai Kepala Desa, Nazirnya sebagai Pemerintah Desa,” kata Pipit dalam klarifikasinya yang digelar di Balai Desa Lambang Sari.
Sebelumnya, salah satu Tokoh Masyarakat, H. Nalib Zainudin mengatakan, meski tujuannya baik, tapi langkah itu dinilai kurang tepat karena mengatasnamakan pribadi Kepala Desa. Sebab, Pasal 7 Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 2004, tentang Wakif, haruslah perseorangan atau Organisasi atau Badan Hukum.
“Masalahnya adalah, Pemerintah Desa membuat surat berupa lahan bekas Perkebunan PT. Cibitung yang di wakafkan atas nama pribadinya tanpa ada musyawarah dengan para Tokoh. Setelah ramai barulah mau musyawarah. Prosesnya sudah berjalan duluan,” kata H. Nalib saat berbincang ringan dengan awak media, Jumat (27/5/2022).
Dikatakan H. Nalib, pada dasarnya masyarakat Desa Lambang Sari sangat setuju lahan makam Jati Adnan dijadikan sertifikat selama hal itu dipergunakan untuk kepentingan umum. Wakaf merupakan harta milik pribadi yang diserahkan kepada perorangan, Lembaga atau Institusi sesuai Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004.
“Harus di rubah nama Wakif dan Nazir sesuai keinginan masyarakat. Saya rasa itu sangat bijak, agar tidak menimbulkan polemik ditengah masyarakat. Tempat makam juga ada untuk pribadi, umum dan komersil,” pungkasnya. (Hasrul)