BERITA JAKARTA – Ketua Laskar Anti Korupsi (LAKI), Rokhman Wahyudi menduga, kericuhan yang terjadi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Menteri ESDM RI dengan Komisi VII DPR RI sengaja diciptakan Anggota DPR Komisi VII, Muhamad Nasir, Kamis (13/1/2022).
Rokhman mensiyalir, kericuhan dalam RDP antara Menteri ESDM dengan Komisi VII DPR RI di Senayan itu sebagai modus untuk merintangi pembahasan seputar pencabutan IUP OP PT. Batuah Energi Prima (BEP) di Kalimantan Timur (Kaltim).
“Pasalnya, ada dugaan IUP OP PT. BEP terbukti telah disalahgunakan untuk menipu sebesar Rp1 triliun dan membobol Bank Niaga dan Bank Bukopin sebesar Rp1,5 triliun oleh pemiliknya, Herry Beng Kostanto yang kini masih mendekam di sel penjara,” kata Rokhman.
Diungkapkan Rokhman, dalam undangan rapat kerja yang ditandatangani Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ESDM RI agenda disebutkan dalam undangan mengenai penjelasan terkait pencabutan izin perusahaan-perusahaan tambang.
“Saudara Muhammad Nasir bicara tidak benar dan tanpa bukti. Ini memalukan,” ujar Arifin Tasrif yang kemudian buru-buru keluar dari ruang rapat.
Namun Rokhman tidak dapat memastikan apakah M. Nasir melakukan itu berdasarkan “pesanan” dan dibayar oleh pihak pemilik IUP OP yang terancam dicabut.
”Saya menolak untuk menanggapi. Saya tidak ingin menduga-duga sesuatu yang saya tidak memiliki buktinya. Biar masyarakat yang menilai,” tegas dia.
Seperti diwartakan berbagai elemen masyarakat yang mempertanyakan sikap Dirjen Minerba yang tidak memasukan nama PT. BEP ke dalam daftar perusahaan pertambangan minerba yang dicabut izinnya.
Padahal, dalam konteks terjadinya penyimpangan oleh pemilik IUP bahwa benar terdapat fakta kadar “dosa” PT. BEP.
“Dalam daftar IUP OP yang direkomendasikan untuk dicabut dalam kelompok 2078 IUP, klasifikasinya tergolong biasa. Sedangkan yang IUP yang melakukan pelanggaran berat seperti PT. BEP terkesan dilindungi,” ungkap Rokhman.
Menurut dia, pemilik 98 persen saham PT. BEP yang juga pemegang saham mayoritas PT. Tunas Muda Jaya bernama Herry Beng Koestanto merupakan seorang terpidana berdasarkan putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor: 1442 K/Pid/2016.
Dalam putusan yang telah inkrah Herry Beng Koestanto menjalani hukuman selama 8 tahun penjara, dalam dua perkara pidana penipuan, dengan total nilai kerugian mencapai Rp1 triliun.
“Mempertimbangkan fakta-fakta tersebut, untuk mencegah timbulnya pidana lanjutan dan jatuhnya korban-korban penipuan baru harusnya Dirjen Minerba memasukan nama PT. BEP sebagai perusahaan yang harus dicabut ijin IUP-nya sebagai manifestasi pengejawantahan adanya fungsi pengawasan oleh negara dan bukan malah melindunginya,” pungkasnya. (Sofyan)