BERITA JEMBER – Seorang anak prempuan dibawah umur jadi korban pencabulan yang dilakukan pamannya sendiri, RH yang berprofesi sebagai dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik di Universitas Jember. Korban mengaku, mendapat perlakuan bejat itu sebanyak dua kali.
Berdasarkan informasi dari UKM Imparsial, jejak akademik RH sendiri, S-1 di Universitas Jember tahun 2004. Kemudian dia melanjutkan studinya di University of Wyoming bergelar Master of Public Administration. Tak hanya sampai disitu, RH melanjutkan gelar PhD-nya di Charles Darwin University.
Dengan gelar akademik yang mumpuni tersebut, RH merupakan dosen tersohor di Kampus ditempatnya mengajar yaitu di Universitas Jember, Jawa Timur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepada Matafakta.com, UKM Imparsial, Trisna Dwi Yuni Aresta mengungkapkan, informasi awalnya dari Lembaga Bantuan Hukum Jentera (LBH Jentera) selaku kuasa hukum keluarga korban yang akhirnya membukakan akses untuk bisa menghubungi keluarga korban.
“Bukan hanya LBH Jentera dan kami sebagai Pers Mahasiswa, tapi juga ada beberapa organ yakni, Pusat Studi Gender (PSG) UNEJ dan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) dibawah naungan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Jember yang ikut mengawal kasus ini,” terangnya, Kamis (8/4/2021).
Dikatakan Trisna, ibu korban IR, membenarkan adanya peristiwa pencabulan yang dialami anaknya. Sehingga, dirinya merasa terpukul dan tidak menyangka anaknya menjadi korban kekerasan seksual atau korban pencabulan yang dilakukan pamannya sendiri.
Ketika kejadian, IR sedang bekerja di Jakarta dan anaknya (korban) memang tinggal bersama pelaku RH dan keluarganya. Ibu korban menuturkan, bahwa ada hal yang aneh dari story Instagram korban yang menunjukkan gerik-gerik bahwa dia menjadi korban kekerasan seksual.
“Setelah kejadian, anak saya bikin ig story isinya tuh tentang kalo dapet pelecehan tuh kita harus berani speak up jangan diem aja, terus saya komenin lah, terus dia bales via wa Ma tolongin Ma, aku harus keluar dari sini…,” kata Trisna menirukan ucapan ibu korban, IR.
Kejadian pertama, lanjut Trina, terjadi pada akhir Februari 2021 pukul 11.00 WIB siang diawali dengan memberikan korban sebuah jurnal mengenai kanker payudara dan menyatakan bahwa korban menderita kanker payudara dikarenakan RH melihat bentuk payudara korban yang tidak simetris.
Lalu, RH berdalih melakukan terapi kepada korban, namun RH diketahui sama sekali tidak memiliki skill melakukan terapi, hal tersebut hanya sebagai dalih untuk melakukan tindak pencabulan kepada korban. RH, kembali melakukan aksi bejatnya pada 26 Maret 2021 sekitar pukul 10.00 WIB pagi disaat keadaan rumah sedang kosong.
“Namun kejadian terakhir, korban memberanikan diri untuk merekam kejadian tersebut lewat perekam suara. Modusnya sama, melakukan edukasi terkait kanker payudara dan ingin melakukan terapi kepada korban yang diklaim RH tengah mengalami kanker payudara. Padahal, kondisi korban dalam keadaan baik-baik saja,” pungkas Trisna. (Indra)