BERITA BEKASI – Sejago apapun kamu di daratan, jangan sampai kamu hidup di tengah lautan. Hal itu, dikatakan Edi Ginanjar (46) warga Desa Karangraharja, Kecamatan Cikarang Utara yang pertama kali menjadi Anak Buah Kapal (ABK) KM Cakrawala 3 wilayah Timur, Maroke.
Demi hidup keluarga, dirinya nekat melawan ombak, baday, cuaca ekstrim di wilayah timur, bersama 28 ABK lainya memancing ikan cumi dilaut Aru di Dobo.
Diceritakan Edi, awal berangkat ke wilyah timur dari Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Timur, menggunakan kapal pencari cumi KM Cakrawala 3, dengan membawa ABK 30 orang dengan dua orang Kapten dan Wakil kapal KM Cakrawala 3.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Perjalanan ke Maroke wilayah timur 21 hari, waktu itu angin barat. Sampai disana, saya baru pertama kali dan dilaut itu bagaikan penjara ditengah lautan,” tutur Edi saat berbincang dengan Matafakta.com, Minggu (17/10/2021).
Sebelum berangkat, Dosoh sapaan akrab Edi, diberi kasbon sama cukong pemilik kapal air itu, Rp5juta untuk perbekalan di tengah laut dan untuk keluarga di rumah.
“Duit itu, saya belanjakan sabun mandi, sabun cuci, rokok, celana dalem, belanjanya ngak satuan tapi puluhan karena kita ngak tahu kapan nanti akan bersandar ke pulau. Sisa uangnya dikirim keluarga dirumah,” ujarnya.
Sampai disana, lanjut Edi, kita mancing cumi dengan menggunakan pancing tanpa umpan hanya umbul – umbul pancing dan jam kerja pada malam hari dari sekitar Jam 17.00 WIT – 05 WIT untuk wilayah timur, baru slesai mancing,
“Dilokasi pancing bukan perahu kita aja bang, banyak perahu lainya mungkin ratusan perahu, ABK mancing ikan cumi, ditengah laut terasa terang pada malam hari, kita kumpul dilokasi itu menggunakan lampu karenakan ikan cumi munculnya kalau melihat cahaya,” katanya.
Selama ditengah laut, dirinya bisa bersandar ke pulau atau daratan, lima bulan itu pun hasil pancingan ikan cumi harus diatas 5 ton, baru bisa oper ikan cumi ke kapal kolekting dengan dihargai Rp6 ribu per-kilo.
Diungkap Edi, selama dirinya di tengah lautan harus benar- benar siap segalanya terutama pusik, kesehatan dan harus bisa menjaga emosi. Dilautan, banyak yang stres sampai gila bahkan sampai meninggal di tengah lautan.
“Waktu saya dilaut, ada dua orang ABK gila mungkin karena stres kangen keluarga atau stres setip hari siang malam terus berhadapan dengan laut dan mancing dan satu orang meninggal dunia,” ungkapnya.
ABK yang gila itu, sambung Edi, menghindari dia lompat ke laut di ikat dengan rante dan ABK yang meninggal di masukan ke prijer pendingin ikan. Sambil menunggu mendarat untuk kembalikan ke keluarganya.
“Terkadang yang meninggal di titipkan ke kapal yang mau bersandar ke daratan untuk dikirim ke keluarganya. Karenakan kalau kita mendarat nunggu pancingan cumi sampai 5 ton. Begitu pun sebaliknya dengan kapal lainnya saling bergantian,” jelasnya.
Dari kontra 1 tahun, Edi sebagai ABK KM Cakrawala 3 diperpanjang dua tahun dengan alasan di satu tahun sebelumnya tidak menghasilkan uang. Ada pun, upah atau gajih yang di terima Rp35 ribu per-hari.
Total kotor gajih, tambah Edi, selama 16 bulan bekerja Rp28 juta, bersih gajih saya Rp16 juta itu pun Rp4 juta masih di cukong pemilik kapal. Sisanya tinggal segitu sudah dipotong kasbon selama di tengah laut.
“Saya masih bersyukur bisa pulang ke kampung halaman dan kalau bisa untuk teman- teman jangan sampai jadi ABK sebab di tengah laut itu bener – bener jaga emosi salah sedikit pasti muncul keributan dan sampai ada yang gila. Karenakan siang malam berbulan – bulan tanpa sinyal berkabar dari luar, hanya berhadapan dengan lautan,” pungkasnya. (Usan)