BERITA BEKASI – Front Pembela Honorer Indonesia (FPHI) Koorda Kabupaten Bekasi sebut Bupati Bekasi menginisiasi ancaman, intimidasi dan terror terhadap pegawai Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Non Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sebab, para pejuang honorer melakukan aksi anti korupsi di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait anggaran pembangunan WC Sultan sebanyak 488 titik yang berlokasi ditiap sekolah dengan harga fantastis persatu unit senilai Rp198 juta dengan total anggaran Rp98 miliar, Senin 11 Januari 2021 lalu.
“Para pejuang ini telah berkali-kali mendapat teror, ancaman dan marjinalisasi. Beberapa kali juga, mendapat pemanggilan dari Kadisdik Kabupaten Bekasi yang dalam pertemuan, berkali-kali juga mendapat ancaman bahkan pemberhentian,” kata Ketua FPHI, Andi Heryana kepada Matafakta.com, Rabu (14/4/2021).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Soal aksi ke KPK itu, diungkapkan langsung Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi dalam pertemuan pada, Kamis 4 Februari 2021 lalu yang mengatakan, bahwa aksi ke KPK tersebut banyak orang yang tersakiti,” sambung Andi.
Andi juga menyebut, bahwa Pemerintah Kabupaten Bekasi, sangat tidak manusiawi dalam memperlakukan guru honorer, karena banyak sekali ancaman terhadap anggotanya di bulan Ramadhan yang dilakukan oknum pejabat Kabupaten untuk membungkam suara lantang para guru honorer dalam memperjuangkan haknya.
“Intimidasi dan terror juga dilakukan pejabat Dinas bak mesin giling daur ulang sampah dengan memaksa secara sepihak agar bagi teman yang aktif di Organisasi FPHI untuk mengundurkan diri dari FPHI atau Jasa Tenaga Kerja (JASTEK) bagi yang aktif akan ditahan untuk tidak diberikan bahkan diancam akan berhentikan dari tempat para honorer mengabdi, ini sangat tidak manusiawi,” ungkap Andi.
Ditengah pandemi Covid-19 dan suasana bulan Suci Ramadhan, semua honorer GTK Non ASN telah diberikan gajinya selama 3 bulan dibayar kontan sejak Jumat, 09 April 2021, tetapi bagi pejuang yang hadir aksi di KPK dan menyuarakan keadadilan di Pemkab Bekasi tidak dibayar sampai sekarang jasa tenaga kerjanya.
Andi pun mengutuk tindakan Pemerintah Kabupaten Bekasi yang telah mengesampingkan nilai kemanusiaan terhadap guru honorer, padahal menurutnya honor yang berasal dari APBD haruslah di serahkan kepada guru honorer bukannya sebagai alat bargaining para penguasa dalam menindas rakyat kecil.
“Kami FPHI sangat mengutuk keras kebiadaban tanpa mengedepankan moral para oknum pejabat, sehingga APBD yang harus diserahkan oleh Pemkab kepada honorer yang jelas mengabdi lama, dimainkan bahkan dibuat penggiringan opini bahwa yang menjadi anggota FPHI akan terus diancam, terror dan dimarjinalisasi oleh oknum pejabat Disdik atas perintah penguasa yang sudah tidak nyaman atas keberadaan gerakan moral dan gerakan keprihatinan Kabupaten Bekasi,” pungkasnya. (Hasrul/Mul)