BERITA JAKARTA – Sebagai perwira Polri yang masih tergolong angkatan muda dibandingkan dengan Pati Polri lainnya. Sosok Listyo Sigit Prabowo (LSP) jadi Kepala Kepolisian Republik Indonsia, termasuk karier yang moncer bisa mencapai puncak sebagai orang nomor satu ditubuh Korps Bhayangkara itu. Sesuatu yang luar biasa. Hal itu, dikatakan, pengamat politik Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (Laksamana), Samuel F. Silaen.
“Meski masih angkatan muda tidak menjadi tolak ukur yang jadi masalah bagi LSP memimpin pasukan yang berjumlah kurang lebih 470 ribu dan membawa institusi kepolisian republik Indonesia Presisi sesuai visi dan misi Kapolri. Artinya Kapolri baru harus memetakan kekuatan yang ada demi keberhasilan kinerjanya kedepannya,” kata Silaen ketika berbincang dengan Matafakta.com, Rabu (7/4/2021).
Dikatakan Silaen, keberadaan LSP jangan sampai menimbulkan kesan ‘guncangan’ kepada kawan senior dan junior. Pandai-pandailah membuat kebijakan agar tidak menimbulkan hambatan dari internal. Jabatan yang diperoleh tentunya harus lebih mendatangkan kebaikan bagi sesama dan masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Tantangan Kapolri kedepannya bukan makin ringan, tapi makin berat seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat. Issue terorisme dan radikalisme harus ditangani serius dan penuh kehati-hatian agar tidak sampai menimbulkan persepsi buruk terhadap kebijakan Polri,” papar alumni Lemhanas Pemuda 2009 ini.
Harapan Silaen, LSP secara bersamaan membenahi internal dan eksternal secara berimbang, jangan sampai timpang, oleh karena beda gerbong atau faksi. Sesuatu yang niscaya tapi itu slalu saja ada disemua instansi atau lembaga. Apalagi sekelas kepolisian republik Indonesia. Tentu saja kebijakan yang diambil Kapolri sekarang bagus dan patut didukung publik.
“Namun jangan salah, tidak semua orang dapat berubah dengan cepat dalam kurun waktu yang cepat pula. Kondisi kenyataannya sering tak seindah yang dibayangkan (harapkan). Polisi harus berbenah setuju, agar pelayanan publiknya menonjol disemua level tanpa harus dilecut lewat ‘viral’ tapi kesadaran yang mendarah daging,” imbuhnya.
Menurut Silaen, menyelesaikan masalah tak seperti menyelesaikan makalah. LSP sebaiknya pelan tapi pasti membawa institusi penegak hukum yang humanis dan sosialis agar tugas berat Kapolri terdistribusi secara proporsional. Dengan catatan, jika menghambat proses maka Kapolri segera melakukan tour of duty kepada personil yang dianggap mumpuni dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh negara.
“Harus diingat kalau bisa cepat kenapa dibuat lamban, ini bagian dari visi misi Kapolri dengan tagline presisi. Apabila dibiarkan masalah semakin menumpuk jika tidak disegerakan penyelesaiannya. Tiga sampai enam bulan ke depan adalah waktu konsolidasi kepemimpinan LSP agar tidak salah ambil tindakan,” tuturnya.
Kapolri, tambah Silaen, punya waktu yang cukup lama jelang pensiun, jadi penataan institusi polri bisa tuntas dan tinggal landas bersama presisi-nya, jangan sampai menimbulkan rasa kurang simpatik dari berbagai kalangan terutama dari kalangan internal Polri itu sendiri.
“LSP harus jadi Kapolri yang solutif dan kreatif, disertai dengan santun kepada senior, elegan berbahasa dan tegas dalam bertindak. Jika ada gap diantara soal senior dan junior agar diajak bicara hati ke hati. Jangan sampai tercium oleh publik ada keretakan,” pungkasnya. (Indra)