BERITA JAKARTA – Kapolri, Jenderal Listyo Sigit dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) memiliki prinsip yang sangat bagus yaitu Presisi Berkeadilan. Namun, sayangnya di Polda Metro Jaya (PMJ) praktek dan proses penanganan kasus jauh dari kata “Berkeadilan” apalagi “Transparansi”.
Salah satu korban dugaan investasi bodong Narada R yang ditangani di Subdit II Fiskal, Moneter dan Devisa (Fismondev) Unit IV Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya (PMJ) kecewa dan memberikan keterangan mengejutkan, ketika menanyakan kepada kuasa hukum dari LQ Indonesia Law Firm.
“Kami ditunjukkan bukti screen whatsapp dari penyidik Unit 4 Fismondev oleh kuasa hukum bahwa ada pergantian Kanit baru dan penyidik minta agar kuasa hukum LQ Indonesia Law Firm untuk menghadap Kanit baru dan berkordinasi,” kata R kepada Matafakta.com, Sabtu (4/9/2021).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kuasa hukum kami bilang, sambung R, sangat aneh permintaan tersebut, karena sebelumnya kuasa hukum baru ketemu Kasubdit dan Kanit baru bertemu kuasa hukum dan sudah jelas. Sepertinya kode untuk meminta agar kasus Narada bisa dijalankan. Walau kuasa hukum sudah berkali-kali minta SP2HP dari penyidik Unit 4, namun belum juga diberikan.
“Selama ini, terlapor sama sekali belum di periksa. Infonya jika tidak beri setoran maka kasus tidak akan jalan. Jika setiap kali ganti Kanit dan Kasubdit harus setor dan kasih uang koordinasi sedangkan kasus selalu di tahap lidik, lalu untuk apa?,” sindirnya.
Sementara, H, salah satu klien perusahaan investasi yang sudah damai dan mengajukan pencabutan LP merasa sangat aneh. Sebab, sudah berdamai dan ada 3 LP, 1 di Unit I dan 2 LP di Unit IV, klien sudah diberi ganti rugi dan sudah balik nama di Notaris ke nama para klien. Kuasa hukum juga sudah di BA pencabutan, namun 3 LP tersebut masih juga dilanjutkan oleh penyidik dan Kanit.
“Infonya ada upaya pemerasan terhadap PT yang sudah memberikan ganti rugi antara oknum korban dan oknum penyidik atau atasan penyidik. Sudah ada akta Notaris, pencabutan LP dan ganti rugi, tapi polisi ngotot lanjut, ada apa? Bahkan berita terakhir perusahaan tersebut akhirnya melaporkan balik para klien yang sudah menerima ganti rugi dengan pasal penipuan dan penggelapan,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Humas dan Media LQ Indonesia Law Firm, Sugi menanggapi, bahwa penyidik dan kanit seharusnya mengerti restorative justice dan bukan membabi buta dan memperkeruh situasi. Sudah ada ganti rugi, faktor kerugian sudah hilang dan sudah ada perdamaian sesuai Perkap seharusnya bisa di SP3.
“Namun nyatanya, malah di naekkan sidik dan diperkeruh oleh oknum. Padahal, Presiden dan Kapolri sedang gencar-gencarnya mengaungkan restorative justice dengan Pidana sebagai ultimum remedium atau jalan terakhir,” jelas Sugi kecewa.
Dia mengungkap, dulu waktu awal lapor, tidak ditindaklanjuti penyidik dan Kanit, setahun lebih posisi lidik, setelah tahu bahwa perusahaan bisa memberikan aset ganti rugi, melihat ada opportunity secara materi, langsung naek gigi 5 ngebut, naek sidik dan menolak cabut laporan polisi.
Ini ada apa? tambah Sugi, dengan alasan ada beberapa korban tidak setuju, lalu bagaimana dengan klien kami yang sudah setuju damai dan sekarang malah di proses pidana dianggap menipu. Apakah polisi membantu atau memperkeruh suasana disini?.
“Awal sebelum ganti Kanit, kuasa hukum sudah koordinasi dan setuju untuk cabut LP, bahkan sudah BA pencabutan. Ganti Kanit, bukannya bantu korban malah diperkeruh, pelapor malah dilaporkan balik secara pidana,” pungkas Sugi aneh. (Sofyan)